Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jabatan ASN 2 Level dan Peningkatan Investasi di Indonesia

18 Februari 2022   09:52 Diperbarui: 18 Februari 2022   10:04 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 31 Desember 2021 yang lalu, di seluruh pemda provinsi dan kabupaten kota, sudah terjadi kegiatan yang bersejarah dalam kaitannya dengan 'penyederhanaan' birokrasi ASN di Indonesia. Secara serentak, pada hari itu berlangsung pelantikan sebagian besar dari pejabat eselon IV (Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian) yang dialihkan ke berbagai jenis jabatan fungsional (jafung). Hari itu merupakan batas akhir yang diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) untuk  34 pemda provinsi dan 514 kabupaten kota untuk melaksanakan pengalihan jabatan struktural ke fungsional.

Walaupun demikian masih tetap ada beberapa post jabatan eselon IV di provinsi, dan kabupaten kota yaitu; Kepala Balai/Unit Pelaksana Tekhnis (UPT), Administrator Pertanahan, Kesyahbandaran, serta Camat dan Lurah. Jadi di tingkat kecamatan, seluruh jabatan eselon III (Camat) dan eselon IV tidak dihapus. Sedangkan untuk di tingkat Dinas dan Badan, yang tidak dialihkan ke fungsional adalah kasubag Umum dan Kepegawaian.

Berbeda dengan eselon IV yang sebagian besar dialihkan ke fungsioanal, untuk eselon III (Kepala Bidang, Kepala Bagian dan Sekretaris) di tingkat provinsi dan kabupaten kota, ternyata masih sebagian besar tetap aman, tidak terkena aturan pengalihan. Karena hitungannya masih 2 level di daerah yaitu eselon II dan eselon III, yang merupakan ketentuan yang diarahkan oleh bapak Presiden.

Untuk di kabupaten kota, hanya eselon III pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang Kepala Bidangnya dialihkan ke jabatan fungsional tingkat Ahli Madya. Sedangkan Sekretarisnya tetap ada, yaitu sebagaimana Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 25 tahun 2021 tentang DPMPTSP.

Berbeda dengan di tingkat daerah, untuk tingkat pusat, seluruh eselon III dan IV di kementerian dan lembaga, mengalami likuidasi. Sehingga yang ada hanya 2 level jabatan struktural saja, yaitu eselon I jabatan pimpinan tinggi (JPT) Madya dan eselon II JPT Pratama. Pengalihan jabatan dari struktural ke fungsional di pusat lebih dahulu dilaksanakan dibanding daerah. Penyederhanaan birokrasi menjadi dua level eselon di tingkat pusat, dilaksanakan di 34 kementerian, 7 sekretariat lembaga negara, 93 sekretariat lembaga non-struktural, 29 lembaga pemerintah non-kementerian, dan 2 lembaga penyiaran publik.

Pertanyaan yang kemudian bisa diajukan dari proses penyederhanaan birokrasi itu adalah; Apakah pengalihan dari jabatan struktural ke jabatan fungsional dari para pejabat itu sudah bisa dikatakan bahwa birokrasi di Indonesia memang sudah disederhanakan?

Lalu apakah birokrasi yang sudah disederhanakan itu juga akan bisa mencapai tujuan yang diinginkan yaitu akan semakin singkatnya prosedur dalam melakukan investasi di Indonesia sehingga akan semakin meningkatnya nilai investasi sesuai dengan keinginanan Bapak Presiden? Pertanyaan yang coba kita jawab dalam tulisan kali ini.

Sepertinya tidak semakin sederhana

Kebijakan penyederhanaan birokrasi sebenarnya keinginan yang sudah lama tetapi baru 2 tahun lalu ditegaskan kembali oleh bapak presiden Jokowi untuk dilaksanakan, yaitu ketika beliau menyampaikan pidato pelantikannya pada hari Ahad tanggal 20 Oktober 2019 untuk periode kepemimpinan 2019-2024.

