Mohon tunggu...
Agus Indy.
Agus Indy. Mohon Tunggu... Dosen - Antropolog Blajaran

Saya seorang pendongeng yang suka menulis cerita-cerita etnografi yang ringan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ngaji dan Selera

30 Mei 2017   12:54 Diperbarui: 30 Mei 2017   12:59 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mak dheg! Saya trataban betul ketika mbah Rebo yang notabene merupakan salah satu imam permanen di masjidku tiba-tiba melontarkan pertanyaan super berat macam begini: ‘mas dosen, jan-jannya, yang namanya wahabi itu apa to?’ Saat itu kami berempat selonjoran di teras masjid menunggu gerimis reda. Di situ ada juga mbah Ngalim yang juga berstatus imam permanen, pak Hadi yang kadang menjadi imam cadangan, serta saya yang imam pocokan alias imam tembak. Jadi ini forum para imam, meskipun levelnya berbeda wehehehehehe

Yang membuat berat itu adalah kata ‘jan-jannya’ itu. Menurut ki Sindung, yang guru pilsafat itu, pertanyaan semacam itu bersifat substantif, jawabannya tidak boleh miyar miyur, harus menunjuk pada sesuatu yang mendasar. Kapokmu kapan?! Ini jelas menjadi beban tersendiri bagiku yang meskipun dosen Gadjah Mada, tetap masih cap kambing. Lha tidak menjadi beban gimana, di satu sisi mbah Rebo itu sering menganggap saya waskitha je, lha kalo jawabanku mengecewakan kan ya gimana. ‘Piyayi Nggajahmodo je’. Sementara saya tidak punya ngelmu yang cukup untuk ngomongin itu. Ha mosok ngomongin subtantif di forum imam kok referensinya wikipedia, sorry no ya.

Untuk mengulur waktu berpikir  seperti biasa, saya menanyakan ulang.

‘ada apa je mbah?’ tanyaku

‘itu loh kok ya bolehnya gawat. Orang ngaji saja kok dibubarkan segala. Emangnya apa to yang diajarkan itu? Kok sampai segitu?’ tanya mbah Rebo

‘ha ya mestinya mengganggu.’ Sahut mbah Ngalim pendek. Beliau memang pendiam.

‘mengganggunya itu gimana?’ tanya mbah Rebo lagi. Mbah Ngalim diam.

‘rebutan mesjid jare’ sahut pak Hadi sambil tersenyum. Beliau memang yang paling banyak senyum di antara jamaah masjid kami.

‘lah, mesjid kok dinggo rebutan?!’ gerutu mbah Rebo,’… orang ke masjid itu kan ya mestinya mau bikin yang baik-baik…ngaji ya ngaji saja… sholat, pengajian, latihan hadroh...’

‘lha kalo isi pengajiannya gak cocok?’ tanya pak Hadi masih dengan senyum.

‘lha kan ya dhewe-dhewe jamaah e…. kan bisa gantian to?!… hari ini yang ngaji kelompok ini, sesuk kelompok ini… besoknya lagi ustadz itu dengan suporternya… ha kok repot men..’ jawab mbah Rebo tangkas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun