Banyak sekali kisah-kisah yang menceritakan kesederhanaan hidup Baginda Nabi Muhammad yang mulia. Sesungguhnya, sepanjang hidup Beliau yang mulia adalah kisah tentang kesederhanaan. Kisah berikut ini misalnya:
Pada suatu hari, Umar bin Khattab bertamu kepada Baginda Rasul . Melihat kesederhanaan ruangan serta bekas tikar yang meninggalkan tanda di tubuh Beliau, Umar menangis. "Wahai Umar, kenapa engkau menangis?"
"Mengapa aku tidak menangis, wahai Nabi Allah?" balas Umar sesegukan. Pendekar Islam yang keras dan lurus, mantan juara gulat pasar Ukas ini, ternyata jatuh air matanya menyaksikan keadaan junjungannya yang termulia.
"Tempat tidurmu keras, tikarmu yang sederhana hingga meninggalkan bekas di punggungmu. Padahal engkau kekasih-Nya." Umar seolah protes dan membandingkan,
"Di luar sana, Kaisar Byzantium dan Kisra Persia, hidup dalam gelimang kemewahan dan kekayaan..."
Nabi tersenyum lembut,
"Apakah engkau tidak puas bahwa kita akan menerima kekayaan dan kenikmatan hidup setelah di dunia ini nanti? Kekayaan mereka, raja-raja itu hanya kenikmatan dunia yang sementara. Sedangkan yang akan kita terima, adalah kenikmatan yang akan kekal bersama kita selamanya?"
Di lain ketika, Abdullah Bin Mas'ud pernah memohon kepada Baginda RasuluLlah  agar diizinkan menambah lapisan di atas tempat Beliau tidur, sehingga kerasnya tikar tidak sampai membekas di tubuhnya Baginda yang mulia. Rasul menjawab;
"Apalah artinya dunia ini bagiku? Kehidupan dunia ini ibarat seorang musafir yang tengah berteduh di tengah teriknya sengatan cahaya matahari, lalu pergi meninggalkan pohon itu sesaat kemudian."
Baginda Rasul pernah juga menasehati Aisyah tentang kesederhanaan yang menjadi pilihan beliau sebagai Nabi dan Rasul dan juga sebagai manusia biasa.
"Wahai Aisyah, andai kukehendaki, niscaya dapat kuminta gunung-gunung itu menjadi emas dan perak."