Ketika itu sebagaimana dikutip dari situs jeo.kompas.com, Presiden menyampaikan 5 fokus utama yang ingin digerakkan dalam periode kepemimpinannya yang kedua. Salah satunya adalah penyederhanaan birokrasi yang disebutkan dalam fokus keempat. Presiden mengemukakannya seperti berikut ini;

"Yang keempat, penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan besar-besaran.

Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong.

Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa enggak kebanyakan?

Saya akan minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi.

Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat, para birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan.

Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, sakali lagi saya pastikan, pasti saya copot."

Begitulah yang disampaikan Bapak Presiden ketika pidato pelantikannya. Bahkan tindak lanjut dari 2 level jabatan yang hilang itu ada wacana dari beliau yaitu akan menggantinya dengan memanfaatkan teknologi maju berupa robot atau kecerdasan buatan (AI) di perkantoran.

Kemudian sebagai tindak lanjut dari pidato ini Menpan RB pada tanggal 13 November 2019 mengeluarkan Surat Edaran Nomor 391 dan 393 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi. Menurut surat edarn itu paling lambat Juni 2020 proses pengalihan jabatan eselon III, IV dan V ke jabatan fungsional sudah selesai.

Sebagai dasar hukum dari proses itu pada tanggal 28 Februari 2020, dikeluarkan PP No. 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Setelah PP ini dikeluarkan lagi Surat Edaran Menpan RB Nomor 3 tahun 2021 tanggal 11 Februari 2021 tentang Penyusunan Sasaran Kerja Pejabat Fungsional Yang Ditugaskan Sebagai Koordinator Dan Subkoordinator.

Setelah itu berturut-turut dikeluarkan Permenpan RB No. 17 TAHUN 2021 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional, tanggal 12 April 2021. Dan Permenpan RB No. 25 TAHUN 2021 Tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi Pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Birokrasi tanggal 21 Mei 2121. Pada Pasal 20 Permenpan RB No. 25 ini ditegaskan paling lambat sampai dengan tanggal 30 Juni 2021, seluruh proses pengalihan harus sudah selesai. Tetapi Mendagri minta diundur sampai 31 Desember 2021 untuk pemda. Dan proses itu sudah selesai dimana pengalihan ke jabatan fungsional sudah dilaksanakan baik di pusat maupun di daerah sesuai ketentuan.

Lalu dari proses pengalihan itu ada beberapa hal yang bisa dikemukakan;

1. Berubah tapi tidak berubah

Kalau mengacu pada apa yang diinginkan presiden, yaitu cukup 2 level eselon saja, yaitu eselon I dan II di tingkat pusat dan eselon II dan III saja di tingkat daerah, maka tentu saja apa yang diinginkan presiden sudah tercapai.

Akan tetapi kalau dilihat prakteknya maka keinginan bapak Presiden itu sepertinya bisa juga dikatakan tidak tercapai. Hal itu karena sebagai tindak lanjut dari pengalihan ke jabatan fungsional itu, ternyata ditunjuk lagi apa yang disebut dengan Koordinator dan SubKoordinator di masing-masing kelembagaan. Dalam hal ini pejabat fungsional madya diberikan tugas tambahan sebagai Koordinator dan Pejabat Fungsional Muda sebagai Sub Koordinator. Sehingga disini kelihatan seperti hanya ganti baju saja dari struktur sebelumnya.

SE Menpan RB No.3/SE/II/2021 tentang Penyusunan Sasaran Kerja Pejabat Fungsional yang Ditugaskan Sebagai Koordinator Dan Subkoordinator, mempertegas hal itu.

Dalam SE itu disebutkan bahwa tugas dari Koordinator dan Sub Koordinator adalah melaksanakan kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian pada jabatan administrasi sebelumnya di unit kerja masing-masing sesuai tupoksi.

Adapun tugas dari Koordinator dan Sub Koordinator adalah;

"Koordinator dan sub-koordinator jabatan fungsional melaksanakan tugas

koordinasi penyusunan rencana, pelaksanaan dan pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan pada satu kelompok substansi dan sub-substansi pada masingmasing pengelompokan uraian fungsi. Koordinator dan sub-koordinator jabatan fungsional merupakan pejabat fungsional yang melaksanakan tugas tambahan selain melaksanakan tugas utamanya sebagai pejabat fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan", (Kemenkes, SE. HK.02.02 I lll I 4843 12021).


Fakta itu dikritik oleh Adfin Rochmad B. peneliti di IPDN dengan mengemukakan;

"Struktur birokrasi yang datar belum terwujud. Pelaksanaan perampingan yang memindahkan pejabat eselon ke jabatan fungsional tetap menggunakan posisi Koordinator dan Subkoordinator pada struktur baru, sehingga tidak berbeda dengan struktur sebelumnya.

Jabatan fungsional ahli madya (perubahan dari eselon III) tetap bertindak sebagai koordinator, dan jabatan fungsional ahli muda (perubahan dari eselon IV) bertugas sebagai sub-koordinator". (theconversation.com)


Demikian pula, Juanda Volo Sinaga dan Nova Magdalena Ginting (Analis Kebijakan di Kementerian ESDM), juga mempertanyakan penyederhanaan birokrasi itu, dalam tulisannya di situs minerba.esdm.go.id (Penyederhanaan Birokrasi: Sudah Sesuai Harapan Pak Jokowi Atau Hanya Sekedar Ganti Baju?). Dikatakannya mengacu pada kenyataan di Departemennya;

"Berdasarkan Kepmen ESDM 228.K/70/DJB/2020 tersebut peran koordinator dan sub koordinator diberikan wewenang untuk menjalankan tugasnya seperti biasa mulai urusan peganggaran sampai dengan urusan teknis pada subdirektorat masing-masing. Sehingga ada guyonan yang mengatakan "fungsional rasa struktural", tulis Volo.


Akan tetapi fakta itu sebenarnya sudah sangat bisa dimaklumi karena di semua kelembagaan pemerintah, akan sangat sulit untuk dihapus keberadaan dari kepemimpinan di tingkat eselon III dan IV itu. Hal itu karena di tingkat eselon itulah, tempat dapur dari birokrasi didalam proses dan pelaksanaan penganggaran, yaitu mulai dari pengusulan, pelaksanaan dan pelaporannya. Sedangkan jabatan diatasnya dalah jabatan yang sering kali bersipat pengambil kebijakan dan pemberi persetujuan dan seringkali hanya didapatkan melalui jalur politik.

Demikian pula dari segi karir PNS, maka untuk bisa menjadi pejabat tinggi eselon I dan II, sudah pasti harus dimulai dari langkah satu yaitu staf baru kemudian naik ke eselon IV. Begitu seterusnya. Sehingga kalau dihilangkan eselon IV dan III maka pengkaderan tidak maksimal.

2. ASN semakin sejahtera

Pada awalnya banyak ASN yang galau menunggu dan mengamati 'penyederhanaan' birokrasi oleh bapak Presiden itu. Bayangan penghasilan yang akan berkurang, lalu rumitnya membuat kredit point kalau berubah ke fungsional, dan sebagainya, menjadikan ASN tidak bisa tenang.

Akan tetapi sesudah berjalan, dan banyak info yang masuk, maka semua kegalauan itu berubah menjadi harapan baru yang menurut ASN sangat menguntungkan. Ada sejumlah keuntungan yang bisa didapatkan dengan menjadi pejabat fungsional yaitu;


a. Pangkat dan golongan naik tidak terbatas

Pada ketentuan sebelumnya, seorang Kepala Seksi atau Kepala Sub Bagian yang merupakan jabatan eselon IV, pangkatnya mentok di III/d dan tidak akan bisa naik ke IV/a kalau belum menjabat eselon III (Kepala Bidang). Akan tetapi dengan berubah menjadi pejabat fungsional ahli muda, maka kenaikan pangkat akan berpeluang sampai dengan IV/e (jabatan jendral pada ASN). Bahkan dengan aturan impasing yang diberikan, si pejabat fungsional pada SK-nya yang baru langsung bisa mendapatkan sejumlah kredit point yang memberikannya peluang untuk segera mengusulkan pangkat ke IV/a. Dengan pangkat yang terus naik, maka selain gaji pokok yang juga ikut naik, nanti gaji pokok ketika pensiun juga akan tinggi. Apalagi kalau si ASN bisa tembus ke IV/e.


