Mohon tunggu...
Agus Suwanto
Agus Suwanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Pekerja proyek yang hanya ingin menulis di waktu luang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuhan Alam Semesta atau Alam Semesta itu Tuhan?

11 Maret 2018   14:38 Diperbarui: 14 Maret 2018   13:27 5564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:vonvon.id

Bagi kaum agamawan, semuanya berawal dari Dia, Tuhan yang sudah ada sejak awal hingga selama-lamanya. Karena keinginanNya, diciptakanlah alam semesta beserta benda-benda langit seperti bumi, bulan, planet-planet lain, matahari dan bintang-bintang. Sementara Dia sendiri berada di Surga yang terpisah dari alam semesta ini.

OlehNya pula, diciptakan segala mahkluk hidup untuk memenuhi bumi. Mulai dari berbagai macam tanaman, segala macam hewan yang berkeliaran di daratan dan berbagai jenis ikan yang berenang di air.

Untuk melengkapi proses ciptaannya, maka Tuhan menciptakan mahkluk hidup yang sesuai dengan 'gambaranNya'. Diciptakanlah manusia dari tanah, sebuah ciptaan yang mempunyai kedudukan paling tinggi dibanding ciptaan lainnya. Bahkan Tuhan mempersembahkan segala ciptaannya, semata-mata hanya untuk manusia, agar bisa diatur dan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.

Maka dari itu, selayaknyalah manusia wajib mengucap syukur dan 'rutin' menyembah Dia. Manusia  wajib menyembahNya karena telah diberi kelebihan olehNya berupa akal budi yang tidak dimiliki oleh ciptaan lainnya.

*****

Sementara itu bagi para ilmuwan, terutama fisikawan, big bang yang terjadi sekitar 13,8 milyar tahun lalu diyakini sebagai awal dari alam semesta yang kita huni dan amati ini. Bermula dari sesuatu yang super kecil namun super padat, disebut titik singularitas, yang kemudian meledak dan mengembang menjadi alam semesta seperti yang kita kenal sekarang ini.

Menurut para fisikawan, kondisi awal big bang adalah simetris, dimana tercipta segala jenis partiel dan pasangannya, yaitu anti partikel, secara terus menerus dan sekaligus saling melenyapkan satu sama lain. Fenomena munculnya 'gelembung' yang kemudian lenyap dalam sekejap ini terjadi terus menerus dalam kekosongan ruang-waktu dan terjadi dalam jumlah yang banyak.

Sampai dengan suatu waktu, salah satu 'gelembung', yang kemudian menjadi big bang, mengalami sebuah reaksi yang hingga kini belum diketahui penyebabnya, yang disebut bariongenesis,sebuah istilah umum untuk proses fisik hipotesis yang menghasilkan asimetris antara barion dan antibarion pada fase awal alam semesta sehingga menghasilkan materi residu yang substansial membentuk alam semsta ini.

Reaksi bariongenesis tersebut melanggar kekekalan jumlah barion dan menyebabkan jumlah kuark dan lepton lebih banyak daripada antikuark dan antilepton sebesar satu per 30 juta. Ini menyebabkan dominasi materi melebihi antimateri pada 'gelembung' alam semesta tersebut. (Note: Barion adalah partikel komposit yang terdiri dari tiga kuark. Kuark dan lepton adalah bagian dari beberapa jenis partikel dasar pembentuk alam semesta sementara antikuark dan antilepton adalah partikel lawannya atau anti partikel)

Kelebihan jumlah partikel yang tidak lenyap ini, kemudian sejalan dengan mengembangnya alam semesta berubah menjadi partikel-partikel yang lebih berat. Menjadi inti atom yang kemudia menarik elektron untuk membentuk berbagai macam atom.

Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih rapat mulai menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk awan gas, bintang, galaksi, dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sampai sekarang.

Dari berbagai jenis atom kemuadian membentuk berbagai macam molekul. Gabungan molekul membentuk berbagai macam senyawa, salah satunya adalah senyawa organik. Bahan-bahan organik yang terbuat dari atom Carbon, Hidrogen, Oksigen dan Nitrigen (C, H, O, N) ini yang menjadi cikal bakalnya dan media bagi terbentuknya sel tunggal yang hidup.

Melalui proses evolusi yang panjang dan rumit, lahirlah berbagai macam mahkluk hidup, dan manusia adalah salah satunya.

Kalau dilihat dari sudut pandang science, maka alam semesta ini muncul begitu saja dari 'kekosongan ruang-waktu', atau muncul dari 'ketiadaan'. Science belum bisa menjelaskan lebih jauh dikarenakan hukum-hukum fisika, terutama hukum kuantum-gravitasi tidak bisa diterapkan pada saat alam semesta berumur 10^-43detik. Jadi kejadian alam semesta pada waktu sebelum 0 detik dan pada saat 0 - 10^-43 detik, belum bisa dijelaskan sampai sekarang.

