Di kota, kegiatan sehari-hari sering kali diwarnai oleh jadwal yang ketat dan teknologi yang tidak terpisahkan. Namun di Cisalak, kehidupan berjalan dengan ritme alami.Â
Tidak ada bunyi klakson mobil atau hiruk pikuk jalan raya, yang ada hanya suara burung berkicau, gemericik air sungai, dan desiran angin di antara pepohonan.
Kehidupan Slow Living di Cisalak
Meskipun hanya sesaat, waktu yang saya habiskan di kampung halaman benar-benar mencerminkan konsep slow living. Dalam beberapa hari, saya merasakan kedamaian yang luar biasa, jauh dari tekanan pekerjaan dan kehidupan perkotaan.Â
Slow living benar-benar mencerminkan kwalitas waktu tersebut yang saya habiskan sangat berarti dan membekas, juga tentang menikmati momen-momen sederhana dengan penuh rasa syukur.
Di Cisalak, saya tidak perlu memikirkan email yang menumpuk atau jadwal rapat yang padat. Sebaliknya, saya bisa sepenuhnya hadir di momen tersebut: Menghirup udara segar, berbincang dengan keluarga, atau menikmati masakan tradisional seperti nasi liwet di atas daun pisang yang dimasak oleh ibu saya. Semua ini memberikan rasa syukur atas kehidupan yang saya miliki.
Dokumentasi yang Mengabadikan Kenangan
Sebagai seorang blogger dan YouTuber, saya selalu membawa kamera untuk mendokumentasikan keindahan kampung halaman. Video-video ini menjadi kenangan, serta sarana untuk berbagi cerita dengan teman-teman dan pembaca.Â
Saya telah merekam berbagai momen, mulai dari matahari terbit di atas sawah, hingga kegiatan terbangun di tengah malam dan menikmati heningnya malam di bawah sinar rembulan.
Dokumentasi ini juga menjadi pengingat bahwa ada keindahan sederhana yang masih bisa dinikmati di tengah modernitas. Lewat video-video tersebut, saya berharap dapat menginspirasi orang lain untuk meluangkan waktu dan menemukan "tempat pelarian" mereka sendiri, tempat ketika kita bisa merasa tenang dan mengingat keagungan Sang Maha Pencipta.