[caption id="attachment_407193" align="aligncenter" width="620" caption="(tribunews.com)"][/caption]
Jelang Kongres ke IV PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) pada 8-12 April 2015 mendatang, konstelasi politik di tubuh PDIP mulai memanas. Bursa pencalonan kini telah santer beredar nama calon alternatif selain Megawati Soekarno Putri. Nama yang santer beredar saat ini adalah Joko widodo,
Dari survey yang dilakukan oleh CSIS (Centre for Strategic and International Studies) menyatakan dari 467 pemimpin Dewan Pimpinan Cabang dan 28 Dewan Pimpinan Daerah yang diwawancarai CSIS, sebanyak 48,2 persen responden menganggap isu trah Sukarno bukan lagi penentu posisi ketua umum. Tentunya hal ini memancing respon beragam dari berbagai pihak. Putri bungsu Megawati Puan Maharani, menanggapi survey tersebut, tanyakan pada rakyat PDIP. Kalau yang ditanya bukan rakyat PDIP, pantas saja jawabannya tidak sesuai dengan yang menjadi kultur partai,” kata Puan dalam wawancara khusus denganTempo di Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa 1 April 2015.Lantas siapa yang ideal dalam memimpin PDIP mendatang?
Dalam kesempatan ini kita akan berdiskusi tentang apa itu trah, dan apa itu Ideologi. Apakah keduannya memiliki hubungan?
Dalam kamus bahasa Indonesia trah (keturunan), adalah asas hubungan kekerabatan melalui garis kerabat pria dan garis kerabat wanita. Itu artinya bahwa trah merupakan hubungan kekerabatan atas dasar landasan biologis baik dari garis kerabat pria maupun wanita. Dalam bahasa sosial dan politik, trah ini sering dihubungkan dengan bentuk penerus kekuasaan yang diperoleh oleh ayah kepada anak-anaknya.
Dalam perpolitikan modern seperti sekarang ini, istilah trah sering dipergunakan sebagai cara untuk menjaga atau melanggengkan kekuasaan seseorang penerus dari kepemimpinan masa lampau agar tidak ada pihak-pihak yang berupaya merebut kekuasaan tersebut dari tangan mereka.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti kata ideologi di definisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yg dijadikan asas pendapat (kejadian) yg memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Itu artinya bahwa ideologi sendiri adalah sebuah hasil pemikiran seseorang atau kelompok yang dijadikan sebagai konsep pembangunan system untuk dipergunakan sebagai landasan dan arahan kelangsungan hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Trah dan Ideologi bisakah disandingkan?
Istilah politik dikenal sebagai anak ideologis, tentunya yang disebut sebagai anak ideologis ini bukanlah serta merta berhubungan dengan keturunan biologis. Anak ideologis ini merupakan penerus dari sebuah pemikiran-pemikiran dan konsep tentang garis perjuangan. Bisa jadi seorang kader partai lebih ideologis dibanding anak kandung biologisnya sendiri, karena itu berhubungan dengan sebuah prinsip dan loyalitas dalam mempertahankan tradisi pemikiran.
Untuk menyandingkan antara trah dan ideologis terdapat dua kemungkinan antara bisa dan tidak. Bisa jika seorang keturunan tersebut secara konsisten menjalankan seluruh pemikiran-pemikiran dan pendahulunya, tidak jika ternyata pemikiran-pemikiran tersebut telah diabaikan oleh generasi penerus biologisnya dan penerusnya lebih memilih untuk mengusung konsep baru yang dianggap pemikiran pendahulunya dirasa kurang sesuai atau telah out off date.
Dalam PDIP, pemikiran-pemikiran marhaenisme sesungguhnya telah dijadikan sebagai acuan landasan ideologi kepartaian. Logisnya, semua kader yang memilih untuk bergabung di PDIP secara otomatis akan menerapkan prinsip-prinsip marhaen dalam menjalankan partainya, maupun pola pikir mereka dalam tataran individu.