b. Pensiun sampai umur 60 tahun

Selain pangkat yang tidak terbatas, pejabat fungsional akan mendapatkan bonus 2 tahun, dari sebelumnya akan pensiun di umur 58 tahun, bertambah 2 tahun menjadi 60 tahun. Ini juga tambahan jangka waktu yang lumayan.


c. Dapat tunjangan fungsional

Selain mendapatkan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) yang berlaku selama ini, seorang pejabat fungsional juga akan berpeluang untuk mendapatkan tunjangan fungsional, sesuai ketentuan jabatan fungsional yang diduduki.


d. Akan mendapatkan pelatihan

Si pejabat fungsional juga akan mendapatkan peluang untuk bisa mengikuti pendidikan dan pelatihan agar menjadi profesional di bidangnya. Ini akan memberikan peluang baginya untuk mendapatkan uang perdiem serta kesempatan untuk nginap di hotel berbintang setiap tahun.

Apalagi fakta pengalihan ke fungsional itu tidak didahului dengan analisis kemampuan pejabat. Akan tetapi langsung saja diberikan SK fungsional sesuai yang cocok di instansi itu.

Misalnya ada rekan yang di-SK-kan menjadi pejabat fungsional Pelatih Muda, di Dinas Pemuda dan Olah raga, padahal yang bersangkutan, jangankan menjadi Pelatih Cabang olah raga, jalan-jalan pagi saja tidak pernah.


Dari berbagai catatan keuntungan yang akan didapatkan oleh pejabat yang beralih ke jabatan fungsional itu, cocok dengan apa yang disampaikan oleh Sekda Provinsi Riau; SF Hariyanto ketika beliau melantik pejabat fungsional beberapa waktu lalu di Pekanbaru. Pak Sekda mengatakan;

"Untuk jabatan fungsional sendiri terdapat fungsional madya dan fungsional muda. Dimana untuk fungsional masa pensiunnya sampai 60 tahun. Sedangkan untuk gaji dan tunjangan sama dengan jabatan struktural, tidak ada bedanya. Jadi pegawai harus bersyukur dapat fungsional, karena pensiunnya sampai umur 60 tahun. Sedangkan kalau struktural cuma 58 tahun.

Jadi tidak perlu ada yang ditakutkan ketika jabatan struktural digeser ke fungsional. Karena berubah nama saja, kalau eselon III itu di fungsional madya namanya koordinator, dan eselon IV sub koordinator. Artinya penyederhanaan birokrasi ini sangat bagus, pegawai dapat bonus 2 tahun". (pekanbaru.go.id)



3. Profesi pembuat Kredit Point

Nantinya akan ada peluang munculnya bisnis atau profesi baru yaitu tukang membuat kredit point untuk pejabat fungsional yang mau naik pangkat. Masalahnya banyak yang malas membuat kredit point yang seringkali ribet atau kadang si pejabat juga tidak bisa menghidupkan laptop.


4. Menambah beban anggaran negara

Bagi ASN boleh-boleh saja bertepuk tangan menyambut ketentuan baru itu, akan tetapi tidak demikian dengan APBN dan APBD. Kas negara dan daerah itu bisa dipastikan akan terpengaruh dengan tambahan pengeluaran pada ASN.

Menurut data Kementerian Keuangan dalam 5 tahun terakhir anggaran untuk ASN terus meningkat, sebagaimana tabel berikut;




Dari tabel diatas terlihat, jumlah anggaran untuk ASN meningkat sebesar 48% dari 2015 sampai dengan 2020 yaitu dari Rp.281,1 triliun menjadi Rp.416,1 triliun. Kecenderungan itu kedepan akan terus menggerogoti kemampuan APBN dan APBD untuk membangun infrastruktur.

Lebih-lebih di daerah, selama ini pengalokasian anggaran jauh lebih banyak diarahkan untuk ongkos tukang dibanding biaya bahan. Perbandingannya adalah rata-rata 70% untuk ongkos tukang (gaji PNS) dan 30% bahan bangunan (anggaran pembangunan). Sehingga kalau kebijakan yang baru diterapkan potensi penggerogotan APBD akan semakin besar.



Peningkatan Investasi

Sebagaimana hajat dari bapak Presiden, penyederhanaan birokrasi sampai 2 level dimaksudkan untuk mengurangi prosedur dalam pelayanan kepada calon investor. Prosedur yang berbelit-belit selama ini ditengarai sebagai penyebab utama dari lambannya peningkatan investasi di Indonesia. Laporan dari Bank Dunia; "Ease of Doing Businesses" setiap tahunnya menunjukkan masih eksisnya fakta itu, paling tidak menurut lembaga survey Bank Dunia itu.

Menurut Laporan itu Indonesia masih jauh rangkingnya dibanding negara lainnya dalam melayani calon investor. Untuk tahun 2020, Indonesia menempati rangking ke-73 dari 190 negara yang dirangking, masih berada dibawah negara Asean seperti Vietnam (70), Thailand (21), Malaysia (12), dan Singapura (2).

Akan tetapi, Laporan Ease of Doing Businesses untuk tahun 2020 merupakan tahun terakhir dipublikasikan oleh Bank Dunia, karena per September 2021, sudah resmi diumumkan tidak ada lagi Laporan sejenis mulai dari tahun 2021. Mungkin banyak kritik terhadap perangkingan itu, sehingga Bank Dunia memberhentikannya. Dihalaman web World Bank ditulis; "In September 2021, World Bank Groupmanagement decided todiscontinue theDoing Business report. However, the Doing Business website continues to be publicly available as an archive of knowledge and data".

Walaupun sasaran dari kebijakan bapak Presiden adalah layanan kepada calon investor, tetapi sepertinya disini berlaku pepatah; "Satu Makan Nangka, Semua Kena Getah", dimana bukan saja BKPM (Badan Kordinasi Penanaman Modal) Indonesia dengan BPMPTSP-nya di Daerah yang kena, tetapi semua kelembagaan tidak ada kecuali. Semua dikurangi menjadi 2 level.

Akan tetapi melihat dampak  dari penyederhanaan birokrasi itu, dimana menimbulkan pembiayaan baru pada anggaran negara, maka sepertinya bapak Presiden, kurang berkoordinasi dengan pihak Pegadaian, sehingga tidak bisa; MENGATASI MASALAH TANPA MASALAH.

Demikian pula dengan segala hormat kita kepada Bapak Presiden, sepertinya juga pengurangan struktur jabatan struktural menjad 2 level itu, sebelumnya tidak didahului dengn kajian struktur organisasi di negara lain sebagai best practice. Katakanlah seperti ke Singapura, apakah keberhasilan Singapura dalam menarik investasi ke negaranya juga karena struktur jabatan disana yang hanya 2 level.

Permasalahan investasi sebenarnya bukanlah masalah birokrasi ataupun prosedur yang berbelit-belit. Dengan pendekatan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dilaksanakan selama ini di Indonesia, maka sekarang ini sudah tidak ada lagi masalah yang dihadapi oleh calon investor dalam memulai investasinya. Dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah, semua sudah diatur jelas. Dan selama ini pihak BKPM dan DPMPTSP di daerah sudah melakukan yang terbaik untuk mendatangkan investasi dengan menggelar karpet merah bagi calon investor.

Jadi tanpa 2 level struktur jabatan ataupun tidak, si calon investor akan tetap dilayani dengan baik. Semua sudah punya prosedur yang baku dan tetap.

Adapun masalah penting yang sedang dihadapi dalam penanaman modal adalah, lamanya atau lambatnya memulai usaha oleh si investor yang sudah memiliki izin usaha. Lamanya waktu itu bisa berpuluh-puluh tahun, si investor belum juga memulai usahanya, mereka hanya berjanji saja. Jadi disini masalah ada di pengusaha atau investor, dan bukan di birokrasi.

