Diceritakan, dahulu sebelum kebijakan diterapkan mussala yang dikelolanya setiap sore dipenuhi anak-anak belajar mengaji. Mereka datang dari berbagai level sekolah. Bagi mereka yang kategori pandai ikut membimbing adik-adiknya.
Pemandangan indah semacam ini selalu tersaji di mussala tersebut. Para orang tua anak pun sebagian ikut menunggui. Kegiatan ini biasanya diakhir dengan salat Maghrib berjamaah.
Kini setelah kebijakan itu diterapkan, hanya segelintir anak yang datang. Itu pun mereka datang terlambat dengan kondisi sudah payah dengan kegiatan di sekolah.
Ketika muncul ide untuk menggesernya setelah Magrhrib, sebagian besar anak menolak. Sebab mereka masih harus mengerjakan tugas-tugas lain.
Situasi semacam ini jelas sangat mengkhawatirkan. Di saat anak-anak menghadapi gelombang informasi lewat internet yang begitu dahsyat, mereka tidak punya perisai lagi untuk menangkalnya.
Kegiatan mengaji yang semula diharapkan mampu memberi bekal, tidak dapat lagi dilakukan. Sementara itu kalau hanya mengharapkan jam Pelajaran Pendidikan Agama yang hanya sekali seminggu, jelas sangat kurang.
Padahal sebagai salah satu kegiatan nonformal, kegiatan mengaji yang dikelola dalam bentut TPA sangat berguna. Minimal mampu menampung anak-anak dalam kegiatan yang positif.
Lembah Tidar, 9 Juli 2024