Semua berjalan apa adanya, proses belajar mengajar begitu alami tanpa ditunggangi berbagai program-program titipan.
Target tidak muluk-muluk pun ternyata berlaku pula pada kehidupan sehari-hari para guru. Kecilnya penghasilan yang mereka terima, membuat mereka harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Boleh dibilang kerja sambilan menjadi salah satu cara untuk pemenuhan itu.Â
Bagi mereka mengajar dan memenuhi kebutuhan keluarga menjadi sesuatu yang sama pentingnya. Pemerintah sendiri melalui dinas terkait pun tidak mempermasalahkan, sejauh tugas utama mengajar tetap dilakukan.
Tiadanya tuntutan atau pun target-target muluk-muluk itu tentu saja merupakan sebuah konsekuensi. Ketidakmampuan pemerintah memberikan penghasilan yang memadai menjadi salah satu penyebabnya. Sehingga saat sang guru membanting tulang dengan kerja sambilan, menjadi sebuah hal yang patut dimaklumi pada saat itu.
Saat situasi keuangan negara semakin membaik, salah satunya ditandai dengan kemampuan pemerintah meningkatkan kesejahteraan guru, baik secara materiil maupun non materiil semua berubah.Â
Deretan tuntutan dan target bagi seorang guru pun mulai rapi berbaris di belakang peningkatan kesejahteraan yang diberikan. Pengawasan kinerja pun, seakan menjadi paket lengkap. Guru tidak dapat lagi semau gue meninggalkan kelas seperti zaman dahulu.
Hal ini dipandang dari segi apapun adalah sesuatu yang lumrah. Ibarat kata tidak ada makan siang gratis. Demikian pula, tidak ada peningkatan kesejahteraan tanpa diikuti berbagai tuntutan atau pun target.Â
Maka mau tidak mau, inilah yang harus dihadapi dan dilakukan para guru. Hak yang mereka terima harus berbanding lurus dengan kewajiban yang harus dilakukan. Ini yang namanya impas.
Lembah Tidar, 4 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H