Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengembalikan Sekolah sebagai Taman bagi Anak, Mungkinkah?

24 Januari 2024   17:47 Diperbarui: 24 Januari 2024   22:12 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar tawa polos anak-anak sekolah yang kini jarang ditemukan di sekolah (Sumber gambar: pixabay.com)

Mungkin jarang dari orang tua atau guru membayangkan apa yang harus ditelan anak-anak selama berada di sekolah. Apa yang mereka rasakan dan dapatkan seharian berada di sekolah.

Pada beberapa tempat yang menerapkan  5 hari sekolah, anak berada di sekolah mulai jam 7 pagi hingga setengah 4 sore. Selama sehari itu mereka menelan 4 hingga 5 mata pelajaran.

Di lingkungan sekolah itu pula mereka dituntut mengembangkan kemampuannya dalam 3 ranah. Mulai dari ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Ujung-ujungnya terbentuk menjadi seorang anak sesuai dengan tuntutan tujuan Pendidikan nasional.

Bagi yang sekedar membayangkan saja, pasti terasa berat. Sebagian guru yang mampu menanam empati pada mereka, merasakan beban berat tersebut. Karena praktis waktu mereka habis di sekolah, sepulang sekolah pun  mereka masih dibebani PR.

Pemandangan inilah yang saat ini menimpa sebagian besar anak-anak sekolah di Indonesia. Penerapan fulldays school atau sekolah lima hari diyakini membantu anak menjadi sosok pelajar idaman.

Jika mau berbicara jujur, apa yang diharapkan denga napa yang di lapangan seakan jauh panggang dari api. Keberadaan anak seharian di sekolah bukannya membuat mereka nyaman, justru mereka merasa terpenjara.

Mengharapkan sekolah mampu mewadahi semua kegiatan sekaligus mendidik anak sesuai tuntutan kurikulum, jelas tidak mungkin. Sekolah dan para guru pasti mempunyai banyak keterbatasan.

Mengharapkan anak terbebas dari pengaruh negative karena pergaulan di luar sekolah dengan seharian berada di sekolah, itu pun tidak mungkin. Ketidakmampuan mereka beradaptasi justru menjadi boomerang.

Bumerang tersebut berupa berbagai perilaku menyimpang akibat ketidakmampuan mereka menerima jejalan materi pelajaran dan lain-lain. Ironisnya lagi sebagian guru tidak mau mengerti kondisi ini. Mereka menjejalkan apa yang ada di benaknya pada anak yang jelas sudah tidak mampu menerima lagi.

Satu hal yang harus disadari kemampuan anak menyerap apa yang disampaikan guru tidak sama. Apalagi saat pembelajaran memasuki jam-jam terakhir setelah jam 12 siang. Dapat dipastikan kondisi anak sudah tidak sesegar di pagi hari, dan mereka masih dituntut untuk menyerap tumpukan materi pelajaran.

Hal berbeda terjadi puluhan tahun lalu. Saat jam sekolah masih berjalan normal. Anak masih punya waktu untuk bermain sepulang sekolah. Justru di lingkungan bermain ini mereka menemukan hal-hal yang tidak didapat di sekolah.

Sementara itu untuk urusan Pelajaran sudah selesai sampai jam 2 saja. Kalaupun berlanjut, pada malam hari saat mereka mengerjakan PR. Dalam situasi ini, suasana saat anak berada di sekolah benar-benar menyenangkan tak ubahnya berada di taman.

Ujung dari semua itu, semua kemampuan anak berkembang seimbang antara kognitif, psikomotor, maupun afektif.

Lembah Tidar, 24 Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun