Hari raya Galungan dan Kuningan merupakan salah satu hari raya atau perayaan terbesar bagi umat Hindu, Perayaan hari raya ini dilaksanakan serentak diseluruh Bali. Salah satu yang termasuk bagian dari rangkaian dari upacara adalah Hari Raya Kuningan, yang dimana dilaksanakan 10 hari setelah hari raya Galungan. Hari Raya suci Kuningan atau sering disebut Tumpek Kuningan pasti jatuh pada hari Sabtu, Kliwon, wuku Kuningan.
Pada hari ini umat hindu yang ada di seluruh bali akan melakukan serangkaian pemujaan kepada para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan, kedirgayusan,keselamatan serta perlindungan dan tuntunan lahir-bathin.
Pada hari raya suci kuningan ini banyak diyakini oleh para umat hindu dengan turunnya para Dewa, Bhatara, dengan diiringi oleh para Pitara turun ke bumi yang dimana hanya sampai tengah hari saja, sehingga hal ini lah yang menyebabkan pelaksanaan upacara kuningan dan persembahyangan Hari Kuningan hanya sampai tengah hari dan tidak dilakukan sehari full.
Kuningan memiliki arti kata kuning yaitu kata berwarna kuning dan kuningan pasti jatuh pada wuku yang ke-12. Wuku merupakan istilah untuk kalender Bali yang dimana sistem perhitungannya yaitu 1 wuku sama dengan 7 hari atau 1 Minggu. Dan dalam 1 tahun dalam kalender bali atau wuku terdapat 420 hari. Kata kuningan juga memiliki arti yaitu memiliki makna “kauningan” yang artinya mencapai peningkatan spiritual dengan cara introspeksi agar terhindar dari mara bahaya.
Pada Hari Raya Kuningan upakara atau banten yang digunakan untuk persembahyangan pada dasarnya setiap desa belum tentu sama atau bisa berbeda di setiap desa ataupun setiap daerah, karena memang jika dilihat banten itu memiliki aneka ragam versi sesuai fungsinya. Akan tetapi pada umumnya hari Raya Kuningan menggunakan upakara sesajen yang berisikan tamiang dan endongan, di mana makna tamiang memiliki lambang perlindungan dan juga juga melambangkan perputaran roda alam. Selanjutnya ada Endongan, endongan sendiri memiliki makna sebagai bekal atau pembekalan.
Dalam agama hindu bekal yang paling utama dalam mengarungi lika - liku kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). Sementara itu senjata yang sangat ampuh adalah ketenangan pikiran. Sarana lainnya, yakni ter dan sampian gantung, sampian gantung yang biasanya terbuat dari busung. Ter digambarkan sebagai simbol panah (senjata) karena bentuknya yang menyerupai panah.
Sementara sampian gantung sebagai simbol penolak bala atau penghadang bahaya. Sehari sebelum hari raya suci kuningan seperti apa yang sudah dijelaskan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia atau yang biasa dikenal dengan sebutan PHDI adalah Hari Penampahan Kuningan yang jatuh pada tepat pada hari Jumat Wage Kuningan.
Dalam ajaran agama hindu tidak disebutkan upacara yang mesti dilaksanakan pada hari penampahan kuningan, tetapi biasanya para umat hindu di bali akan melakukan kegiatan yang dinamakan Ngelawar. Selain itu kita hanya dianjurkan melakukan kegiatan rohani yang dalam salah satu lontar disebutkan Sapuhakena malaning jnyana yang memiliki makna atau arti lenyapkanlah kekotoran pikiran.
Pada saat dilaksanakannya perayaan Hari Raya Kuningan, yang menjadi pembeda atau ciri khas dari hari raya kuningan ini dengan hari raya umat hindu lainnya adalah isi sesajen atau persembahan umat Hindu adalah berupa nasi berwarna kuning, berbeda dengan pelaksanaan pada saat upacara lainnya ketika Galungan, Pagerwesi, Saraswati dan hari suci lainnya yang menggunakan sarana nasi yang berwarna putih putih.
Pada saat hari raya suci Kuningan memakai sarana nasi kuning,yang dimana nasi kuning tersebut memiliki makna atau arti yaitu sebagai lambang sebuah kemakmuran yang telah dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan juga menghaturkan persembahan lainnya sebagai ucapan terima kasih kita sebagai manusia yang telah diberikan segalanya dan ucapan syukur atas segala anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Saat persembahyangan ini dilakukan upakara yang turut dihaturkan sesajen yaitu tebog, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi pada pelinggih yang terletak di paling detam atau paling utama. Sementara di pelinggih lainnya yang lebih kecil disajikan nasi selangi, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi. Setelah itu pada kamar suci di masing - masing rumah akan dipersembahkan pengambeyan, dapetan berisi nasi kuning, lauk pauk dan daging ayam ataupun daging bebek. Dan pada pelinggih di semua bangunan diletakkan sepasang gantung-gantungan yang diletakkan dengan cara disematkan, tamiang, dan kolem.
Makna yang terkandung dalam perayaan hari raya suci kuningan ini diantaranya :
- Hari raya Kuningan sebagai ‘uning atau keuningan‘
Makna dari hari raya Kuningan sebagai ‘uning atau keuningan‘ yaitu proses yang dimana bertujuan untuk mengetahui kemuliaan ‘Sang Diri’ dan introspeksi diri. Tingkatan spiritual paling utama yang terdapat pada hari raya kuningan adalah Sadhana spiritual yang dimana memiliki arti mengenal sang diri sejati, sarat dengan konsep keuningan.
Kuningan sangat identik dengan warna “kuning’ yang dimana warna kuning tersebut melambangkan Dewa Mahadewa atau Dewa Siwa, yang dimana memiliki arti kemakmuran, kemuliaan ataupun kemenangan. Simbol ini dapat juga terekspresi dari persembahan atau dari upakara nasi kuning yang sudah kita buat saat rahinan Kuningan. Kuning disini merepresentasikan warna logam yang paling mulia dan yang paling mahal yaitu emas.
Emas disini digambarkan sebagai simbol kemuliaan dan keheningan yang dimana bermakna untuk mendengarkan suara suara kecil dari Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa . Sangat sering dalam peribahasa diungkapkan “diam adalah emas” karena emas jika dijatuhkan atau terjatuh ataupun dipukul dengan maksud untuk mendengarkan suaranya atau disuarakan, akan nyaris tidak terdengar, jika dibandingkan dengan logam - logam yang lain. Dari hal tersebut makna yang tersirat di sini adalah untuk selalu berkarakter mulia, hening menyadari sifat atau karakter Ketuhanan, serta selalu dekat dengan Tuhan, mendengarkan sekaligus mempraktikkan ajaran-Nya.
2. Makna disiplin dalam menggunakan waktu terbaik.
Makna disiplin dalam menggunakan waktu terbaik. Upakara tamiang yang dipersembahkan yang juga memiliki makna atau gambaran sebagai perputaran atau putaran cakra roda dunia atau roda waktu yang sangat disiplin bekerja demi keberlangsungan hidup dunia dan dalam keberlangsukan hidup hukum alam semesta, Dan disaat saat Kuningan waktu melakukan persembahyangan atau persembahan juga menggunakan perhitungan waktu yang baik yang diatur dalam kitab suci agama hindu. Persembahan pada hari suci kuningan ini yang paling baik atau yang paling disarankan dilakukan disebutkan pada salah satu kitab yaitu mulai dini hari atau pagi hari hingga siang hari pada jam 12 Siang. Walaupun tetap mengacu pada prinsip budaya setempat, tempat, waktu dan keadaan yang ada (desa, kala, patra), Jika dilihat berdasarkan sastra ada dan termuat dalam kitab suci brahmamuhurta waktu yang dianjurkan atau disarankan untuk memuja-Nya terbaik untuk memuja Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa yaitu mulai pagi dini hari sekitar pukul 04.00 hingga 08.00 pagi. Hal ini tentunya mengandung makna simbolik yang menggambarkan kedisiplinan demi kesuksesan spiritual. Kesuksesan spiritual yang cemerlang bisa dicapai dengan mantap dengan memulai pada waktu satwika, atau sedini mungkin. Kunci Kesuksesan dalam melakukan spiritual yang termuat dalam sadhana spiritual harus dimulai dari sedini mungkin.
Nama : Ketut Agus Maha Yasa
NIM : 2102071003
Program Studi : D3 Desain Komunikasi Visual
Jurusan : Seni dan Desain
Fakultas : Bahasa dan Seni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H