Seperti dikemukakan diatas perhatian dari pasangan Prabowo-Gibran terhadap masalah ketenagakerjaan dinyatakan dalam  Asta Cita yang ke-3 yaitu meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas serta mendorong para lulusan sekolah untuk berwirausaha.
Disini ditekankan pada kata 'berkualitas' untuk lapangan kerja yang diciptakan. Maksudnya adalah pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi dan kapabilitas pencari kerja ataupun tingkat dan jenis pendidikannya yang akan mendapatkan tingkat penghasilan yang memadai.
Menciptakan lapangan kerja berkualitas ini merupakan gagasan yang sudah diusung oleh pak Prabowo sejak Pilpres tahun 2019. Ketika itu (Desember 2018) muncul sebuah Video yang berdurasi sekitar 1 menit dari Partai Gerindra yaitu yang menyampaikan pesan keprihatinan dari masalah pengangguran sarjana. Pada video itu terlihat seorang lulusan tehnik arsitektur yang beralih profesi sebagai tukang photo. Dan pada proses konstelasi pilpres 2024 sekarang ini isu itu dimunculkan kembali sebagai salah satu dari Asta Cita.
Lalu bagaimana strategi mewujudkan lapangan kerja berkualitas itu. Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Pemilih Muda Fanta HQ, Prabowo-Gibran, Dedek Prayudi mengemukakannya kepada media pada bulan Desember 2023 yang lalu.
"Poin ketiga (Asta Cita 3) itu akan kami kawinkan dengan poin keempat (Asta Cita 4) yaitu membangun sekolah unggul terintegrasi. Itu artinya terintegrasi dengan dunia usaha dan industri, di setiap kabupaten dan kota," jelas Dedek Prayudi seperti dikutip dari beritasatu.com (8/12/2023).
Dilanjutkannya, pembangunan sekolah di setiap kabupaten dan kota yang terintegrasi dengan dunia usaha merupakan kunci keberhasilan untuk mengatasi masalah pengangguran anak muda.
"Jadi inti strateginya adalah, mengawinkan industri, ketenagakerjaan, dan pendidikan. Karena ketiganya ini selama ini masih bergerak masing-masing, dan kami akan menggerakkan ketiga sektor ini ke arah yang sama".
Bukan Solusi Baru
Apa yang dikemukakan dari Tim Prabowo-Gibran itu, tentu saja patut diberikan apresiasi sebagai sebuah rencana yang diharapkan akan bisa menambah lapangan kerja berkualitas pada 5 tahun kedepan. Kebijakan itu merupakan  kebijakan yang akan memadukan keterkaitan dan kesepadanan atau link and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Menurut analisis ini sebenarnya ada banyak pekerjaan yang tersedia di dunia usaha dan dunia industri, tapi pihak lulusan tidak bisa memenuhinya. Atau terjadi apa yang disebut dengan ketidak keterkaitan (misslink) dan ketidak sesuaian (missmatch) antara permintaan dan penawaran tenaga kerja khususnya untuk sekolah kejuruan dan politeknik (vokasi).
Akan tetapi walaupun diyakini akan memberikan solusi bagi pengangguran dikalangan anak muda, sebenarnya kalau diperhatikan tawaran strategi mengatasi pengangguran yang dikemukakan diatas bukanlah sebuah solusi baru. Kebijakan itu sudah berumur lama. Bahkan kebijakan link and match ini sudah dimulai sejak mantan Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Wardiman Joyonegoro, tahun 1989.
Kebijakan ini juga sudah lama dikeritik, karena tidak menimbulkan dampak signifikan. Diantaranya oleh Dr. Tri Budhi Sastrio, dosen di Universitas Surabaya. Dalam tulisannya di kompasiana.com (Fatamorgana 'Link and Match'; 24 Juni 2015) beliau mengemukakan; "Sudah sejak lama konsep 'link and match' ini diusulkan, dibuatkan program, dicoba dilaksanakan, kemudian dievaluasi hasilnya. Ketika hasilnya dianggap tidak memadai, siklus yang sama kembali diulang. Hasil evaluasi digunakan untuk kembali membuat program, diusulkan, dieksekusi, dan dievaluasi. Tetap tidak memuaskan? Siklus kembali diulang. Begitulah konsep ini terus timbul tenggelam".