Kisruh bantuan sosial antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan Istana, menambah panjang deretan masalah antara keduanya. Hal ini paling tidak dimulai dari penanganan bencana banjir di ibu kota hingga penanganan wabah Corona. Setiap kebijakan yang diambil oleh salah satu pihak, pasti akan ditanggapi dengan kebijakan yang sebaliknya.
Kejadian-kejadian ini tak ubahnya film kartun Tom and Jerry yang selalu saling bertengkar. Kedua belah pihak merasa langkahnya yang paling benar. Dan di sisi lain, terkesan memaksakan apa yang menjadi kebijakannya.Â
Kesan saling unjuk kemampuan mengatasi masalah nampak sekali di dalamnya. Dan hal ini diperkeruh dengan munculnya pihak-pihak yang berada di belakang mereka. Aroma politis sangat kentara di dalamnya.
Langkah Anies Baswedan, selaku gubernur DKI Jakarta yang selalu berseberangan sering mengundang tanda tanya besar. Adakah langkah ini merupakan bentuk untuk menunjukkan kompetensi yang dimiliki ataukah hanya sekedar asal berbeda. Keduanya nampak sumir. Maka tidak mengherankan Anies Baswedan harus berhadapan face to face baik dengan presiden atau para menteri.
Belum hilang dari ingatan kita, saat Anies Baswedan berdebat dengan menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Perdebatan mengenai penanganan banjir musiman di Jakarta. Langkah normalisasi sungai di jakarta dijawab dengan konsep naturalisasi, dengan memberdayakan pengembangan ruang terbuka hijau dan lain-lain.
Demikian juga saat presiden mengatakan penyebab banjir Jakarta adalah sampah. Dengan enteng Anies mengatakan di bandara Soekarno Hatta tak ada sampah, tapi tetap ada banjir.
Demikian pula berkaitan dengan penanganan penyebaran wabah Korona. Langkah pemerintah provinsi DKI Jakarta terbilang reaktif. Saat istana belum berpikir tentang lockdown ataupun karantina wilayah, Anies sudah mengeluarkan wacana itu. Hal ini sebagai bentuk protes halus terhadap langkah istana yang dinilai lambat.
Termasuk pula dalam penyampaian korban virus Korona. Data yang disampaikan oleh Anies hampir dua kali lipat dari apa yang disampaikan oleh juru bicara Percepatan Penanganan Covid-19, Akhmad Jufriyanto.
Deretan perselisihan ini mendatangkan tanda tanya besar dari sebagian kalangan. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan pertarungan tahun 2024. Sebuah pertarungan yang dapat dipastikan menghadirkan para jagoan baru. Karena sesuai aturan presiden Joko Widodo tidak boleh mencalonkan lagi. Sementara di sisi lain partai berlambang banteng sampai hari ini belum mempunyai calon yang digadang-gadang untuk bertempur.
Langkah Anies yang selalu berseberangan, bukan tidak mungkin  menjadi langkah yang kontra produktif. Sikapnya yang selalu tidak selaras, justru akan mendorong para pemilih untuk menjauhinya. Apalagi sampai hari ini Anies Baswedan belum mempunyai kendaraan yang pasti.