Hampir 7 tahun penerapan PPDB Sistim Zonasi membuat masyarakat sebagian mulai terbiasa. Protes berkepanjangan yang terjadi saat awal penerapan, perlahan berkurang. Secara perlahan masyarakat mulai menyesuaikan diri.
Namun di balik penyesuaian tersebut, tidak dapat dimungkiri, sebagian besar masyarakat pun mulai melakukan serangkaian langkah antisipasi. Baik dalam bentuk legal maupun illegal. Hal ini ini memudahkan buah hatinya tembus ke salah satu sekolah negeri favorit.
Selain penyesuaian yang dilakukan orang tua, sekolah-sekolah negeri pun mulai pasrah dengan keadaan. Sekolah favorit yang semula begitu mudah dalam mengelola siswanya, kini pun harus menyesuaikan untuk mengolah siswa dengan tingkat akademik relatif rendah yang masuk karena zonasi.
Lain dengan masa sebelumnya. Mereka dapat melakukan seleksi atas calon siswanya. Sebab saat itu ukuran penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari satuan pendidikan sebelumnya.
Sekolah Swasta pun Terdampak PPDB Sistim Zonasi
Diakui atau tidak, PPDB Sistim Zonasi pun pada akhirnya memberikan dampak siginfikan pada sekolah-sekolah swasta. Keleluasaan mereka selama ini dalam menjaring calon siswa pun terganggu dengan sistim ini.
Dampak itu berjalan seiring berjalannya waktu. Hingga pada saatnya ibarat hukum rimba yang berlaku. Hanya sekolah swasta yang 'kuat' yang mampu bertahan.
Dampak PPDB Sistim Zonasi bagi Sekolah Swasta Biasa
Bagi sekolah swasta kategori biasa, penerapan sistim zonasi tidak ubahnya sebagai sebuah cara suntik mati atas keberadaan mereka. Penerapan PPDB dengan mensyaratkan jarak rumah tinggal dengan sekolah tujuan, memudahkan sebagian calon siswa untuk memilih sekolah negeri.
Dalam sebagian besar masyarakat memang masih terbangun keinginan untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Alasan yang mendasari biasanya adalah murahnya biaya pendidikan.
Kecenderungan ini muncul biasanya dari kalangan menengah ke bawah dan kemampuan akademik rendah. Sistim zonasi membuat mereka tidak harus bertarung menggunakan prestasi nilai untuk masuk sekolah negeri.
Sebelum sistim zonasi berlaku, golongan inilah yang menjadi sasaran sekolah-sekolah swasta biasa. Pasca pengumuman PPDB sekolah negeri, mereka kebanyakan kebingungan karena belum mendapatkan sekolah, maka satu-satunya pilihan adalah sekolah-sekolah swasta tersebut.
Menyuburkan Sekolah-Sekolah Swasta Bonafid
Jika PPDB sistim zonasi menghancurkan sekolah swasta biasa, tidak dengan sekolah-sekolah swasta bonafid. Mereka justru merasakan 'madu' PPDB sistim zonasi.
Hal ini terlihat dari para orang tua dengan tingkat ekomomi bagus, yang memilih sekolah swasta tersebut sebagai pilihan bagi anak mereka. Biaya berapa pun yang dibebankan, mereka sanggupi.
Kecenderungan iniu muncul disebabkan sekolah-sekolah negeri favorit kini tidak lagi 'steril'. Jika sebelumnya sekolah-sekolah ini berisikan siswa dengan tingkat akademik tinggi, kini tidak lagi.
Dengan penerapan sistim zonasi, paling tidak 55% siswa yang diterima datang dari penduduk sekitar sekolah tersebut. Mereka-mereka inilah yang masuk hanya didasarkan jarak rumah tinggal dengan sekolah tersebut.
Berdasarkan input yang tidak seperti dahulu lagi, muncul kekhaewatiran merosotnya mutu sekolah-sekolah negeri favorit tersebut. Sehingga dari pada harus menanggung berbagai akibat, mereka memilih sekolah swasta bonafid sebagai pilihan.
Di sisi lain, sekolah-sekolah negeri favorit pun harus merasakan imbasnya terkait input yang masuk.
Gambaran inilah yang saat ini terjadi. Potret kontardiktif tutupnya sekolah-sekolah swasta biasa dan makin berjayanya sekolah-sekolah swasta bonafid.
Lembah Tidar, 4 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H