Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Meredakan Gangguan Kecemasan

20 September 2024   08:36 Diperbarui: 20 September 2024   14:12 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecemasan adalah salah satu perasaan yang manusiawi. Namun, ketika perasaan ini berkembang menjadi sesuatu yang lebih intens dan terus-menerus, hingga memengaruhi kehidupan sehari-hari, hal tersebut menjadi sesuatu yang jauh lebih kompleks. 

Saya adalah seseorang yang hidup dengan gangguan kecemasan khususnya kecemasan sosial dan melalui tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman saya dalam menghadapinya, serta beberapa hal yang telah membantu saya mengelolanya.

Awal Mula Perasaan Cemas

Gangguan kecemasan ini mulai terasa intens setelah saya melewati usia remaja, klimaksnya sekitar lulus SMA. Saat itu, saya tidak begitu memahami mengapa kecemasan ini muncul. 

Namun, ada peristiwa-peristiwa traumatik dari masa remaja saya yang meskipun sudah saya lupakan, mungkin meninggalkan jejak tak kasat mata di alam bawah sadar saya.

Yang sering kali menyiksa adalah perasaan cemas itu muncul secara tiba-tiba tanpa peringatan, di mana saja, kapan saja. Dalam situasi sehari-hari yang tampaknya normal, rasa cemas bisa datang seperti badai yang menyapu segala hal lain dari pikiran saya. 

Rasanya sangat menakutkan, hingga saya tidak bisa berpikir jernih. Sering kali, saat kecemasan memuncak, saya merasa seperti terjebak dalam pusaran perasaan cemas yang semakin membesar dan membesar, hingga akhirnya saya merasa pingsan atau mungkin tertidur, karena sulit membedakan keduanya.

Saat saya terbangun, semuanya terasa normal kembali seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Namun, perasaan takut akan serangan kecemasan berikutnya selalu menghantui saya.

Lingkaran Kecemasan dan Ketakutan

Satu hal yang sangat menyiksa adalah kecemasan itu sendiri. Kecemasan tentang kecemasan menjadi lingkaran setan yang tak berujung. Setiap kali saya mulai merasa cemas, saya langsung takut bahwa perasaan itu akan memburuk, yang pada akhirnya membuat kecemasan tersebut benar-benar semakin parah.

Hal yang paling menakutkan bagi saya adalah saat saya berada di tempat umum, di antara banyak orang. Ketika itu terjadi, saya tidak hanya merasa cemas, tetapi juga dihantui ketakutan akan terlihat lemah di mata orang lain. 

Saya tidak ingin orang-orang melihat saya pingsan atau kehilangan kendali. Rasa malu dan takut dihakimi hanya memperburuk keadaan. Akibatnya, saya selalu mencari tempat yang sunyi tempat di mana saya bisa berbaring dan menghindar dari tatapan orang-orang. Saya tahu, ketika kecemasan itu berakhir, saya akan bangun dan tersadar, dan semuanya akan kembali normal.

Pola Menghindar Mencari Tempat Sunyi

Mencari tempat sunyi adalah salah satu cara saya mengatasi kecemasan, ini adalah reaksi alami untuk mencari ruang di mana saya merasa aman dari penilaian orang lain. Namun, dengan terus menghindar dari situasi sosial, saya menyadari bahwa sebenarnya saya hanya memperparah rasa takut saya. 

Meskipun tempat sunyi memberikan kelegaan sementara, saya juga belajar bahwa ini hanyalah solusi jangka pendek yang membuat kecemasan saya bertahan lebih lama di masa depan.

Saya mulai menyadari bahwa dengan selalu menghindari tempat-tempat yang ramai, saya menguatkan keyakinan bahwa saya tidak bisa menghadapi kecemasan di sekitar orang lain, yang pada akhirnya memperburuk kondisi saya.