Pengalaman penulis sendiri yang pernah selama 5 tahun di DPMPTSP Kabupaten Lombok Timur sebagai Kasubid Promosi Investasi, memperlihatkan banyaknya investor yang tidak juga memulai usahanya setelah berpuluh-puluh tahun mendapatkan izin, yang disana disebut dengan PT AKAN. Data tahun 2017 waktu itu dari 48 jumlah perusahaan yang mendapatkan izin PMA maupun PMDN hanya 12 perusahaan yang menindaklanjuti izinnya. Selebihnya tetap bergelar PT AKAN, sampai entah kapan.

Motipnya kemungkinan spekulasi lahan, karena sebagaian besar perusahaan itu bergerak pada usaha pariwisata, dengan membeli lahan di pinggir pantai. Akibatnya pantai yang indah di Lombok Timur bagian selatan disandra oleh mereka, tidak bisa berkembang. Ada temannya yang mau beli sekedar 10 are untuk langsung bangun hotel, tapi tidak diberi, maunya 5 hektar semuanya.

Menghubungi PT AKAN untuk diberikan sosialisasi dan sebagainya sulit, alamatnya jadi tidak jelas. Berkali-kali rekan menghubungi lewat kantor pos tetapi surat balik terus tidak bisa diketemukan alamat seperti di Surat Undangan.

Ketika dikumpulkan di Mataram, di tingkat provinsi, semua Kabupaten Kota masalahnya sama, PT AKAN itu.

Jadi saya kira kalau bapak Presiden mau menggerakkan investasi di Indonesia, maka jelas sasarannya adalah salah satunya PT AKAN itu. Harus ada solusi agar mereka tidak menelantarkan lahan. Secara nasional, perusahaan seperti itu bertanggungjawab terhadap 1,2 juta hektar lahan terlantar menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).@




Daftar Pustaka;

 

1. Menpan RB;

Surat Edaran Nomor 391 dan 393 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi tanggal 13 November 2019

PP No. 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil tgl 28 Februari 2020.

Surat Edaran Menpan RB Nomor 3 tahun 2021 tanggal 11 Februari 2021 tentang Penyusunan Sasaran Kerja Pejabat Fungsional Yang Ditugaskan Sebagai Koordinator Dan Subkoordinator

Permenpan RB No. 17 tahun 2021 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional, tanggal 12 April 2021

Permenpan RB No. 25 tahun 2021 Tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi Pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Birokrasi tanggal 21 Mei 2121

2. Kemenkes RI,

SE. HK.02.02 I lll I 4843 12021, tentang Pelaksanaan Penetapan Koordinator Dan Subkoordinator Jabatan Fungsional Di Lingkungan Kementerian Kesehatan

3. Jeo News -- kompas.com

Naskah pidato sesuai pengucapan Presiden Joko Widodo di depan Sidang Paripurna MPR RI

https://jeo.kompas.com/naskah-lengkap-pidato-presiden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024

4. Adfin Rochmad B. January 27, 2021

Apakah reformasi birokrasi Jokowi berhasil?

https://theconversation.com/apakah-reformasi-birokrasi-jokowi-berhasil-152824

5. Juanda Volo Sinaga dan Nova Magdalena Ginting 16 Maret 2021

Penyederhanaan Birokrasi: Sudah Sesuai Harapan Pak Jokowi Atau Hanya Sekedar Ganti Baju?

https://www.minerba.esdm.go.id/berita/minerba/detil/20210316-penyederhanaan-birokrasi-sudah-sesuai-harapan-pak-jokowi-atau-hanya-sekedar-ganti-baju

6. Riau.go.id, Jum'at, 31 Des 2021

Sekda Riau Lantik 392 Pejabat Fungsional, Ini Penegasannya

https://www.riau.go.id/home/content/2021/12/31/10641-sekda-riau-lantik-392-pejabat-fungsional-ini

7. Ali Roziqin - Jumat, 14 Feb 2020

Jalan Terjal Pemangkasan Birokrasi

https://news.detik.com/kolom/d-4899409/jalan-terjal-pemangkasan-birokrasi

8. The World Bank

Business Enabling Environment (BEE)

https://www.worldbank.org/en/programs/business-enabling-environment/doing-business-legacy

9. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun