Mohon tunggu...
Agus Kusdinar
Agus Kusdinar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Content Creator/Exclusive Writer Narativ On Loc Desa Wisata/SWJ Ambassador 2023

Banyak Menulis tentang Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Simbol Kerukunan Umat Beragama di Desa Cangkuang, Bhinneka Tunggal Ika?

17 November 2022   17:49 Diperbarui: 18 November 2022   21:02 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Adat Kampung Pulo (Dokpri)

Rumah Adat Kampung Pulo

Rumah Adat Kampung Pulo (Dokpri)
Rumah Adat Kampung Pulo (Dokpri)
Kurang lebih 100 meter dari Candi Cangkuang dan Makam Mbah Dalem Arif Muhammad, terdapat Rumah Adat yang merupakan keluarga keturunan dari Mbah Dalem Arief Muhammad yang memiliki simbol sangat mencolok dengan 7 bangunan, terdiri dari 6 Rumah dan 1 Mushola, yang melambangkan 6 rumah merupakan lambang anak perempuan dan 1 Mushola melambangkan dari anak laki-laki Arief Muhammad.

Orang yang menempati Rumah Adat Kampung Pulo merupakan keturunan dari Mbah Dalem Arief Muhammad dengan tetap memegang aturannya seperti jumlah orang yang menempati tidak boleh kurang atau lebih, setiap hari rabu ada pantrangan-pantrangan tertentu, tidak boleh memelihara binatang ternak berkaki 4, tidak boleh menabuh goong besar dan lainnya yang masih dipegang sampai sekarang.

Desa Wisata

Rakit di Desa Wisata Situ Cangkuang (Dokpri)
Rakit di Desa Wisata Situ Cangkuang (Dokpri)
Desa Wisata merupakan peradaban baru di Desa Cangkuang, bernama Desa Wisata Situ Cangkuang dikelola oleh BUMDes Cangkuang yang didirikan pada tahun 2021 tepatnya pada bulan Februari dan diresmikan pada tanggal 9 Mei 2021, yang memanfaatkan tanah carik desa juga situ Cangkuang yang memiliki sarana transpotasi tradisional beruapa rakit, yang menjadi daya tarik wisata baik di Desa Wisata maupun Cagar Budaya.

Desa Wisata identik dengan masyarakat Desa Cangkuang, karena tujuan mendirikan desa wisata guna untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, yang sekarang semuanya sudah memeluk agama islam, karena kehadiran Mbah Dalem Arief Muhammad warga Cangkuang beberapa abad yang lalu, tetapi adat istiadat masih dipegang oleh warga Desa Cangkuang karena erat kaitannya dengan nenek moyang mereka yang dulunya beragama Hindu sampai masuk Islam.

Nah,jadi apa hubungannya simbol Bhineka Tunggal Ika yang berada di Desa Cangkuang, apakah itu sengaja dibuat Candi disamping makam penyebar agama islam supaya menjadi simbol kerukunan umat beragama pada masa orde baru, supaya Bhinneka Tunggal Ika tetap kuat pada waktu itu guna untuk kepentingan berbangsa dan bernegara?, jawabannya tentu tidak disengaja, karena Candi Cangkuang benar-benar ada bukan hasil rekayasa, dengan bukti makam Mbah Dalem Arief Muhammd menggunak batu-batu dari Candi yang sudah ada berabad-abad yang lalu.

Saya pernah mewawancarai bidang kepurbakalaan Cagar Budaya Candi Cangkuang beliau mengatakan bahwa tidak ada kaitannya antara keberadaan Candi Cangkuang dengan Makam Mbah Dalem Arief Muhammad (penyebar agama islam). Jawaban itu sangat logis sekali jika disimpulkan karena jarak antara Candi Cangkuang dengan Makam Mbah Dalem Arief Muhammad bedanya kurang lebih 9 abad, jika dihitung tahun bisa dihitung berapa keturunan yang memisahkan anatara jarak Candi dengan Makam?

Jadi kenapa suka dikait-kaitkan dengan simbol Bhineka Tunggal Ika?, jadi jawabannya sederhana saja, apa susahnya karena ini hanya gambaran yang sangat penting untuk persatuan dan kesatuan yang sangat butuh belakangan ini, yang kadang karena agama, suku, ras menimbulkan perselisihan, dan Candi Cngkuang bisa menjadi gambaran indahnya hidup bersama antar umat beragama.

Apakah sengaja dijadikan bagian dari daya tarik wisata, sehingga dikait-kaitkan?, jika iya sah-sah saja antar Candi Cangkuang dan Makam Mbah Dalem Arief Muhammad sebagai daya tarik wisata yang tidak ada bandingannya di negeri ini dengan keunikannya. Mulai dari adanya Candi, Makam sampai Rumah Adat Kampung Pulo juga masyarakat yang ada di Desa Wisata dengan situ Cangkuaangnya, karena menurut pengalaman saya sering mengikuti pelatihan-pelatihan pariwisata itu dibolehkan guna untuk menarik para wisatawan.

Sejarah tidak mungkin 100 persen dijamin kebenaranya, tetapi setidaknya adanya sumber yang bisa kita gunakan sebagai acuan dengan bukti-bukti peninggalan juga saksi hidup, karena sejarah ditulis oleh manusia biasa yang memiliki kelebihan juga kekurangan. Jika ada yang kuarang mungkin pada masa itu kemampuan penelitiannya sampai disana yang akan dilanjutkan oleh generasi selanjutnya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan zaman dulu dengan segala keterbatasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun