Dengan AI, penulis dapat:
1. Menyusun ide lebih cepat.
2. Mengoreksi tata bahasa secara efisien.
3. Menemukan inspirasi dari pola data yang disajikan AI.
Namun seperti pena, AI tidak bisa menggantikan kreativitas manusia. Ia hanya memperkuat kemampuan kita untuk menuangkan ide ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami.
Kesimpulan: Alat di Tangan Manusia
Pena pernah dianggap revolusioner pada masanya, seperti AI saat ini. Namun, keduanya hanyalah alat di tangan manusia.Â
Dengan menggunakan AI secara bijak kita dapat memanfaatkan teknologi dalam membantu pekerjaan kita, sekaligus menunjukkan bahwa alat secanggih apa pun tetap membutuhkan sentuhan manusia untuk menghasilkan karya yang benar-benar manusiawi.
Seperti pena yang terus kita gunakan hingga kini, AI bisa menjadi mitra kita dalam menulis selama kita tetap memegang kendali atas apa yang ingin kita sampaikan. Jadi mengapa takut pada AI, jika kita bisa menjadikannya seperti pena: sekadar alat untuk menyampaikan ide-ide besar?
Terakhir izinkan saya untuk menyertakan sebuah kutipan yang berasal dari Sydney J. Harris, seorang kolumnis dan penulis:
"The real danger is not that computers will begin to think like men, but that men will begin to think like computers."