Kekhawatiran yang dirasakan oleh pemerintah, ternyata berbanding terbalik dengan apa yang ada dalam benak para calon pemudik. Jika pemerintah berbicara tentang penyebaran virus Korona, mereka justru berbicara masalah urusan perut. Hancurnya sektor perekonomian berakibat pada terhentinya arus rupiah ke kantong mereka. Dan jika hal ini yang terjadi maka, urusan perut menjadi masalah yang tidak bisa ditolerir lagi.
Janji pemerintah tentang bantuan sosial, tetap tidak mampu menenangkan mereka. Prinsip mereka lebih baik mudik dari pada harus kelaparan di negeri orang. Karena di kampung mereka menganggap urusan perut akan lebih mudah teratasi. Atau mungkin mereka memegang ungkapan Jawa lama, mangan ora mangan kumpul.
Situasi rumit semacam ini jelas menerpa kedua belah pihak, baik pemerintah maupun kaum pemudik. Semua mempunyai alasan yang dapat diterima akal. Namun bagaimana lagi, keduanya ibarat di hadapkan pada buah simalakama. Jika dimakan mati ibu, kalau tidak di makan matilah sang ayah. Mana yang mau dikorbankan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H