Dalam menjaga arah partai banyak instrument yang harus diperhatikan, diantaranya adalah ideologi, kaderisasi kepemimpinan, visi, dan misi, serta bentuk anggaran dasar dan rumah tangga partai. Seorang pemimpin partai politik tidak bisa hanya didominasi oleh sebuah trah, namun yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan seorang kader yang mampu membawa partai menjadi wadah untuk mewujudkan cita-cita masyarakatnya dalam membagun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Partai yang telah besar seperti PDIP yang telah memiliki kader yang solid tentunya harus berfikir tentang bagaimana nasib partai pada jangka panjang. Isu trah seharusnya tidak menjadi hal penting untuk didiskusikan dalam rangka membesarkan dan meregenerasi kepemimpinan sebuah partai, namun ideologilah yang harus menjadi pertimbangan pertama untuk menjaga kelangsungan partai, karena sesungguhnya ideologi adalah ruh dari perjuangan partai.
Mampukah Trah Soekarno Melestarikan Tradisinya?
Tradisi PDIP yang menjaga trah Soekarno untuk menduduki pucuk pimpinan, memang mengantarkan Megawati menjadi ketum terlama dibanding jajaran partai politik. Tentunya hal ini, memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari kondisi ini, megawati sebagai pengejawantan Presiden Soekarno yang telah tiada mampu mengerus dukungan masyarakat, karena pamor Soekarno yang nyata masih memiliki daya magisnya untuk menyihir pendukungnya. Pencapaian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
TAHUN
SUARA
KURSI
PERINGKAT
1999
35.689.073 (33,74%)
153 (33,12%)
1
2004
21.026.629 (18,53%)
109 (19.82%)
2
2009
14.600.091 (14,03%)
95 (16,96%)
3
2014
23.681.471 (18,95%)
109 (19,46%)
1
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Dari tabel diatas dapat disampaikan bahwa pasca runtuhnya orde baru PDIP mampu meraih posisi yang signifikan dibanding sebelumnya yang didominasi oleh Golkar. Kemenangan PDIP ini tidak serta merta diperoleh dengan mudah. Capaian PDIP pada pemilu 1999 yang sedemikian signifikan disebabkan oleh akumulasi kebencian masyarakat kepada orde baru yang telah lama mencengkeram kebebasan masyarakat dan telah menempatkan PDI pimpinan Megawati kala itu sebagai anak tiri yang terus mendapatkan perlakuan tidak menguntungkan dibanding Golkar.
Pada pemilu-pemilu selanjutnya 2004 dan 2009 menempatkan PDIP bukan lagi menjadi nomor satu, namun telah bergeser pada nomor 2 dan 3. Kenyataan ini terjadi ketika telah banyak partai politik alternatif pilihan masyarakat, yang dianggap mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat, dibanding PDIP sendiri. PDIP kembali menguat dan menduduki peringkat pertama pada pemilu kemarin dengan menempatkan sebagai pemenang pemilu. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa kemenangan PDIP sebagian besar disumbang dengan keberadaan Jokowi sebagai kandidat Presiden yang memuncaki berbagai survey yang ada, kendati disandingkan oleh ketum PDIP sekalipun.
Fenomena ini tentunya dapat dibaca, bahwa paradigma berfikir masyarakat tentang PDIP telah bergeser. Yang semula trah Soekarno menjadi icon terpenting dalam kepemimpinan partai untuk mendulang dukungan, bergeser kepada tokoh Alternatif partai yang oleh masyarakat dianggap mampu membawa perubahan. Oleh beberapa kader PDIP saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan sebuah perubahan dan kaderisasi dalam internal partai. situasi ini terbaca ketika adanya indikasi jokowi akan diusung sebagai calon ketua umum alternatif selain megawati telah mencuat. Kepermukaan.
Sebuah kenyataan yang harus disadari, bahwa dalam era modern ini, partai harus mampu melihat peluang dan potensi kadernya untuk membesarkan partai, karena mindset masyarakat memang telah begeser sedemikian rupa. Tradisi yang dikembangkan di Internal PDIP bahwa pemimpin PDIP itu harus trah Soekarno, Nampaknya sudah tidak berlaku lagi dalam pandangan masyarakat, hanya pemimpin yang mampu membawa perubahan dan perbaikan serta mampu menjawab tantangan jamanlah yang layak memimpin sebuah partai.
Dengan demikian jika PDIP merencanakan sebuah masa depan yang cemerlang dan tetap berkeinginan menjadi partai yang besar, harusnya membuka peluang bagi kader-kader yang lain untuk memberikan konstribusinya untuk membesarkan partai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H