Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Pernah Berpikir Normal Saat Pandemi Melanda

17 Maret 2022   17:40 Diperbarui: 17 Maret 2022   17:41 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi siswa saat mengikuti pembelajaran daring. (sumber gambar: tempo.co)

Suasana siang di ruang guru di sebuah sekolah tampak ramai. Beberapa guru yang ada, duduk berkelompok sesuai dengan kelompok masing. Riuh rendah suara obrolan pun seketika memenuhi ruangan. Dari mulai yang remeh temeh hingga yang ilmiah. Ramai pokoknya.

Dari kelompok ibu guru, terdengar obrolan yang luar biasa. Saling sahut di antara peserta terdengar dari kejauhan. Ternyata topic yang mereka bahas adalah perilaku para siswa saat pembelajaran daring dilaksanakan. Hampir semua kalimat yang diucapkan setiap guru senada. Apalagi kalau bukan keluhan.

Mulai dari ketidakhadiran mereka dalam zoom atau apalah namanya. Adanya beberapa siswa yang tugas dan ulangan hariannya kosong sama sekali. Belum lagi tugas atau ulangan yang dikumpulkan, satu kelas isinya sama semua. Mereka hanya copy paste pekerjaan temannya, lalu dikumpulkan lewat intenet. Dan seabreg masalah lain.

Pembahasan semacam ini tentu saja mengundang senyum sebagian guru. Masalahnya, sejak pandemic melanda  dunia termasuk Indonesia, masalah inilah yang mengemuka. Pembelajaran daring yang diterapkan, ternyata tidak sesuai dengan kemauan para guru.

Dalam benak para guru para siswa dengan tekun mengikuti pembelajaran baik melalui media video, maupun yang hanya mengandalkan chat. Mereka tidak hanya ada saat presensi, setelah itu lenyap. Para siswa beranggapan bahwa mereka telah hadir setelah melakukan presensi.

Demikian pula para guru menghendaki siswa pun tekun mengerjakan tugas maupun ulangan. Mereka dapat menggunakan berbagai sumber yang ada, baik catatan, buku, atau sumber lain yang ada di internet. Setelah itu, setiap siswa mengirimkan tugasnya lewat jejaring. Demikian pula saat ulangan atau pun ujian yang dilakukan secara daring. Setiap anak dengan tekun di rumah masing-masing menghadapi soal-soal yang ada.

Gambaran-gambaran itulah yang bermain indah di benak para guru. Mereka lupa bahwa pembelajaran yang diterapkan adalah pembelajaran daring. Mereka tidak mempunyai akses secara sempurna untuk melakukan pengawasan terhadap siswa selama pembelajaran berlangsung. Berbeda dengan saat pembelajaran dilakukan secara tatap muka.

Barangkali inilah yang perlu disadari para guru. Pembelajaran daring sangat membatasi peran penuh mereka. Sehingga jangan pernah mengharapkan capaian ideal dalam pembelajaran. Apalagi tahun ini adalah tahun kedua pembelajaran model daring gegara meluasnya sang virus. Apa yang harus dilakukan adalah mencoba maklum dengan keadaan.

Lalu bagaimana guru akan memberikan nilai terhadap siswa yang menjadi tanggung jawabnya. Nah dalam hal ini, perlunya langkah terobosan yang harus diambil para guru. Mereka harus mampu melakukan langkah penilaian melalui cara lain. Sebab jujur saja, kemampuan kognitif maupun psikomotor siswa tidak dapat diukur secara valid. Karena bukan tidak mungkin seorang siswa dengan kategori bodoh memiliki nilai sama tingginya mereka yang berada dalam kategori pandai.

Langkah yang dapat diambil adalah menekankan pada sisi afektif, atau sikap. Caranya adalah dengan melakukan pengamatan keaktifan siswa saat pembelajaran daring berlangsung. Ketika siswa bersedia hadir dalam kegiatan, sudah menjadi satu poin. Kemudian yang tak kalah penting adalah aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, mulai dari bertanya, menjawab pertanyaan, mendebat, dan lain-lain.

Demikia pula dengan penilaian terhadap tugas maupun ulangan. Guru dapat saja menilai dari ketepatan siswa dalam mengumpulkan ulangan. Sebab secara logika, siswa yang berada pada kategori pandai pasti akan lebih dahulu mengumpulkan hasil ulangan ataupun tugas. Dan pada rekap akhir semester, guru dapat juga menilai dari kelengkapan tugas atau ulangan yang dikumpulkan siswa.

Nah, langkah itu yang dapat dilakukan. Karena kalau hanya mengeluh saja, tidak akan pernah ada habisnya. Ujung-ujungnya kita malah pusing atau stress sendiri. Maka kembali pada masa pandemi ini, jangan pernah berpikir normal. Sebab semua serba berkebalikan, seperti dalam film kartun Sponge Bob tentang hari kebalikan.

Lembah Tidar, 17 Maret 2022  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun