"Belum tahu."
Dialog singkat ini tersaji di sebuah sekolah pinggiran menggambarkan betapa bangku kuliah bukan segalanya bagi sebagian anak. Beberapa anak menyatakan kemauan kuatnya, sebagian ragu-ragu, dan sebagian lagi mantap untuk bekerja.
Jika diamati, faktor ekonomi menjadi faktor utama. Ada tiga strata di kelas tersebut, dari mulai yang mampu, kelas menengah yang ragu-ragu dengan kemampuannya, dan ketiga jelas tidak mampu.
Inilah realita yang ada di masyarakat saat ini. Suka atau tidak, itu kenyataannya. Sebagian masyarakat memang tidak membutuhkan bangku kuliah untuk masa depan mereka untuk masa depannya.
Sebab saat mereka massih sekolah pun, sebagian anak sudah hidup di dua alam. Mereka juga bekerja di sela-sela kegiatan belajarnya. Sehingga wajar jika prestasi akademik mereka pun tidak secemerlang anak lain yang fokus dengan belajarnya.
Golongan inilah yang pada dasarnya memandang bangku kuliah bukan segalanya. Mereka memilih bekerja sesuai dengan bekal yang dimilikinya, karena tidak ada pilihan lain.
Maka seharusnya yang menjadi pemikiran pemerintah justru menyasar pada beberapa anak yang secara ekonomi tidak mampu, namun kemampuan akademik mereka sangat bagus.
Penyediaan bea siswa yang tepat sasaran menjadi cara untuk memfasilitasi mereka. Sebab bukan tidak mungkin mereka dapat lahir sebagai generasi cemerlang pada saatnya.
Termasuk pula kisruh tentang pembelian KIP Kuliah yang disinyalir salah sasaran. Verifikasi yang lebih valid dari kampus sangat diperlukan untuk mengatasi kebocoran ini, termasuk pemberian sangsi bagi pelanggarnya.
Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, kenaikkan UKT bisa menjadi sarana subsidi silang bagi kelompok tertentu yang lebih membutuhkan.
Lembah Tidar, 25 Mei 2024