Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Shin Tae yong dan Fenomena Retrospective Appreciation

9 Januari 2025   21:13 Diperbarui: 9 Januari 2025   21:13 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Ketika Shin Tae yong (STY) pertama kali diumumkan sebagai pelatih tim nasional sepak bola Indonesia, harapan tinggi seakan membanjiri jagad persepakbolaan tanah air. Sebagai pelatih dengan reputasi internasional, masyarakat berharap ia mampu membawa Garuda terbang lebih tinggi di kancah sepak bola Asia bahkan dunia. 

Tetapi seperti halnya perjalanan seorang tokoh besar, jalan yang ia tempuh tidaklah mulus. Kritik, ejekan, bahkan cemoohan mewarnai perjalanan STY selama menukangi timnas Indonesia. 

Ironisnya ketika ia tidak lagi memegang jabatan tersebut, gelombang rindu dan apresiasi justru menggema dari para penggemar sepak bola tanah air. Fenomena ini menarik untuk kita renungkan: Mengapa kita sering kali baru menghargai sesuatu setelah kehilangan?

Awal Perjalanan dan Ekspektasi Tinggi

Shin Tae yong datang dengan rekam jejak yang luar biasa. Ia pernah memimpin timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018, bahkan berhasil menumbangkan juara bertahan Jerman di fase grup. Luar biasa tim Panser kesayangan saya harus menelan kekalahan 2-0 saat itu... :)

Dengan nama besar tersebut, ekspektasi masyarakat Indonesia melambung tinggi. Publik tidak hanya menginginkan kemenangan, tetapi juga perubahan signifikan dalam mentalitas dan permainan tim nasional.

Sayangnya, ekspektasi besar sering kali menjadi pedang bermata dua. Ketika hasil tidak sesuai harapan, kritik pun datang tanpa ampun. 

Kekalahan, permainan yang dianggap kurang atraktif, hingga kebijakan pemilihan pemain sering kali menjadi bahan pembicaraan negatif di media sosial dan forum-forum olahraga. Sebagian masyarakat lupa bahwa perubahan besar memerlukan waktu, strategi, dan dukungan penuh.

Momen Pahit dan Kritik yang Tidak Seimbang

Ketika timnas mengalami kekalahan di ajang-ajang penting, STY menjadi sasaran empuk kritik. Bahkan beberapa pihak menyalahkan gaya kepelatihannya yang dianggap tidak cocok dengan karakter pemain Indonesia. 

Kritik tersebut sering kali tidak diimbangi dengan pengakuan atas kontribusinya. Misalnya, pembinaan pemain muda, peningkatan mentalitas pemain, dan keberhasilan membawa timnas ke level yang lebih kompetitif dalam beberapa turnamen besar seperti Piala AFF dan SEA Games.

Namun di tengah kritik tersebut, STY tetap teguh. Ia terus bekerja keras membangun pondasi yang solid, meski sering kali tidak terlihat di permukaan. Keberanian STY mempercayai pemain muda juga menjadi langkah yang revolusioner, meskipun pada saat itu kurang diapresiasi.

Pengakuan yang Datang Terlambat

Ketika masa jabatan STY berakhir dan ia tidak lagi memimpin timnas, barulah banyak pihak menyadari betapa besar kontribusinya. Dalam retrospeksi, penggemar sepak bola mulai menghargai dampak yang ia bawa: Bagaimana ia berhasil meningkatkan mental juara para pemain, mengubah gaya bermain tim menjadi lebih modern, dan memberi kesempatan kepada pemain muda untuk bersinar di level internasional.

Fenomena ini sering disebut sebagai retrospective appreciation atau penghargaan yang datang terlambat. Ketika seseorang masih ada di dekat kita, sering kali kita hanya fokus pada kekurangan atau kesalahan kecilnya. Baru ketika ia pergi, kita merasakan kehilangan dan mulai mengenang hal-hal baik yang telah ia lakukan.

Belajar dari Fenomena STY

Fenomena yang terjadi pada STY bukanlah hal baru. Ini adalah cerminan dari bias negatif yang sering kali kita miliki sebagai manusia. Kita cenderung lebih mudah melihat kekurangan dibandingkan kebaikan, terutama dalam situasi yang penuh tekanan seperti dunia olahraga. Namun, kehilangan STY seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Dalam kehidupan, baik itu di dunia olahraga, pekerjaan, atau hubungan personal, kita sering kali lupa untuk menghargai mereka yang ada di sekitar kita. Kita terlalu sibuk mencari kesalahan tanpa memberi apresiasi atas usaha dan kontribusi yang telah mereka berikan. Ketika akhirnya mereka pergi, kita baru menyadari betapa besar peran mereka dalam hidup kita.

Membangun Budaya Apresiasi

Kepergian STY dari timnas Indonesia seharusnya menjadi momen refleksi bagi kita sebagai penggemar sepak bola, bahkan sebagai masyarakat secara umum. Mari kita mulai membangun budaya apresiasi, bukan hanya untuk hal-hal besar, tetapi juga untuk usaha kecil yang sering kali terlewatkan. Sebab siapa tahu hal yang kita anggap biasa saja hari ini, bisa menjadi sesuatu yang sangat dirindukan di masa depan.

Shin Tae yong telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam perjalanan sepak bola Indonesia. Kini saatnya kita menjaga dan melanjutkan apa yang telah ia mulai, sambil belajar untuk lebih menghargai orang-orang yang sedang berjuang di sekitar kita, sebelum mereka benar-benar pergi.

Mari kita move on dengan mengucapkan, "Terima kasih Coach STY dan selamat datang untuk Patrick Kluivert, pelatih baru asal Belanda yang siap membawa angin segar bagi timnas Indonesia." Semoga perjalanan baru ini menjadi babak yang penuh harapan dan kesuksesan bagi sepak bola tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun