Hiruk irama genting kabarkan gembira hadirmu, setelah bertahun dirindu dalam peluk hangat mentari yang bersetia dengan terik lapangkan hati ajarkan arti sabar sebenar. Hadirmu sungguh menyejukkan.
Usai sudah penat sesaat saat sendu memandang derasmu tumpahkan rindu. Air mata beriring rintikmu sungguh tak mampu sembunyikan butuhku tentangmu, maka jangan pergi jauh lagi.
Janji menemani beriring langkah seperti dulu berlari mengejar mimpi yang tinggal sejengkal kita raih. Terus berjuang dan tangguhlah. Terpenting jangan ingkari. Pun aku selalu percaya seperti hadirmu kini.
Agenda yang pernah direncana ternyata masih panjang dan banyak yang harus dikerjakan maka bergegaslah untuk segera berbenah menata langkah. Untuk asa bahagia, jadi tetap semangatlah.
Namamu telah terpatri kokoh menjadi prasasti penanda di sampul kisah lakonan ini. Jadi, sekali lagi tetap di sini temani langkahku meraih mimpi.
***
Enggan mengakui bahwa tanpamu beban berasa berat sungguh. Hadirmu adalah suluh penerang gulita pemandu arah langkah.
Nelangsa sungguh berjuang sendiri tak tentu arah tak jelas apa yang dituju. Biduk melaju tanpa cita tanpa pandu hidup segan mati tak mau. Manusia tak selucu itu bukan? Saat hidup tanpa mimpi sesungguhnya engkau telah mati. Suri.
Gulita akan selamanya pekat saat tak kau upayakan terang cahaya pun langkah yang tertempuh sia-sia belaka karena tak ada yang kau tuju. Rehat sejenak, benahi hati tata perbekalan kembali, dan bangunlah kembali mimpi karena ia adalah api.
Kaji kembali jalanan yang telah kau lalui, sampai di manakah kini. Sungguhkah telah sesuai dengan bisik hati menuju mimpi ataukah telah jauh tersesat? Sekali lagi, rehat dan pikirkan kembali. Bila perlu mundur selangkah dua langkah untuk melompat lebih tinggi. Hidup tak serumit itu, jadi jangan persulit.
Aku percaya pada hatimu karena bukankah engkau tahu di situ dititipkan pula hatiku hingga sedihmu pun aku turut merasa. Jadi, ku minta percayalah juga pada hatimu karena bisiknya nan lirih adalah suara kebenaran yang terpendam. Tatalah ia dan bila waktu itu tiba melangkahlah bersamaku, terus jangan pergi lagi. Tetaplah di sini karena mimpimu bukankah aku sebagaimana mimpiku juga tentangmu?
Usah lara sendiri, berbagilah. Bukankah telah berkali ku katakan, bahuku tersedia untukmu bersandar jadi tangguhlah dan terus bersemangatlah. Aku masih di sini, untukmu...
***
Kadar pahit sedikit manis mengingatkanku akan perjalanan yang telah, tengah, dan akan ditempuhi. Pelajaran berharga dalam menikmati kopi pagi ini seperti kisah yang telah, tengah, dan akan dijalani. Ada kamu yang selalu membersamai walau raga dipisah jarak hingga kita paham betul apa arti rindu.
Onak duri, aral melintang, bahkan badai topan pernah kita rasakan sapaannya, meski sering tak ramah namun tak mampu membuat goyah. Genggamanmu sungguh berasa, pelukmu sungguh menguatkan, dan do'a dalam diammu api semangat tak terpadamkan. Tetaplah bersetia melangkah bersama di sisi menuju one day itu.
Peluh keluh lelah gundah sedih lara dan nelangsa yakinilah adalah keniscayaan sebagai pahit obat yang mendewasakan hingga saat bara juang menyemangati langkah dalam mengejewantahkan gembira suka dan bahagia benar berasa indah dan manisnya. Pahit kopi yang dicecap akan lebih bermakna saat manis gula membersamainya. Tak ada manis tanpa pahit, bukan? Jadi, jangan pernah menyerah membersamaiku meraih mimpi.
Ikhtiar tanpa putus menjanjikan kemenangan sebagaimana kita meyakini proses terbaik hasilkan realita terbaik pula. Teruslah melangkah teruslah berproses karena menua adalah masalah waktu sedang dewasa butuh keteguhan dalam belajar. Waktu yang akan menjadi saksi tentang tangguh perjuanganmu wujudkan mimpi bahagia. Bukankah sering kau bilang waktu mampu merubah segalanya sebagaimana ia mampu mewujudkan segala mimpi? Tegar dan tangguhlah. Jangan lelah untuk terus berjuang.
Banjarnegara, hujan pertama tahun ini, 01112019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H