Hewan pemburu di sini bisa dimaksud juga dengan anjing pemburu, sebab makna mukallibin pada ayat tadi adalah mu'allimun al-kilab (pelatih anjing). Rasulullah pernah menerangkan:
"Kalau kamu mengirim anjing yang terlatih, dan kamu sudah menyebut nama Allah atasnya, makanlah (hasil buruannya)."
Rasulullah tidak menyuruh untuk mencuci daging buruannya lebih dulu, padahal sudah barang tentu anjing yang terlatih tadi berburu dengan mulut dan giginya. Ada pula hadis yang meriwayatkan anjing keluar-masuk masjid dan para sahabat tidak membilasnya dengan air.
Lantas mengapa Rasulullah menyuruh untuk membasuh bekas jilatan anjing sebanyak tujuh kali? Imam Malik juga tidak memberikan 'illat/alasan, selain itu karena tuntutan ibadah saja (ta'abbud).
Itu beberapa hal tentang perbedaan pandangan ulama seputar hukum anjing dalam Islam, sebagai pengingat juga bahwa fikih adalah pandangan ulama terhadap syariat dan sangat mungkin berbeda-beda. Syariat sifatnya tetap, sedangkan fikih dapat berubah tergantung pembacaan terhadap suatu dalil.
Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H