Mengelola Kecemasan Dari Apa yang Saya Alami

Seiring berjalannya waktu, saya mencari bantuan profesional dan mulai mempelajari cara mengelola kecemasan saya. Berikut adalah beberapa hal yang sangat membantu:

1. Mengubah Pola Pikir: Saya menyadari bahwa kecemasan adalah respons alami tubuh, bukan tanda kelemahan. Saya mulai berusaha mengubah cara saya berpikir tentang kecemasan. 

Alih-alih melihatnya sebagai ancaman, saya mencoba melihatnya sebagai sesuatu yang bisa saya atasi meskipun terasa berat pada awalnya. Saya mulai memahami bahwa orang lain mungkin tidak menyadari kecemasan saya separah yang saya kira. Banyak dari mereka lebih sibuk dengan diri mereka sendiri daripada memperhatikan saya.

2. Latihan Pernapasan dan Relaksasi: Ketika kecemasan mulai menyerang, salah satu teknik yang saya gunakan adalah latihan pernapasan. Dengan berfokus pada pernapasan yang dalam dan lambat, saya bisa mengurangi gejala fisik kecemasan sebelum mencapai puncaknya. Ini adalah cara sederhana namun sangat efektif untuk menenangkan diri saat gejala mulai muncul.

Atas saran seorang ahli terapi, relaksasi pernapasan 15 menit sebelum tidur dengan pokus pada tarikan nafas yang ditarik dan dikeluarkan secara perlahan membantu mengurangi rasa cemas saya secara bertahap dan berkelanjutan.

3. Menghadapi Ketakutan Secara Bertahap: Saya belajar bahwa menghindari situasi yang membuat saya cemas hanya memperparah kondisi tersebut. Maka, saya mencoba menghadapi ketakutan saya secara bertahap. 

Mulai dari lingkungan yang lebih kecil dengan sedikit orang, saya secara perlahan-lahan membiasakan diri untuk berada di sekitar orang banyak tanpa merasa cemas yang berlebihan. Ini disebut desensitisasi bertahap, dan itu membantu saya mengurangi kecemasan secara perlahan-lahan.

4. Dukungan dari Orang Terdekat: Meskipun kecemasan membuat saya ingin mengisolasi diri, saya belajar bahwa dukungan dari orang-orang terdekat adalah salah satu kunci penting untuk menghadapinya. Berterus terang pada Pasangan dan Anak untuk memahami kondisi saya adalah sumber kekuatan besar saat kecemasan menyerang. Mereka membantu saya merasa bahwa saya tidak sendirian dalam menghadapi kondisi ini.

5. Terapi Kognitif Perilaku (CBT): Saya juga mengikuti Terapi Kognitif Perilaku (CBT) untuk membantu mengatasi kecemasan sosial saya. CBT membantu saya mengidentifikasi pola pikir negatif yang memperkuat rasa takut akan penilaian orang lain, dan membantu saya melatih cara menghadapi situasi sosial tanpa menghindar atau melarikan diri.

Kesimpulan: Belajar Berdamai dengan Kecemasan

Kecemasan sosial adalah kondisi yang berat dan bisa melelahkan secara emosional, tetapi bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi. Saya belajar bahwa mencari tempat sunyi saat kecemasan muncul memang memberikan rasa aman sementara, tetapi solusi jangka panjang terletak pada kemampuan menghadapi ketakutan saya secara bertahap dan dengan dukungan yang tepat.

Jika kita atau seseorang yang kita kenal menghadapi kecemasan sosial atau gangguan kecemasan lainnya, ketahuilah bahwa kita tidak sendirian. Dukungan dari orang-orang terdekat, serta bantuan profesional dari terapis atau psikiater, bisa sangat membantu. Kecemasan bukanlah tanda kelemahan, itu adalah respons alami tubuh yang bisa kita pelajari untuk kelola.

Catatan untuk Pemirsa: Saya bukan ahli kesehatan jiwa, psikolog, apalagi psikiater, tulisan ini adalah sebuah refleksi pribadi dari pengalaman saya dengan gangguan kecemasan. Setiap orang mungkin memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi kecemasan, dan penting untuk mendapatkan dukungan yang tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika diperlukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun