Mohon tunggu...
Komang Agus Suartama
Komang Agus Suartama Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ilmu Komunikasi

Lelaki berbadan tambun yang suka baligrafi, penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antropologi Sosial Budaya: Barong Landung Sebagai Bentuk Budaya yang Lahir Dari Alkuturasi Kebudayan Bali dan Tionghoa

24 Oktober 2023   21:32 Diperbarui: 24 Oktober 2023   21:46 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pulau Bali merupakan salah satu wilayah yang ada di Indonesia yang terkenal akan
kebudayaan dan adatnya yang adi luhung. Kebudayaan yang ada di Bali khususnya seni tarinya
menjadi daya tarik tersendiri. Seiring dengan perkembangan jaman budaya terus mengalami
perkembangan karena masyarakatnya yang terus melakukan berbagai inovasi, di Bali sendiri masyarakatnya berhasil dalam menjaga tradisinya dan terus mengembangkan inovasi-inovasibaru sehingga budaya yang dimiliki tetap bertahan di mata dunia dan tidak tergerus oleh zaman.

Selain itu bali juga terkenal akan konsep Tri Hita Karanya dimana masyarakat Bali mampumenyeimbangkan hubungan antara tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia danmanusia dengan lingkungannya sehingga budaya yang dimiliki masyarakatnya tetap ajeg.

Salah satu budaya Bali yang sering ditampilkan adalah seni tarinya, dimana salah satuseni tari yang kental akan budaya alkuturasinya adalah Barong. Barong merupakan salah satutarian sakral yang ditarikan pada saat upacara agama hindu di Bali. Menurut Bandem barongadalah topeng yang berwujud binatang mitologi yang memiliki kekuatan gaib dan dijadikanpelindung masyarakat Bali (Ni Made Ayu Erna, 2020:276). Barong itu sendiri terdiri daribeberapa jenis seperti barong bangkal, barong landung, barong lembu, barong gajah dan jenisbarong lainnya. Barong merupaka simbolisasi dharma sebagai pelindung umat hindu di Bali.

Berbicara mengenai barong, salah satu jenis barong yang ada di Bali adalah baronglandung. Barong landung merupaka perwujudan Sri Jayapangus yang merupakan raja penguasaBali kuno yang dijadikan simbol harmonisasi antara kebudayaan Bali dan kebudayaanTionghoa. Barong Landung, dilihat dari namanya, memiliki bentuk yang tinggi. Landungberarti tinggi. Wujudnya berupa manusia dengan tinggi bisa mencapai 3 meter. BarongLandung banyak dijumpai disekitar Bali Selatan, seperti Badung, Denpasar, Gianyar, Tabanan.Barong landung ini digunakan untuk sarana pemujaan dewa (tuhan) yang sering kita sebutpratima/pralingga. Barong ini juga diyakini akan memberikan perlindungan kepada masyarakatyang ada di Bali.

Alkuturasi merupakan percampuran dua atau lebih kebudayaan membentukkebudayaan baru tanpa meninggalkan kebudayaan aslinya. Dalam kehidupan sehari-harikhususnya kita sebagai umat beragama hindu di Bali, alkuturasi ini dapat kita lihat pada baronglandung. Barong landung ini mengalamai alkuturasi antara kebudayaan Bali dan kebudayaanTionghoa. Alkuturasi ini berawal ketika pemerintahan raja Sri Jayapangus yang memerintah dikerajaan Balikang. Di masa pemerintahannya kehidupan rakyatnya sangat tentram danmakmur, isu kemakmuran ini sampai terkenal di negeri Tionghoa yang membuat pedagangTionghoa berbondong-bondong datang untuk membangun relasi dengan raja Jaya Pangus.Disinilah raja Jaya Pangus menemukan wanita Tionghoa dambaannya bernama Kang Cing We, kemudian meminang putri saudagar tersebut untuk menjadi permaisurinya.

Dari pernikahan tersebut, selama bertahun-tahun raja Jaya Pangus pun belum dikaruniai 

seorang buah hati yang menyebabkan kesedihan yang begitu mendalam dari pihak kerajaan 

Balikang, karena sejak saat itu hampir setiap tahunnya perayaan ditiadakan. Maka dari itu raja 

Jaya Pangus memutuskan untuk pergi berkelana memperoleh pencerahan. Perjalananpun di 

mulai, dalam perjalanan raja Jaya Pangus terdampar di kaki Gunung Batur dan disana ia 

memutuskan untuk melakukan meditasi. Kehadiran raja Jaya Pangus ini memikat hati seorang 

dewi bernama Dewi Danu. Dewi Danu ini menggoda raja Jaya Pangus saat melakukan meditasi 

hingga raja Jaya Pangus tergoda dan memutuskan untuk meminang Dewi Danu.

Waktupun berlalu, bertahun-tahun Kang Cing We menanti kepulangan raja Jaya 

Pangus hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyusul suaminya. Hingga suatu ketika ia 

terdapar ditempat raja Jaya Pangus dahulu terdampar, disana ia menemukan seorang anak yang 

tidak lain adalah keturunan dari raja Jaya Pangus dan Dewi Danu. Mengetahui hal tersebut, 

Kang Cing We tidak terima dengan kenyataan tersebut dan menyerang dewi danu hingga 

timbul peperangan yang sengit. Akhirnya raja Jaya Pangus memilih untuk melindungi Kang 

Cing We dari serangan Dewi Danu karena cinta dari permaisuri pertamanya itu tak akan 

tergantikan dan akhirnya Dewi Danu mengutuk Kang Cing We dan raja Jaya Pangus menjadi 

patung. 

Dengan dikutuknya Kang Cing We dan raja Jaya Pangus menjadi patung, membuat 

luka mendalam bagi kerajaan Balikang. Pemerintahan di kerajaan Balikang diteruskan oleh 

keturunan dari raja Jaya Pangus dan Dewi Danu. Dewi Danu berpesan kepada rakyat kerajaan 

Balikang untuk tetap menghormati mendiang raja Jaya Pangus dan Kang Cing We. Kedua 

sosok inilah yang dianggap sebagai simbolisasi cinta sejati dan pelindung. Nah, dari cerita ini 

kemudian masyarakat kita menyimbolkan keagungan raja Jaya Pangus dan Kang Cing We 

dalam bentuk barong landung.

Pada dasarnya alkuturasi ini terjadi apabila terjadi percampuran budaya yang berbeda tanpa 

meninggalkan budaya aslinya. Sejarah lahirnya barong landung yang merupakan salah satu 

alkuturasi buda di Bali, tidak terlepas dari adanya pernikahan raja Jaya Pangus dengan putri 

pedagang Tiongkok Kang Cing We yang notabene memiliki kebudayaan yang berbeda. Dari 

dua kebudayaan ini membentuk sebuah kebudayaan baru akan tetapi masih tetap 

mempertahankan kebudayaan aslinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun