Mohon tunggu...
Agus Pribadi
Agus Pribadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencoba menghayati kehidupan dan menuliskannya dalam cerita-cerita sederhana. Kunjungi juga tulisan saya di http://aguspribadi1978.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menaklukkan Waktu

25 Maret 2018   09:58 Diperbarui: 25 Maret 2018   10:18 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menaklukkan Waktu

Cerpen Agus Pribadi

Dia adalah seorang jawara di kampungnya. Setiap pertarungan yang dia lakukan selalu dimenangkannya. Tak ada kalah dalam kamus hidupnya. Setiap lawan yang dihadapinya selalu ditaklukannya. Kini, menginjak usianya yang ke-85, ia tengah berpikir sesuatu, yang mungkin menurut orang ngayawara. Dia berpikir bagaimana cara menaklukkan waktu?

Beberapa hari ini, dia terganggu oleh pikirannya sendiri itu. Makan tak enak. Tidur tak nyenyak. Malam-malam yang dilewatinya dihabiskan untuk mencari jawab akan pertanyaan yang dibuatnya sendiri itu.

Kini dia hidup seorang diri di sebuah rumah tua di kampungnya. Istrinya telah meninggal dunia 15 tahun yang lalu. Anaknya semata wayang tinggal di kota dan jarang menjenguknya. Hari-hari yang dilaluinya ia gunakan untuk menanam beraneka tanaman di kebun belakang rumahnya, sambil menunggu orang-orang yang ingin menantangnya berduel.

Entah kapan tepatnya, dia menjadi sering bertarung. Sudah berpuluh-puluh tahun dia mengikuti pertarungan ilegal di sebuah kebun belakang rimbun pohon bambu di ujung kampung dekat rumahnya. Satu persatu orang yang menantangnya selalu ditaklukkannya. Mereka datang dari beragam perguruan beladiri. Mereka datang dari dalam dan luar negeri. Tak ada satupun yang dapat menaklukkannya.

Sejak remaja dia gemar belajar dan berlatih ilmu kesaktian dan kekebalan tubuh. Beragam perguruan bela diri ia ikuti baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Meski usianya sudah 85 tahun, tapi tubuhnya masih tampak segar bugar. Kini dia telah menguasai ilmu jurus tanpa jurus. Saat bertarung dia seperti tak mengeluarkan jurus, namun kecepatan geraknya mendahului gerak angin.

Saat bertarung di arena ilegal, dia tak pernah menghabiskan waktu lebih dari satu menit untuk membuat lawan bertekuk lutut di hadapannya. Sebesar dan setinggi apapun lawan yang ada di hadapannya, hanya satu gerakan tubuh saja, dia mampu menumbangkan lawannya yang terjatuh dengan suara bedebam seperti suara pohon besar yang tumbang membentur tanah.

Selain bertarung di arena ilegal, dia juga seringkali bertarung dengan orang-orang yang ingin mencelakainya. Pernah suatu malam, sekitar sepuluh orang menyerang rumahnya. Dia meladeni orang-orang bertopeng sarung itu. Tak lebih dari satu menit saja, orang-orang bertopeng itu terkapar rebah di atas tanah. 

Malam sebelum dia berpikir untuk menaklukkan waktu, ia bermimpi bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai waktu.

"Aku ingin menantangmu berduel malam ini!"

"Kamu siapa?"

"Aku waktu."

"Kamu mengaku sebagai waktu, apa buktinya?"

"Aku tak perlu membuktikannya."

"Kau keras kepala."

"Kau juga."

Dan mereka pun berduel. Dalam mimpi itu, tak sampai satu menit dia bisa dikalahkan oleh waktu. Saat terbangun dari tidurnya. Dengan tubuh bermandikan keringat, dia menjadi punya pikiran untuk mengalahkan waktu. Ya, waktu. Meski dia sendiri belum paham benar siapa waktu?

***

Malam ini adalah hari ke-10, di mana dia berpikir keras untuk menaklukkan waktu. Selama sepuluh hari itu, dia tidak melakukan pertarungan dengan siapapun. Mungkin sudah tak ada lagi orang di muka bumi ini yang berani menantangnya.

Suara jam dinding di rumahnya terdengar begitu keras.

Tik...tik...tik...

Suara jarum panjang berwarna merah yang bergerak tiap detik itu seperti menantangnya. Sejenak ia menoleh ke arah tembok di ruang tamu, di mana menempel jam dinding berbentuk bulat dan berwarna putih. jam dinding pemberian anaknya yang berkunjung ke rumahnya setahun yang lalu. Dia menyeringai. Dia seperti menemukan jawaban atas pertanyaan yang dibuatnya sendiri sepuluh hari yang lalu. Dia berjalan mendekati dinding di mana jam dinding itu seperti duduk di singgasana kemenangan. Dia terus mendekati benda itu. Tak dihiraukannya suara angin yang berkesiur keras disusul dengan suara petir menggelegar seperti membelah langit. Tak dihiraukannya suara burung hantu yang terdengar bersahut-sahutan tepat di atap rumahnya.

"Hahahaha....hahahaha...hahahaha..."

Dia tertawa seorang diri. Suara tawanya seperti ingin menyaingi suara angin dan petir yang menggelegar. Kini dia sudah mengambil jam dinding itu. Memegangnya dengan kedua tangannya. Dia berpikir apa yang akan dilakukannya untuk menaklukkan jam dinding itu. Dia masih memegang benda itu dengan kedua tangannya. Namun, ada yang beda dengan tubuhnya kini. Kepalanya seperti berputar tujuh keliling. Sekujur tubuhnya bergetar hebat. Jam dinding itu ikut bergerak-gerak karena dipegang oleh tangan yang bergetar. 

"Sekarang kah tiba waktuku?"

Dia masih saja memegang jam dinding itu dengan tangan dan tubuh berguncang. Suara petir masih menggelegar disertai angin ribut di luar. Suara berderak dan berdebam itu tak jelas milik siapa karena bersamaan dengan bunyi petir yang sangat keras, dan juga bunyi burung hantu yang bersahut-sahutan seperti hiruk pikuk suara di keramaian pasar. Dinding-dinding di sebuah ruang tamu di rumah tua itu menjadi saksi apa yang terjadi dengan dia dan jam dinding yang dipegangnya. Apakah dia tumbang terlebih dahulu sebelum membanting jam dinding itu ke lantai. Atau dia membenturkan jam dinding itu ke kepalanya sehingga dia tumbang bersamaan dengan remuknya jam dinding itu.[]

Banyumas, 16 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun