Negara Indonesia terbentuk dengan latar belakang yang berbhineka, kebhinenakaan suku bangsa, budaya dan agama.
Pendiri bangsa telah memikirkan agar NKRI tetap bersatu dan menjadi negara yang kuat, maka kebhinekaan dengan memupus ke-egoan sectoral, baik sector suku, budaya dan agama. Semangat untuk bernegara harus lebih dinomor satukan agar tercapai persatuan Indonesia.
Negara tetap menjamin kebebasan beragama, antar umat beragama harus ditumbuhkan toleransi kepada pemeluk agama lainnya.
Telah sejak lama kaum intoleran ada di Indonesia, namun kekuatan kaum toleran dalam menjaga persatuan Indonesia terbukti dengan dapat diredamnya pergerakan Permesta, DI/TII, G30S, kerusuhan di Ambon, Poso dan Papua.
Namun dewasa ini kamu intoleran, mulai bermaksud mengganggu persatuan Indonesia dengan memainkan isu-isu SARA dalam berpolitik. Isu SARA tersebut dibumbui ketaatan pada agama dan menjurus radikal yang tentunya jika terjadi pembiaran dapat mengancam persatuan NKRI.
Maraknya sikap intoleransi tersebut juga didukung oleh perkembangan teknologi informasi
Negara dengan alat-alatnya harus mencari stimulasi yang manjur mujarab dalam meredam pergerakan kaum intoleran, baik intoleransi agama maupun suku bangsa dan budaya. Kesadaran masyarakat Indonesia harus lebih ditumbuhkan agar tetap menjaga sikap toleransi diantara warga negara, baik toleransi kepada pemeluk agama lain, toleransi terhadap suku bangsa dan budaya lain di Indonesia.
Disamping itu negara harus pula membuat peraturan yang responsive semata-mata demi terjaganya dan kokohnya NKRI dengan tetap memperhatikan kebebasan berpendapat dan HAM.
Kebebasan berpendapat dan HAM tidak boleh bebas sebebasnya, harus ada pembatasan berdasarkan aturan dan sanksi yang dibuat dan disahkan oleh alat negara sebagai cerminan negara demokrasi.
Jika terdapat pelanggaran terhadap aturan yang berpotensi memprovokasi dan memecah belah harus dilakukan tindakan yang tegas. Pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan akan menjadi preseden buruk bagi penegakkan hukum.
Pemahaman kebaikan dan berbuat baik menjadi kodrat manusia harus dihayati, karena pada dasarnya manusia cenderung suka melakukan kebaikan, jika dia berbuat jahat bisanya dilator belakangi oleh keterpaksaan dan akan segara menjadi baik kembali.
Agama juga mengajarkan kebaikan dan berbuat baik, penyelesaian sengketa melalui kekerasan (dalam skala kecil pertikaian/pertengkaran fisik dan dalam skala besar terjadi perang) sudah tidak lagi sesuai dengan kodrat dan nalar berpikir manusia.Â
Penyelesaian secara damai setiap perselisihan telah mulai dikembangkan di seluruh dunia. Hal itu terbukti dengan tidak adanya lagi (setidaknya jauh berkurang) penjajahan pada bangsa lain, perang dingin dan pembatasan senjata nuklir, yang berarti cara-cara kekerasan dalam memaksakan kehendak sudah tidak boleh dan tidak relevan lagi dilakukan.
Dalam mempertahankan persatuan NKRI, negara dan alat-alatnya harus bertindak secara adil dan bermanfaat dalam menyelesaikan pertikaian antar warga negara. Aparat harus bertindak sesuai aturan hukum dan SOP yang telah dibuat. Tokoh-tokoh dan kelompoknya diluar alat negara tidak boleh memprovokasi dan melakukan persekusi agar tidak memperkeruh situasi jika terjadi perselisihan. Semua masyarakat harus mampu memberikan kesejukan dan semangat melakukan kebaikan bersama sehingga persatuan NKRI yang berbhineka akan tetap berdiri kokoh dan makin kuat.
MERDEKA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H