Sebenarnya penulis berharap tidak cuma Amerika saja yang bisa mengusai teknologi yang berciri hi-tech ini, karena menyebabkan harga produknya tidak berkeadilan, sebagai akibat ditentukan oleh satu pihak saja. Bila China dan negara-negara lain, termasuk Indonesia juga mampu memproduksinya, maka akan terjadi penyebaran teknologi secara relatif merata dan murah.
Dengan kata lain, nilai ekonomi yang dihasilkan dari teknologi tersebut juga akan tersebar relatif lebih luas dan merata. Kemakmuran akan meningkat secara relatif sama. Tidak 'njomplang' seperti saat ini.
Sebenarnya Indonesia juga punya potensi untuk bisa mengimbangi laju perkembangan teknologi dan tidak tertinggal terlalu jauh seperti saat ini. Sayangnya, kalau melihat dari topik-topik bahasan yang mencuat di negeri ini sepertinya belum siap. Bagaimana mau siap!? Negara lain sudah sibuk mempersiapkan persaingan teknologi ke depan. Di sini masih saja ada sebagian masyarakat yang sibuk teriak-teriak takut kalah dalam persaingan tenaga kerja, terutama tenaga kerja Aseng yang sebenarnya datang ke sini bersama 'duit' yang mereka bawa.
 Orang-orang yang sudah merasa takut kalah bersaing ini mungkin berpikir bisa membangun negara tanpa hutang, tanpa investasi asing dan tanpa tenaga kerja asing. Sepertinya mereka tidak sadar sedang bermimpi dalam ketakutannya. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H