*****

Jadi, memang ada perbedaan mendasar mengenai cara pandang alam semesta ini, antara para agamawan dan dogmanya, dengan para fisikawan dengan teori dan ekserimennya. Bahkan keduanya sebenarnya tidak bisa disandingkan untuk diadu kebenarannya.

Bagi agamawan sudah jelas bahwa Tuhanlah yang mencipta alam semesta ini dan Dia berada di luar ciptaanNya. Pandangan dogma seperti ini merupakan sebuah 'dokumen ilahi' yang bersifat final dan tidak boleh diuji atau disanggah oleh siapapun. Manusia hanya boleh percaya, meyakini dan kemudian menerima, atau menolak sama sekali dan meninggalkan keyakinan tersebut.

Sementara pandangan fisikawan, alam semesta ini terjadi dengan sendirinya. Meski begitu, pandangan ilmuwan terhadap alam semesta adalah seperti karya ilmiah yang bisa dan harus diuji kebenarannya. Kalau karya tersebut ternyata salah, wajib untuk dikoreksi. Maka, tidak heranlah kalau pengetahuan tentang alam semesta terus mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu.

*****

Meski pandangan antara kaum agamawan dan ilmuwan mengenai Tuhan dan Alam semesta berbeda dan tidak bisa disatukan, namun sejatinya bisa dibuatkan jalan tengahnya.

Sebenarnya istilah bahwa alam semesta ini diciptakan tidaklah tepat. Sesuatu yang diciptakan mestilah ada benda-benda sebelumnya sebagai bahan untuk membuat ciptaan. Misalnya, mobil diciptakan dari bahan yang sudah ada, yaitu besi, kaca, karet, aluminium dan lain-lain. Begitu juga kertas yang diciptakan dari bahan kayu. Boleh dikata semua barang ciptaan selalu berasal dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.

Kalau ada sesuatu yang diciptakan dari ketiadaan, maka sesuatu itu disebut dilahirkan, bukan diciptakan. Seperti bayi dikatakan dilahirkan. Meski kita tahu proses terciptanya bayi, namun karena secara pengamatan mata telanjang, bayi keluar dari rahim yang semula kosong, maka kehadiran seorang bayi dikatakan dilahirkan, bukan diciptakan.

Begitu juga dengan alam semesta yang menurut science tercipta dari ketiadaan, maka lebih pas jika dikatakan bahwa alam semesta ini dilahirkan, bukan diciptakan. Dan untuk mengadopsi keberadaan Tuhan, maka alam semesta ini bisa dikatakan dilahirkan oleh Tuhan. Alam semesta dilahirkan dari energi Tuhan yang maha besar.

Lebih lanjut bisa dikatakan, karena alam semesta lahir dari Tuhan, maka terhubung erat dengan Tuhan. Tuhan tidak terpisahkan dengan alam semesta ini. Bahkan bisa disebut bahwa segala mahkluk termasuk manusia adalah bagian dari Tuhan. Konsep Tuhan ada di mana-mana dan maha tahu juga akan lebih mengena dan mudah dipahami.

Selain itu dengan memandang bahwa alam semesta adalah Tuhan itu sendiri, maka manusia akan menjadi lebih baik dan lebih peduli kepada sesama dan lingkungan sekitar. Dengan memandang bahwa binatang adalah bagian dari Tuhan, maka manusia akan memperlakukan binatang, baik binatang piaraan ataupun ternak untuk konsumsi, dengan lebih baik dan lebih menghargai.

Dan jika manusia memandang bahwa pohon di hutan adalah bagian dari Tuhan, katakanlah 'rambutNya', maka manusia akan menjadi bijak dalam mengelola hutan. Dengan demikian bencana-bencana banjir, longsor dan kebakaran akibat hancurnya lingkungan akan bisa dikurangi.

Begitu juga jika manusia memandang sesamanya bukan hanya sekedar ciptaanNya, namun sebagai bagian dari Tuhan yang tak terpisahkan. Bisa dikiaskan bahwa manusia adalah bagian tubuh dari seorang manusia yang akan selalu dijaga dan diperhatikan. Tuhanpun demikian, Dia tentu akan selalu menjaga apa yang dilahirkanNya dan menjadi bagian dariNya. Kita sebagai sesama anggota 'tubuh Tuhan' sepantasnya untuk saling berbuat baik dan saling mengasihi sesama.

Terakhir, pandangan bahwa Tuhan adalah alam semesta ini, tentunya juga tidak akan menghalangi para ilmuwan untuk terus menerus menguak misteri-misteri alam semesta yang adalah Tuhan bagi kaum agamawan. Sekian.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Ledakan_Dahsyat.

Silahkan klik di sini untuk artikel lainnya, atau https://www.facebook.com/agus.o.suwanto?fref=comp

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun