Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menilai Film Malaysia Sheriff Narcotics & Integrity

9 September 2024   08:12 Diperbarui: 12 Oktober 2024   01:30 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkap layar akun Netflix (dokpri)

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang film ini, saya ingin mengingatkan bahwa ulasan ini akan mengungkap beberapa detail penting dari alur cerita. Jika Anda belum menonton film ini dan ingin menikmatinya tanpa bocoran, saya sarankan untuk menonton terlebih dahulu sebelum melanjutkan ulasan ini.

Terus terang saya belum pernah menonton film laga Malaysia itu seperti apa? Mangkanya begitu melihat judul film ini saya tertarik untuk menontonnya, ya sebagai tetangga sewajarnya kita membandingkan kwalitas film dalam negeri dengan film tetangga kita yang satu ini.

Film Malaysia ini diperankan oleh: Zul Arifin, Syafik Kyle, Aaron Aziz dan lainnya, yang sejujurnya saya tidak tahu tentang latar belakang mereka apalagi lebih jauh dari itu. Dalam ulasan ini saya hanya akan menunjukan bagaimana film ini disajikan, dan bagaimana pengaruhnya bagi penonoton.

Di dunia anak-anak kita mengenal film Upin-Ipin dan Boboboy yang sangat digemari anak-anak kita, saya penasaran film laga Malaysia yang dirilis tahun 2024 "Sheriff Narcotics & Integrity" seperti apa? Ternyata setelah menontonnya menurut saya film ini cukup menarik dan mempunyai alur cerita yang simpel.

Cerita mengalir begitu saja dengan alur cerita yang mudah dipahami, tapi pas diakhir cerita barulah muncul beberapa plot twist yang cukup tidak disangka mengenai beberapa peran. Tapi secara keseluruhan alur cerita enak disimak karena ceritanya yang jelas dan arah konflik yang fokus.

Kalau kita bandingkan dengan alur-alur cerita film anak Upin Ipin, ya begitulah macamnya. Cerita terfokus pada pemecahan masalah dan peran-peran ikonik di dalamnya.

Cerita menceritakan seorang penegak hukum yang main hakim sendiri karena terdorong rasa dendam dan ketidakpuasan atas peradilan yang berlaku, tapi di akhir cerita akhirnya dia menyadari bahwa dengan main hakim sendiri hasilnya tidak sebaik dengan mentaati hukum meski semuanya tidak ada yang sempurna.

Semua pelaku tidak disembunyikan terhadap penonton, tapi motif yang masih menjadi teka-teki. Semua cerita sebenarnya sudah diketahui oleh Sang Polisi Senior pemeran utama, tapi tinggal bagaimana menghadirkan bukti yang tidak bisa di bantah itulah tantangannya.

Secara tekhnik cinematik cukup apik, malah dalam hal pengkarakteran dan cerita yang realistis saya acungi jempol. Semua konflik terjadi secara natural dan manusiawi dan penyelesaianyapun diselesaikan dengan logis. Adegan laga cukup bagus, aksen ala Tuk Dalang seperti dalam film seri  anak Upin-Ipin ternyata sangat khas dalam bahasa Malaysia termasuk dalam film ini, membuat film menjadi sangat unik dan otentik menggambarkan kehidupan orang Malaysia.

Banyak pernyataan yang membuat simpatik, salah satunya seperti bahwa di Malaysia sepangkat Perdana Menteri saja bisa masuk penjara. Ini artinya penegakan hukum di sana benar-benar tidak pandang bulu.

Film tidak menonjolkan ekploitasi syahwat mesti dalam alur cerita filmnya kasus ini terjadi, bahkan saya tidak menemukan adegan berciuman ala film dewasa sekalipun seperti pada film-film di negara lain pada umumnya.

Kesimpulannya saya menilai film negara tetangga kita ini masih menjaga dengan baik nilai-nilai budaya ketimurannya, meski dalam film laga orang dewasa sekalipun. Meski adegan kekerasan perkelahian, merokok ditunjukan oleh beberapa peran antagonis yang memang menunjukan identitasnya sebagai penjahat.

Kata-kata sumpah serapah itu memang ada pada setiap bahasa, termasuk pada bahasa malaysia tapi tidak kedengaran segitunya seperti yang sering kita dengar dari mulut-mulut kotor di sekitar kita.

Harapan terakhir saya sebagai perwakilan orang timur khususnya negara kita tercinta Indonesia, berharap sensor film kita diperketat untuk meminimalisir bahasa anak-anak kita yang kadang saya mendengarnya seperti terlalu liar.

Sebagai insan pendidik saya prihatin dengan bahasa-bahasa yang tidak sepantasnya keluar dari mulut anak-anak kita, tapi kondisinya begitu masif meski mereka masih memandang kita sebagai orangtua dan hanya menggunakan bahasa seperti itu dengan teman sebayanya.

Begitu pula dengan adegan yang berkaitan dengan syahwat, sebagai orang timur saya pikir adegan dalam film dewasa sekalipun tidak usah diperlihatkan detilnya, cukup tunjukan kalau memang hal itu terjadi secara tersirat atau tersurat.

Saya pikir dengan memperhatikan hal-hal di atas, tidak akan mengurangi kwalitas film bahkan bisa menunjukan bahwa kita manusia yang lebih beradab dengan budaya ketimurannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun