Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jabatan ASN 2 Level dan Peningkatan Investasi di Indonesia

18 Februari 2022   09:52 Diperbarui: 18 Februari 2022   10:04 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa enggak kebanyakan?

Saya akan minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi.

Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat, para birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan.

Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, sakali lagi saya pastikan, pasti saya copot."

Begitulah yang disampaikan Bapak Presiden ketika pidato pelantikannya. Bahkan tindak lanjut dari 2 level jabatan yang hilang itu ada wacana dari beliau yaitu akan menggantinya dengan memanfaatkan teknologi maju berupa robot atau kecerdasan buatan (AI) di perkantoran.

Kemudian sebagai tindak lanjut dari pidato ini Menpan RB pada tanggal 13 November 2019 mengeluarkan Surat Edaran Nomor 391 dan 393 tentang Langkah Strategis dan Konkret Penyederhanaan Birokrasi. Menurut surat edarn itu paling lambat Juni 2020 proses pengalihan jabatan eselon III, IV dan V ke jabatan fungsional sudah selesai.

Sebagai dasar hukum dari proses itu pada tanggal 28 Februari 2020, dikeluarkan PP No. 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Setelah PP ini dikeluarkan lagi Surat Edaran Menpan RB Nomor 3 tahun 2021 tanggal 11 Februari 2021 tentang Penyusunan Sasaran Kerja Pejabat Fungsional Yang Ditugaskan Sebagai Koordinator Dan Subkoordinator.

Setelah itu berturut-turut dikeluarkan Permenpan RB No. 17 TAHUN 2021 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional, tanggal 12 April 2021. Dan Permenpan RB No. 25 TAHUN 2021 Tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi Pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Birokrasi tanggal 21 Mei 2121. Pada Pasal 20 Permenpan RB No. 25 ini ditegaskan paling lambat sampai dengan tanggal 30 Juni 2021, seluruh proses pengalihan harus sudah selesai. Tetapi Mendagri minta diundur sampai 31 Desember 2021 untuk pemda. Dan proses itu sudah selesai dimana pengalihan ke jabatan fungsional sudah dilaksanakan baik di pusat maupun di daerah sesuai ketentuan.

Lalu dari proses pengalihan itu ada beberapa hal yang bisa dikemukakan;

1. Berubah tapi tidak berubah

Kalau mengacu pada apa yang diinginkan presiden, yaitu cukup 2 level eselon saja, yaitu eselon I dan II di tingkat pusat dan eselon II dan III saja di tingkat daerah, maka tentu saja apa yang diinginkan presiden sudah tercapai.

Akan tetapi kalau dilihat prakteknya maka keinginan bapak Presiden itu sepertinya bisa juga dikatakan tidak tercapai. Hal itu karena sebagai tindak lanjut dari pengalihan ke jabatan fungsional itu, ternyata ditunjuk lagi apa yang disebut dengan Koordinator dan SubKoordinator di masing-masing kelembagaan. Dalam hal ini pejabat fungsional madya diberikan tugas tambahan sebagai Koordinator dan Pejabat Fungsional Muda sebagai Sub Koordinator. Sehingga disini kelihatan seperti hanya ganti baju saja dari struktur sebelumnya.

SE Menpan RB No.3/SE/II/2021 tentang Penyusunan Sasaran Kerja Pejabat Fungsional yang Ditugaskan Sebagai Koordinator Dan Subkoordinator, mempertegas hal itu.

Dalam SE itu disebutkan bahwa tugas dari Koordinator dan Sub Koordinator adalah melaksanakan kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian pada jabatan administrasi sebelumnya di unit kerja masing-masing sesuai tupoksi.

Adapun tugas dari Koordinator dan Sub Koordinator adalah;

"Koordinator dan sub-koordinator jabatan fungsional melaksanakan tugas

koordinasi penyusunan rencana, pelaksanaan dan pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan pada satu kelompok substansi dan sub-substansi pada masingmasing pengelompokan uraian fungsi. Koordinator dan sub-koordinator jabatan fungsional merupakan pejabat fungsional yang melaksanakan tugas tambahan selain melaksanakan tugas utamanya sebagai pejabat fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan", (Kemenkes, SE. HK.02.02 I lll I 4843 12021).


