Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan adalah Tanggung Jawab Guru dan Orangtua

17 Januari 2024   22:16 Diperbarui: 17 Januari 2024   22:45 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kolaborasi orangtua dan guru, sudah tentu memegang peranan penting dalam masa depan anak. Ada beberapa catatan yang patut saya ungkapkan selama belasan tahun menjadi seorang guru wali kelas.

Tahun 1999 sampai dengan 2024 adalah bukan waktu pendek kalo dijumlahkan 25 tahun saya mengabdi di sekolah. Walaupun tidak secara keseluruhan menjadi seorang pengajar teknis, saya kenal setiap angkatan walaupun kadang hanya kenal wajah.

Dari puluhan ribu alumni masih ada yang suka datang ke sekolah meski dengan berbagai motif, ada yang sekedar melegalisir, bersilaturahmi dll. Ada juga yang tidak pernah sama-sekali datang tapi mereka masih mempertahankan pertemanan di media sosial terutama Facebook.

Dari berbagai macam karakter ada yang menarik bahwa nilai akademis yang mengacu pada besaran nilai Raport waktu bersekolah ternyata tidak menjamin kesuksesan mereka dikemudian hari. Banyak yang diantara mereka yang sukses justru berangkat dari siswa yang biasa-biasa saja bahkan ada sebagian yang dicap sebagai siswa "dalam tanda kutif".

Ada apa ini sebenarnya, apa sih yang salah ini tentunya menjadi PR kita sebagai guru khususnya, orangtua, dan pemerhati pendidikan pada umumnya.

Orangtua yang terlalu menuntut

Sebagian orangtua menuntut nilai akademis anak itu harus di atas rata-rata bahkan ada yang sangat kecewa seandainya nilai anak biasa-biasa saja. Kalau nilai di bawah standar itu tak pernah ditemukan karena guru mapel pada umumnya akan memberikan nilai rata-rata asal anaknya mau mengikuti arahan.

Guru (Wali Kelas) yang merasa takut disalahkan orang tua

Ini umum terjadi, setiap rapat perifikasi kenaikan kelas atau semesteran biasanya Wali Kelas mati-matian membela anaknya walau kadang harus mengalah dengan data yang disodorkan guru mapel.

Ini wajar, karena yang berhadapan langsung dengan orangtua adalah Wali Kelas, mereka punya beban moral. Sedangkan guru mapel sekedar memberikan nilai apa adanya.

Banyak kejadian anak yang seharusnya lulus sekolah kedinasan gagal karena nilai yang tidak memadai, lalu orangtua datang ke sekolah dan menyalahkan pihak sekolah lalu menuntut nilainya dirubah.

Komunikasi intens adalah kuncinya

Kejadian di atas tidak akan terjadi seandainya komunikasi terjalin dengan baik antara guru dan orangtua. Bicarakan dan konsultasikan sejak awal sehingga langkah-langkah prepentif bisa dilakukan.

Jangan memaksakan kehendak

Jangan memaksakan kehendak bahwa anak harus menjadi seperti apa yang diinginkan orangtuanya hal ini akan berakibat fatal jika nurani anak tidak sejalan dengan keinginan orangtua. Anak menjadi malaslah, belajar asal-asalan, sering bolos, dll.

Gunakan analogi bermain layang-layang dalam mengarahkan anak, mainkan tarik ulur benangnya. Berikan mereka kebebasan menentukan jalan hidupnya sendiri tapi harus ada batas koridornya sehingga orangtua dan guru bisa mengarahkannya ketika Si Anak melenceng ke arah yang membahayakan masa depannya.

Nilai Raport bukan segalanya untuk kesuksesan

Dalam banyak situasi, kombinasi kecerdasan IQ dan SQ seringkali menjadi keunggulan. Kemampuan beradaptasi dan berkolaborasi dengan orang lain dapat memperkuat efektivitas seseorang dalam berbagai pekerjaan.

Penting untuk diingat bahwa setiap individu unik, dan keberhasilan karier tidak dapat diukur hanya dari IQ saja. Keterampilan lunak (soft skills) seperti kepemimpinan, kerja tim, etika kerja, dan kemampuan berkomunikasi juga memainkan peran penting dalam membentuk karier yang sukses.

Berikut beberapa poin yang bisa menjelaskan fenomena tersebut:

  1. Keterampilan Lunak (Soft Skills): Keterampilan lunak, seperti kemampuan berkomunikasi, kerja tim, kepemimpinan, dan adaptasi terhadap perubahan, sering kali menjadi penentu keberhasilan seseorang dalam berkarier. Meskipun kecerdasan akademis penting, kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan berkontribusi dalam tim juga sangat diperlukan di lingkungan kerja.

  2. Networking dan Hubungan Interpersonal: Kadang-kadang, koneksi dan hubungan interpersonal dapat menjadi faktor penentu. Orang yang dapat membangun jejaring yang kuat dan menjalin hubungan baik dengan orang lain memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan peluang kerja dan mendukung pertumbuhan karier mereka.

  3. Motivasi dan Inisiatif: Seseorang yang memiliki motivasi tinggi, ambisi untuk mencapai tujuan, dan inisiatif untuk mengambil tanggung jawab tambahan dapat lebih mudah menonjol dalam lingkungan kerja.

  4. Kecocokan Budaya Perusahaan: Kesesuaian dengan budaya perusahaan juga dapat memainkan peran besar. Orang yang dapat beradaptasi dengan nilai-nilai dan budaya perusahaan mungkin memiliki peluang lebih baik untuk berhasil dalam jangka panjang.

  5. Pilihan Karier yang Tepat: Pilihan karier yang sesuai dengan minat, bakat, dan nilai-nilai pribadi seseorang juga dapat mempengaruhi keberhasilan. Jika seseorang memiliki passion dalam bidang tertentu, mereka mungkin lebih termotivasi untuk belajar dan berkembang di bidang tersebut.

Oleh karena itu, sementara nilai akademis dan kecerdasan IQ dapat membantu membuka pintu awal, faktor-faktor lain seperti keterampilan interpersonal, motivasi, dan kecocokan dengan lingkungan kerja memiliki peran krusial dalam membentuk karier yang sukses. Pemahaman diri yang baik, pengembangan keterampilan lunak, dan keberanian untuk mengambil inisiatif dapat menjadi kunci untuk mencapai keberhasilan dalam dunia kerja. 

Kesimpulan:

Tumbuh kembang anak didik adalah tanggung jawab bersama antara guru dan orangtua, maka dari itu:

Guru dan orangtua, kita memiliki peran penting dalam membimbing dan membentuk jiwa peserta didik tidak hanya dalam hal kecerdasan akademis tetapi juga dalam pengembangan keterampilan dan karakter yang mereka butuhkan untuk sukses dalam kehidupan. Berikut adalah beberapa prioritas yang dapat kita tumbuhkan dalam jiwa peserta didik:

  1. Keterampilan Belajar Seumur Hidup (Lifelong Learning): Dorong rasa ingin tahu dan semangat belajar yang berkelanjutan. Ajarkan mereka keterampilan belajar seumur hidup, seperti pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan kemampuan penelitian, yang akan bermanfaat sepanjang hidup mereka.

  2. Keterampilan Soft Skills: Berikan perhatian khusus pada pengembangan keterampilan lunak seperti komunikasi, kerja tim, kepemimpinan, dan empati. Keterampilan ini sangat berharga dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.

  3. Pemahaman Diri: Bantu peserta didik untuk mengenali dan memahami diri mereka sendiri, termasuk minat, bakat, dan nilai-nilai. Ini dapat membantu mereka membuat pilihan pendidikan dan karier yang sesuai dengan kepribadian dan tujuan hidup mereka.

  4. Kemampuan Beradaptasi dan Resilience: Ajarkan peserta didik untuk menjadi adaptif dan tangguh dalam menghadapi perubahan dan tantangan. Kemampuan untuk beradaptasi dan keuletan (resilience) adalah keterampilan penting dalam menghadapi dinamika dunia kerja dan kehidupan.

  5. Etika Kerja dan Integritas: Berikan penekanan pada nilai-nilai etika kerja yang tinggi dan integritas. Ajarkan mereka pentingnya bertindak dengan jujur, menghargai kerjasama, dan memegang komitmen.

  6. Kemandirian dan Inisiatif: Dorong peserta didik untuk menjadi mandiri dan mengambil inisiatif dalam pembelajaran dan kehidupan mereka. Memberikan tanggung jawab tambahan dan memberikan kesempatan untuk memimpin proyek dapat membantu mengembangkan kemandirian.

  7. Kemampuan Berpikir Kreatif: Dorong peserta didik untuk berpikir kreatif dan melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Kreativitas adalah keterampilan yang sangat berharga dalam menemukan solusi inovatif untuk masalah.

  8. Kesadaran Sosial dan Keterlibatan Sosial: Dorong kepedulian sosial dan keterlibatan dalam masyarakat. Ajarkan mereka tentang tanggung jawab sosial, empati, dan pentingnya memberikan kontribusi positif pada lingkungan sekitar.

Elemen-elemen di atas yang sangat variatif tidak bisa semuanya diwakili oleh besaran nilai yang tertera pada Raport Pendidikan. Banyak elemen-elemen yang disadari atau tidak tertanam pada jiwa peserta didik yang tidak diwakili nilai yang tertera di raport. Itulah yang menyebabkan fenomena yang sering terjadi di atas.

Sekali lagi bahwa setiap peserta didik memiliki keunikannya sendiri, jadi upaya pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masing-masing. Dengan membentuk jiwa peserta didik dalam aspek-aspek ini, kita dapat membantu mereka menjadi individu yang lebih holistik ( menyeluruh) dan siap menghadapi tantangan kehidupan dengan keyakinan.

Seperti biasa saya sampaikan setuju tidaknya mengenai tulisan ini tergantung pada pribadi masing-masing dan itu wajar untuk hal yang sepatutnya kita pelajari. Setidaknya inilah yang sesuai dengan naluri pikiran saya sebagai penulis.

Sekian semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun