Mohon tunggu...
Agus Setiadi Sihombing
Agus Setiadi Sihombing Mohon Tunggu... Penulis - Stay humble and being life-long learner!

Mewujudkan impian dengan menghadirkan mimpi bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemimpin Impian Indonesia dalam Perspektif Kepemimpinan Abad 21

14 September 2019   23:59 Diperbarui: 15 September 2019   00:16 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memilih pemimpin baik pemimpin di daerah hingga pemimpin negara merupakan agenda tahunan bagi negara Indonesia. Indonesia yang telah memercayai sistem pemerintahan berlandaskan demokrasi memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada rakyat dalam menentukan pemimpin yang tepat untuk masa jabatan yang cukup lama. 

Pemimpin ini nantinya diharapkan dapat menjadi representase teriakan aspirasi dan kebutuhan rakyat terhadap pembangunan manusia dan kehidupan sosial yang merata dan berkeadilan. 

Oleh sebab itu, tidak dapat ditampik bahwa rakyat menaruh harapan yang sangat besar terhadap pemimpin yang akan menduduki singgasana-singgasana di daerah maupun maha-singgasana di istana negara.

Namun, kenyataan yang terjadi saat ini justru memberi pukulan keras bagi daerah ataupun negara. Hasil di lapangan menunjukkan fenomena penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan serta keterlibatan dalam lingkaran kriminalitas kerap melanda para pemimpin yang telah diamanahkan rakyat dan dianggap sebagai perwakilan suara rakyat. 

Korupsi, gratifikasi, pelecehan seksual, hingga penyalahgunaan narkoba merupakan beberapa contoh dari kasus dan pelanggaran yang menjerat para pemimpin daerah serta menjadi pemberitaan tahunan di media massa atau media sosial. 

Hal tersebut semakin mengecewakan tatkala kekuasaan pemerintahan yang berlangsung juga mengalami kegagalan operasi kepemimpinan. Imbasnya, banyak pemilih yang berpikir dua kali atau bahkan urung menjatuhkan pilihannya saat pesta demokrasi tiba. 

Berdasarkan data PSV (Perkumpulan Swing Voters) dalam laporannya di CNN Indonesia tahun 2018, angka swing voters (massa mengambang) mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. 

Dimulai dari 7,3% pada Pemilu 1999, 15,9% pada Pemilu 2004, 21,8% pada Pilpres putaran I tahun 2005, dan 23,4% pada Pilpres putaran II tahun 2005. 

Kemudian pada Pileg 2009 terdapat 29,3% golput, sebanyak 28,3% pada Pilpres 2009, 24,8% pada Pileg 2014, dan 29,1% pada Pilpres 2014. Sementara pada pemilu 2019 mendatang, BBC Indonesia melaporkan sebanyak 40% suara masih dikuasai oleh swing voters. 

Persentase swing voters tersebut berpotensi mendulang pemilih golput sebesar 25% sampai 28% suara. Artinya, besarnya persentase tersebut mengindikasikan bahwa rakyat telah dewasa dan penuh kehati-hatian dalam keikutsertaannya pada kontestasi demokrasi. 

Rakyat (pemilih) juga mulai cerdas dalam melakukan penilaian ataupun pertimbangan yang rasional terhadap calon pemimpinnya. Oleh karena itu, akan menjadi miris bila golput terjadi akibat kesulitan mencari pemimpin yang ideal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun