Pendahuluan
Saya masih ingat betapa bosannya saya ketika naik angkot di Bekasi. Sopirnya tidak mau jalan sebelum penumpang penuh. Duduk di dalam angkot yang berhenti di pinggir jalan, menunggu dalam waktu yang terasa seperti selamanya.Â
Tak jarang, setelah sekian lama menunggu, tiba-tiba sopir angkot memilih balik arah karena merasa jalur yang ditempuh sepi penumpang. Sungguh mengecewakan! Pengalaman seperti ini membuat saya, dan mungkin banyak orang lainnya, berpikir dua kali sebelum menggunakan angkutan umum.
Ada lagi pengalaman tidak menyenangkan kala berdesakan bahkan harus berdiri ketika naik bus perjalanan jauh seperti Bandung ke Bekasi dan sebaliknya, akumulasi keadaan di atas membuat keputusan saya untuk memiliki kendaraan pribadi lebih tinggi.
Indonesia tengah menghadapi krisis transportasi publik yang semakin nyata. Berbagai faktor telah menyebabkan penurunan penggunaan angkutan umum, mulai dari pandemi COVID-19 hingga kualitas layanan yang tidak memenuhi harapan masyarakat.Â
Banyak warga kini lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, baik untuk keperluan pribadi maupun sebagai sumber penghasilan tambahan melalui aplikasi transportasi online seperti Grab dan Gojek. Fenomena ini mencerminkan tantangan besar bagi pengelola angkutan umum untuk berbenah agar tetap relevan di era digital.
Faktor Penyebab Krisis Transportasi Publik
Beberapa penyebab utama dari krisis transportasi publik di Indonesia antara lain:
1. Kualitas Layanan yang Buruk
Sebelum pandemi, kondisi kendaraan umum seperti bus dan angkot sering kali tidak layak pakai. Armada yang tua, kebersihan yang kurang terjaga, serta pelayanan yang tidak profesional membuat masyarakat enggan menggunakannya.