Kira-kira enam juta tahun lalu, satu kera betina memiliki dua putri. Yang satu menjadi nenek moyang semua simpanse, yang satu lagi adalah nenek moyang kita, manusia.
Kemudian salah satu dari keturunannya menulis riwayat kehidupan leluhurnya dari awal hingga sekarang secara singkat dalam sebuah buku 500 halaman yang berjudul A Brief History of Humankind. Orang tersebut adalah seorang Yahudi bernama Yuval Noah Hariri. Sementara itu, salah satu keturunannya yang lain juga  menuliskannya kembali hanya dalam sebuah tulisan kurang dari  1.140 kata saja. Keturunan itu adalah saya sendiri.
******
Manusia, pertama kali berevolusi di Afrika Timur sekitar 2,5 juta tahun lalu, dari satu genusatau marga kera yang lebih tua, yaitu Australopithecus, yang artinya "Kera Selatan".
Sekitar 2 juta tahun silam, sebagian gerombolan laki-laki dan perempuan purba meninggalkan tempat tinggalnya di Afrika Timur untuk menempuh perjalanan melalui Afrika Utara, Eropa dan Asia, serta bermukim di wilayah-wilayah itu. Merekapun hidup menyesuaikan dengan kondisi alam sekitar tempat mereka menetap.
Manusia di Eropa dan Asia barat berevolusi menjadi manusia yang disebut Homo Neanderthalensis (Manusia dari lembah Neander), atau populer disebut "Neandertal". Sementara manusia purba yang mengembara ke arah timur Asia disebut oleh para ilmuwan dengan Homo Erectusatau "Manusia Tegak".
Di pulau jawa sendiri juga hidup Homo Soloensis,atau Manusia dari Lembah Solo, yang jejak peninggalannya bisa kita lihat di musium Sangiran, sebelah timur kota Solo. Di pulau Flores juga ada spesies manusia purba unik yang tinggi maksimumnya cuma satu meter dan  disebut Homo Floresiensis.
Yang menarik, ternyata manusia Sangiran, manusia Katai dari Flores, Neandertal dan Homo Erectus serta spesies manusia purba lainnya, meski sudah mendiami bumi ini selama sekitar 2 juta tahun lamanya, namun mereka bukanlah nenek moyang kita. Kita sebagai manusia yang disebut Homo Sapiens baru muncul pertama kali di Afrika Timur sekitar 150.000 tahun lalu.
Justru diduga nenek moyang kitalah, Homo Sapiens, yang artinya Manusia Bijak, yang menyebabkan punahnya manusia-manusia purba lainnya. Nenek moyang kitalah yang turut menyebabkan punahnya manusia Sangiran dan manusia Katai dari Flores. Â
Sepertinya  kita, sang Homo Sapiens, dimunculkan ke bumi ini karena produk sebelumnya, yaitu spesies Homo erectus, Neandertal, Manusia Sangiran, dan lain-lain telah gagal berkembang sesuai yang diinginkan meski telah mendiami bumi selama sekitar 2 juta tahun. Tidak ada kemajuan teknologi yang signifikan selain peralatan dari batu yang telah mereka cipta.
Alam sepertinya memberi jalan terjadinya sedikit mutasi genetika yang mengubah interaksi neuron dalam otak Sapiens. Mutasi yang terjadi pada DNA Sapiens ini menyebabkan kemampuan kognitif mereka berkembang sangat pesat. Sapiens mampu berpikir dengan cara-cara yang tak pernah ada sebelumnya dan berkomunikasi menggunakan jenis bahasa yang sama sekali baru.
Dengan kemampuan berpikir yang lebih baik, mulai sekitar 70.000 tahun lalu, Sapiens dari Afrika Timur menyebar ke semenanjung Arabia. Sebagian dari mereka meneruskan perjalanannya ke Eropa dan Asia Timur.
Sekitar 45.000 tahun lalu, Sapiens juga sampai ke kepulauan Nusantara dan menjadi nenek moyang asli bangsa Indonesia. Mereka inilah yang ikut bertanggung jawab akan punahnya manusia Sangiran dan Manusia Katai di Flores sekitar 15.000 tahun lalu.
Sebagian dari Sapiens yang menetap di Cina, sekitar 16.000 tahun lalu melanjutkan perjalanannya menuju Siberia, lewat selat Bering menuju Alaska. Sebagian melanjutkan ke arah selatan dan berhasil menetap di Amerika Selatan sekitar 12.000 tahun lalu.
Selama dalam pengembaraannya, Sapiens menjadi pemburu hewan-hewan dan pengumpul buah-buahan dan biji-bijian demi kelangsungan hidup. Mereka menjalani dalam satu kelompok dan selalu berpindah-pindah tempat untuk berburu dan mengumpulkan makanan.
Hal ini berlangsung selama puluhan ribu tahun hingga sekitar 9.500 - 8.500 SM, Â Sapiens di wilayah perbukitan Turki tenggara, Iran barat dan Masyrik atau Irak mulai bertransisi dari masyarakat pemburu dan pengumpul menjadi masyarakat yang menetap untuk bertani dan bercocok tanam.
Sapiens Timur Tengah mulai menanam  tanaman Gandum, Zaitun dan beternak hewan seperti Onta, Domba dan Kuda. Di daerah India menanam tanaman kacang-kacangan, sementara di Cina dan kepulauan Nusantara dengan Padi, Kambing, Babi, Sapi, dan lain-lain.
Kalau merujuk pada kitab suci, Adam dan Hawa yang hidup sekitar 7.000 tahun lalu adalah salah satu Homo Sapiens yang hidup dengan menanam pepohonan dan memelihara hewan ternak.
Revolusi pertanian ini mengakibatkan manusia bisa memperoleh jumlah pangan yang sangat banyak dengan luas lahan yang terbatas. Akibat lainnya adalah pertumbuhan penduduk yang melonjak secara eksponensial. Yang semula cuma 4 juta jiwa saat awal revolusi pertanian, menjadi 700 juta pada awal revolosi industri tahun 1700 dan kemudian meningkat sepuluh kali lipat menjadi 7 miliar saat ini.
Melihat perkembangan teknologi yang ada saat ini, sepertinya manusia akan terus berevolusi. Namun bukan berevolusi secara alamiah melalu proses seleksi alam, akan tetapi akan berevolusi melalui desain cerdas dari manusia itu sendiri.
Evolusi manusia modern saat ini sudah melalui tiga cara, yaitu rekayasa biologis, dengan manipulasi DNA dari berbagai macam mahkluk hidup. Kedua rekayasa siborg (cyborg), berupa mahkluk yang memadukan bagian-bagian organik dengan non-organik. Ketiga adalah rekayasa kehidupan non-organik, seperti robot atau program komputer dan virus komputer yang mampu menjalani evolusi sendiri.
Manusia sekarang sudah mampu memetakan DNA seseorang relatif cepat dan murah, hanya beberapa minggu dan beberapa puluh juta rupiah. Tidak butuh waktu lama lagi akan mampu melahirkan dengan DNA yang super untuk menjadi manusia unggul.
Namun di antara semua proyek penelitian dan eksperimen yang sedang berjalan saat ini, yang paling revolusioner adalah upaya merancang sambungan dua arah langsung antara otak manusia dengan komputer. Kedepan komputer akan mampu membaca sinyal-sinyal listrik otak manusia, dan pada waktu bersamaan memancarkan sinyal-sinyal yang bisa dibaca oleh otak manusia.
Bagaimana bila sambungan semacam itu digunakan untuk menautkan otak secara langsung ke internet, sekaligus menautkan secara langsung beberapa otak satu sama lain, sehingga menciptakan semacam Inter-otak-net?
Apa yang akan terjadi terhadap ingatan, kesadaran dan identitas manusia bila otaknya memiliki akses langsung ke suatu bank ingatan kolektif? Satu siborg bisa mengambil ingatan siborglain, bukan mendengar atau membaca ingatan tersebut, melainkan langsung mengingatnya seolah-olah ingatan itu miliknya sendiri.
Apa yang terjadi terhadap identitas diri dan identitas gender apabila akal budi menjadi kolektif? Bagaimana kita mengenal diri sendiri atau mengikuti mimpi kita, bila mimpi itu tidak berada dalam akal budi kita, melainkan dalam suatu wadah aspirasi bersama?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat sulit untuk dijawab, karena itu sudah melewati hukum dan moral manusia sekarang, bahkan telah melewati hukum-hukum seleksi alam secara natural.
Yang jelas manusia siborg, yaitu manusia dengan DNA super dan terkoneksi dengan internet, tidak lagi akan menjadi manusia yang kita kenal sekarang, yaitu Homo Sapiens. Dia akan menjadi sesuatu yang sepenuhnya berbeda, secara mendasar berbeda, dan kita tidak akan bisa memahami makna filosofis, psikologis, ataupun pandangan politiknya.
Pada akhirnya kehidupan masa depan akan mengarah kepada 'singularitas', yaitu ledakan besar atau big bang. Singularitas adalah suatu titik di mana semua hukum alam yang kita kenal tidak ada. Waktu juga tidak ada.Â
Seperti dinosaurus yang lenyap seketika saat jatuhnya meteor 65 juta tahun lalu. Itulah titik singularitas bagi makhluk bumi berikutnya, yaitu mamalia. Sementara kehidupan dinosaurus beserta ilmu-ilmu biologi yang mendampinginya menjadi tidak relevan lagi.
 Saat ini kita sedang mendekati suatu singularitas baru dengan cepat, ketika semua konsep yang memberi makna bagi dunia kita, saya, anda, laki-laki, perempuan, cinta dan benci akan segera menjadi tidak relevan lagi. Apapun yang akan terjadi setelahnya, sudah tidak bermakna lagi bagi kita. Sekian.
Silahkan klik di sini, untuk artikel saya yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H