Fakta itu dikritik oleh Adfin Rochmad B. peneliti di IPDN dengan mengemukakan;

"Struktur birokrasi yang datar belum terwujud. Pelaksanaan perampingan yang memindahkan pejabat eselon ke jabatan fungsional tetap menggunakan posisi Koordinator dan Subkoordinator pada struktur baru, sehingga tidak berbeda dengan struktur sebelumnya.

Jabatan fungsional ahli madya (perubahan dari eselon III) tetap bertindak sebagai koordinator, dan jabatan fungsional ahli muda (perubahan dari eselon IV) bertugas sebagai sub-koordinator". (theconversation.com)


Demikian pula, Juanda Volo Sinaga dan Nova Magdalena Ginting (Analis Kebijakan di Kementerian ESDM), juga mempertanyakan penyederhanaan birokrasi itu, dalam tulisannya di situs minerba.esdm.go.id (Penyederhanaan Birokrasi: Sudah Sesuai Harapan Pak Jokowi Atau Hanya Sekedar Ganti Baju?). Dikatakannya mengacu pada kenyataan di Departemennya;

"Berdasarkan Kepmen ESDM 228.K/70/DJB/2020 tersebut peran koordinator dan sub koordinator diberikan wewenang untuk menjalankan tugasnya seperti biasa mulai urusan peganggaran sampai dengan urusan teknis pada subdirektorat masing-masing. Sehingga ada guyonan yang mengatakan "fungsional rasa struktural", tulis Volo.


Akan tetapi fakta itu sebenarnya sudah sangat bisa dimaklumi karena di semua kelembagaan pemerintah, akan sangat sulit untuk dihapus keberadaan dari kepemimpinan di tingkat eselon III dan IV itu. Hal itu karena di tingkat eselon itulah, tempat dapur dari birokrasi didalam proses dan pelaksanaan penganggaran, yaitu mulai dari pengusulan, pelaksanaan dan pelaporannya. Sedangkan jabatan diatasnya dalah jabatan yang sering kali bersipat pengambil kebijakan dan pemberi persetujuan dan seringkali hanya didapatkan melalui jalur politik.

Demikian pula dari segi karir PNS, maka untuk bisa menjadi pejabat tinggi eselon I dan II, sudah pasti harus dimulai dari langkah satu yaitu staf baru kemudian naik ke eselon IV. Begitu seterusnya. Sehingga kalau dihilangkan eselon IV dan III maka pengkaderan tidak maksimal.

2. ASN semakin sejahtera

Pada awalnya banyak ASN yang galau menunggu dan mengamati 'penyederhanaan' birokrasi oleh bapak Presiden itu. Bayangan penghasilan yang akan berkurang, lalu rumitnya membuat kredit point kalau berubah ke fungsional, dan sebagainya, menjadikan ASN tidak bisa tenang.

Akan tetapi sesudah berjalan, dan banyak info yang masuk, maka semua kegalauan itu berubah menjadi harapan baru yang menurut ASN sangat menguntungkan. Ada sejumlah keuntungan yang bisa didapatkan dengan menjadi pejabat fungsional yaitu;


a. Pangkat dan golongan naik tidak terbatas

Pada ketentuan sebelumnya, seorang Kepala Seksi atau Kepala Sub Bagian yang merupakan jabatan eselon IV, pangkatnya mentok di III/d dan tidak akan bisa naik ke IV/a kalau belum menjabat eselon III (Kepala Bidang). Akan tetapi dengan berubah menjadi pejabat fungsional ahli muda, maka kenaikan pangkat akan berpeluang sampai dengan IV/e (jabatan jendral pada ASN). Bahkan dengan aturan impasing yang diberikan, si pejabat fungsional pada SK-nya yang baru langsung bisa mendapatkan sejumlah kredit point yang memberikannya peluang untuk segera mengusulkan pangkat ke IV/a. Dengan pangkat yang terus naik, maka selain gaji pokok yang juga ikut naik, nanti gaji pokok ketika pensiun juga akan tinggi. Apalagi kalau si ASN bisa tembus ke IV/e.


b. Pensiun sampai umur 60 tahun

Selain pangkat yang tidak terbatas, pejabat fungsional akan mendapatkan bonus 2 tahun, dari sebelumnya akan pensiun di umur 58 tahun, bertambah 2 tahun menjadi 60 tahun. Ini juga tambahan jangka waktu yang lumayan.


c. Dapat tunjangan fungsional

Selain mendapatkan Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) yang berlaku selama ini, seorang pejabat fungsional juga akan berpeluang untuk mendapatkan tunjangan fungsional, sesuai ketentuan jabatan fungsional yang diduduki.


d. Akan mendapatkan pelatihan

Si pejabat fungsional juga akan mendapatkan peluang untuk bisa mengikuti pendidikan dan pelatihan agar menjadi profesional di bidangnya. Ini akan memberikan peluang baginya untuk mendapatkan uang perdiem serta kesempatan untuk nginap di hotel berbintang setiap tahun.

Apalagi fakta pengalihan ke fungsional itu tidak didahului dengan analisis kemampuan pejabat. Akan tetapi langsung saja diberikan SK fungsional sesuai yang cocok di instansi itu.

Misalnya ada rekan yang di-SK-kan menjadi pejabat fungsional Pelatih Muda, di Dinas Pemuda dan Olah raga, padahal yang bersangkutan, jangankan menjadi Pelatih Cabang olah raga, jalan-jalan pagi saja tidak pernah.


Dari berbagai catatan keuntungan yang akan didapatkan oleh pejabat yang beralih ke jabatan fungsional itu, cocok dengan apa yang disampaikan oleh Sekda Provinsi Riau; SF Hariyanto ketika beliau melantik pejabat fungsional beberapa waktu lalu di Pekanbaru. Pak Sekda mengatakan;

"Untuk jabatan fungsional sendiri terdapat fungsional madya dan fungsional muda. Dimana untuk fungsional masa pensiunnya sampai 60 tahun. Sedangkan untuk gaji dan tunjangan sama dengan jabatan struktural, tidak ada bedanya. Jadi pegawai harus bersyukur dapat fungsional, karena pensiunnya sampai umur 60 tahun. Sedangkan kalau struktural cuma 58 tahun.

Jadi tidak perlu ada yang ditakutkan ketika jabatan struktural digeser ke fungsional. Karena berubah nama saja, kalau eselon III itu di fungsional madya namanya koordinator, dan eselon IV sub koordinator. Artinya penyederhanaan birokrasi ini sangat bagus, pegawai dapat bonus 2 tahun". (pekanbaru.go.id)



3. Profesi pembuat Kredit Point

Nantinya akan ada peluang munculnya bisnis atau profesi baru yaitu tukang membuat kredit point untuk pejabat fungsional yang mau naik pangkat. Masalahnya banyak yang malas membuat kredit point yang seringkali ribet atau kadang si pejabat juga tidak bisa menghidupkan laptop.


4. Menambah beban anggaran negara

Bagi ASN boleh-boleh saja bertepuk tangan menyambut ketentuan baru itu, akan tetapi tidak demikian dengan APBN dan APBD. Kas negara dan daerah itu bisa dipastikan akan terpengaruh dengan tambahan pengeluaran pada ASN.

Menurut data Kementerian Keuangan dalam 5 tahun terakhir anggaran untuk ASN terus meningkat, sebagaimana tabel berikut;


tabel-620f0c9251d7645bc7394af2.jpg
tabel-620f0c9251d7645bc7394af2.jpg



Dari tabel diatas terlihat, jumlah anggaran untuk ASN meningkat sebesar 48% dari 2015 sampai dengan 2020 yaitu dari Rp.281,1 triliun menjadi Rp.416,1 triliun. Kecenderungan itu kedepan akan terus menggerogoti kemampuan APBN dan APBD untuk membangun infrastruktur.

Lebih-lebih di daerah, selama ini pengalokasian anggaran jauh lebih banyak diarahkan untuk ongkos tukang dibanding biaya bahan. Perbandingannya adalah rata-rata 70% untuk ongkos tukang (gaji PNS) dan 30% bahan bangunan (anggaran pembangunan). Sehingga kalau kebijakan yang baru diterapkan potensi penggerogotan APBD akan semakin besar.



Peningkatan Investasi

Sebagaimana hajat dari bapak Presiden, penyederhanaan birokrasi sampai 2 level dimaksudkan untuk mengurangi prosedur dalam pelayanan kepada calon investor. Prosedur yang berbelit-belit selama ini ditengarai sebagai penyebab utama dari lambannya peningkatan investasi di Indonesia. Laporan dari Bank Dunia; "Ease of Doing Businesses" setiap tahunnya menunjukkan masih eksisnya fakta itu, paling tidak menurut lembaga survey Bank Dunia itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun