Mohon tunggu...
Agus Dedi Putrawan
Agus Dedi Putrawan Mohon Tunggu... Dosen - Agus Dedi Putrawan

zero to hero

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mata Rantai yang Hilang

17 April 2017   09:34 Diperbarui: 17 April 2017   18:00 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskusi di Mataram (part I)

"Sajak palsu ku persembahkan untukmusaudara para pejuang palsu”…“Selamat pagi, Pak. Selamat pagi, Bu”, ucap anaksekolah dengan sapaan palsu. Lalu mereka pun belajar sejarah palsu dari  buku-buku palsu. Di akhir sekolah merekaterperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu. Karena tak cukup nilai,maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkanamplop yang berisi perhatian dan rasa hormat palsu. 

Sambil tersipu palsu danmembuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru dan ibu guru terima jugaamplop itu sambil berjanji palsu untuk merubah nilai-nilai palsu dengannilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapunlahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu,insinyur palsu, sebagian menjadi guru, ilmuan, dan seniman palsu. 

Dengan gairahtinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu, dengan ekonomi palsu,sebagai panglima palsu, mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspordan impor palsu, yang mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontongkualitas palsu. Dan Bank-Bank palsu dengan giat menawarkan bonus dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga pinjaman dengan ijin dan surat palsukepada Bank negeri yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniagadengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka uang-uang asing menggertakdengan kurs palsu, sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis yangmeruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam nasib buruk palsu. Lalu orang-orangpalsu meneriakkan kegembiraan palsu, mendebatkan gagasan-gagasan palsu, di tengahseminar dan dialog-dialog palsu, menyambut tibanya demokrasi palsu yangberkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.” 

 

Habib   : Begitu kira-kirakutipan lirik sajak yang dibuat oleh seorang dosen di salah satu perguruantinggi (IKIP Bandung  yakni Agus R.Sarjono). 

Agus    Luar biasa bang…!,sepertinya abang cukup concern pada pendidikan..?

Habib : Sangat miris jika harus melihat kembali keadaan yang sedang menimpa Negaradan bangsa kita saat ini. Lagi-lagi lembaga pendidikan dihadapkan padapersoalan pembentukan karakter dalam proses pembelajarannya. Salah satu fokusyang jarang muncul ke permukaan adalah konsep-konsep karakter yang harusdibangun dalam sistem dan prinsip-prinsip ekonomi yang seharusnya. 

Agus    Maksudnya?

Habib   :Dalam institusipendidikan, baik formal atau nonformal mungkin belum memberikan dampak yangsignifikan terhadap prinsip-prinsip pengetahuan yang hilang dalam pembelajaranekonomi yang berlangsung di sekolah. Bahkan lembaga ini sedikit tergeser kearah yang sama dan berlawanan dengan prinsip-prinsip dan tujuan institusi yangseharusnya. 

Agus    : Saya masih belum mengerti bang Habib..!

Habib : Ekonomi yang selama ini menjadi tujuan dan cara hidup bermasyarakatternyata menggeser nilai-nilai social yang harus dijunjung tinggi untukkeutuhan berhubungan antar sesama. Sehingga institusi pendidikanpun ikuttergeser dengan pola bahwa ekonomi-lah yang menjadi tujuan dalam membangunkomunitas pembelajar di sekolah. Lantas dimanakah karakter yang harus dibangundalam pembelajaran ekonomi, sehingga dalam pembelajaran di sekolah benar-benarmemiliki ruhnya sendiri sebagai lembaga yang selalu berhubungan dengan subjekdalam komunitasnya. Sudah sesuaikah prinsip-prinsip ekonomi yang berlaku denganterapannya yang terjadi di masyarakat kita? 

Agus    : Saya tidak terlalu mengertikajian ekonomi, hanya sedikit-sedikit.. lanjutkan bang..!

Habib: Apakah telah muncul kesadaran bahwa telah terjadi patologi terhadapprinsip-prinsip ekonomi dengan kenyataan yang ada di masyarakat kita? Sudahsadarkah kita bahwa kita telah keliru dalam membangun karakter terhadap konsepdasar pembelajaran ekonomi terhadap anak didik kita sehingga perilaku ekonomicenderung tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu tersebut…?

Agus    Nah ini yangmenarik, maksud abang, konsep dasar yang harus menjadi dasar pembentukankarakter anak dalam memahami pelajaran ekonomi di sekolah bahwa ekonomi adalahsalah satu rumpun ilmu sosial yang harus disadari bahwa keberadaannyaberada dibawah ilmu sosial

Habib : Anggota masyarakat yang tidak mampu menjangkau barang-barang yangdiinginkan dengan terpaksa melakukan dan mencari jalan lain yang tidak wajaruntuk mendapatkannya adalah salah satu bukti bahwa terjadi patologi denganmemutar balikkan ekonomi menjadi lebih tinggi dari pada ilmu sosial yangseharusnya. Buktinya mengapa sesorang yang kaya tidak bersedia untukmengalihkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan mereka yanglemah? 

Agus    : Saya kirasebaliknya, virus persaingan untuk mendapatkan keinginan dan nafsu ternyatadipergunakan hanya sekedar sebagai symbol gaya hidup (prestise) terhadap budayakonsumsi yang selalu ingin dipenuhi oleh para pemilik modal tersebut denganmengabaikan masyarakat sekitar. 

Habib : Cerdas…!, Landasan ideal demokrasi ekonomi adalah pancasila, sedangkanlandasan konstitusionalnya adalah UUD 1945 pasal 33 merupakan dasar demokrasiekonomi yang menyatakan 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasaratas asas kekeluargaan, 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara yangmenguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, 3. Bumi dan air dankekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakanuntuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sudah sangat jelas prinsip ajarandalam melaksanakan kegiatan ekonomi adalah untuk keutuhan dan kemanusiaan.Produksi dikerjakan oleh semua dan untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikananggota-anggota masyarakat.

Agus    : Sebenarnya,Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan dan bukan kemakmuran orang seorang. 

Habib : Dalam membangun ekonomi dalam komunitas pembelajar hendaknya mampumemberikan konsep-konsep dasar yang ada sehingga segala tindakan yangberhubungan dengan kegiatan untuk keuntungan apapun sifatnya akan memberikanwarna saling mengasihi antar sesamanya dan dapat bertindak jujur dalam kegiatanberekonomi untuk pertumbuhan dan kesejahteraan bersama. Dewasa ini,konsep-konsep yang salah ternyata kita pertahankan dengan mengedepankankeuntungan yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan pribadi dan mempertahankandasar-dasar yang kokoh terhadap ekonomi kapitalis. Kekhawatiran terhadapterkontaminasinya prinsip-prinsip demokrasi ekonomi kita ternyata memberikanbukti bahwa prinsip-prinsip kapitalis masih sangat dominan dalam prilakuberekonomi di Negara kita. 

Agus    : Maksud abang Homoeconomicus rasional yang telah berperan sebagai pakar ilmu ekonomi modern..?;Kepentingan pribadi adalah satu-satunya bersumber dari tindakannya. Seluruhperilakunya sesuai dengan apa yang disebut Jevons “mekanika utilitas dankepentingan pribadi”.(W.S. Jevons, Teori Politik Ekonomi). 

Habib : Kira-kira seperti itu. Satu dan hanya satu-satunya tanggung jawabnya,menurut Friedman “ini meningkatkan labanya”. Teori murni menyamakanrasionalitas dengan tindakan kepentingan pribadi. Kenyataannya Edgeworth telahmenegaskan bahwa “prinsip pertama ekonomi adalah bahwa setiap agen diaktifkanhanya oleh kepentingan pribadi”. Prinsip ini telah dibangun oleh hampir seluruhekonomi modern saat ini. Lantas dimanakah konsep keadilan yang harus dibangundemi keutuhan kemanusiaan yang didengung-dengungkan untuk kepentinganmasyarakat dengan dalih memberikan peluang kerja untuk kesejahteraanmasyarakat. 

Agus    : mantap..!,

Habib : Disadari atau tidak, fakta menunjukkan bahwa ternyata perilaku tersebutmenghilangkan nilai-nilai kemanusiaan dengan menjadikan manusia sebagai objeksumber keuntungan layaknya mesin untuk kepentingan dan keuntungan perusahaansemata. Seleksi karyawan dilihat dari ijazah yang dimiliki seolah-olahidentitas manusia dihargakan sebatas lembaran kertas yang tertulis gelar yangmelekat di atasnya. Itu artinya ijazah dan yang melekat serta kekayaan yangdimiliki oleh golongan ini ternyata lebih berharga dari fitrahnya sebagaimanusia yang ingin dihargai dan dihormati. 

Ishak Hariyanto: Dalam ilmu-ilmu sosial, upaya-upaya untuk menjelaskanperilaku individu dan sosial menggunakan analogi prinsip-prinsip fisikaNewtonian. Tindakan-tindakan manusia, sebagaimana Lamattrie mengamati,seluruhnya dikarenakan atas sebab proses fisika dan kimia. Positivisme yangmenolak wujud atau yang menganggap tidak masuk akal kekuatan atau substansiyang tidak dapat ditetapkan oleh eksperimen dan pengamatan, tumbuh menjadisuatu gerakan. Dia sangat mengunggulkan akal dan sains tanpa menyadariketerbatasannya. 

Upaya untuk menjelaskan fungsi-fungsi manusia dalamistilah-istilah mekanis ini cenderung menjadikan ilmu-ilmu social bersifatmaterialis dan determinis. Materialisme berpandangan bahwa benda adalah unsurprimordial dari alam, yang tidak diatur oleh intelegensi, tujuan atausebab-sebab final (final causes). Segala sesuatu harus diterangkan dalam bentukentitas-entitas atau proses-proses material. Perasaan dan nilai manusia mulaidigambarkan sebagai ilusi yang tidak dijamin oleh dunia nyata. Dengan demikian,kekuasaan, kekayaan dan kepuasan jasmani dan kesenangan perasaan adalahsatu-satunya nilai atau nilai terbesar yang dapat dicari atau dicapaiseseorang”. (Jacques Barzun, Darwin, Marx, Wagner, 3/ 1958 dalam Umer Chapra). 

Habib   :Oleh karena akibatpandangan-pandangan tersebut, ternyata memberikan pengaruh yang berlangsungterus menerus hingga saat ini bahwa perilaku sosial selalu tertindihkeberadaanya dari materi atau ekonomi. Padahal secara prinsip itu telahmelanggar aturan dan telah terjadi gap antara keduanya yakni bahwa materi atauekonomi tidak seharusnya melampaui dan menguasai atau berada di atas ilmusocial yang seharusnya. Prinsip Social Ekonomi menjawab pertanyaan di atas,bahwa dalam prinsip-prinsip hollon bahwa hubungan dan keutuhan social menjadidasar manusia membangun relasi dengan sesamanya sehingga melahirkankepentingan-kepentingan antar sesamanya dan bahkan ekonomipun muncul akibatterjalinnya pola hubungan antar manusia dengan manusia lainnya. 

Agus    : Sebentar bang…!,jadi bisa dibayangkan jika seluruh manusia dipindahkan ke planet lain kecualisaya, tidak ada manusia seorang pun kecuali saya dan saya disuguhkan semuaasset yang ada dibumi ini, semua menjadi hak milik saya, maka dengan cara apasaya mampu mempertahankan hidup?

Habib: Nah dengan pandangan ini mungkin saja terlihat konyol namun demikianlahmanusia saling membutuhkan dan berhubungan dengan tujuan akhir adalah untukkeutuhan dengan sesama masyarakatnya. Dalam pembelajaran di sekolahprinsip-prinsip ini hendaknya dibangun dalam pembentukan karakter berekonomiyang benar dengan mengedepankan prinsip-prinsip sosial dengan tetap berpedomanpada Tuhan adalah satu-satunya penguasa materi dan pemberi rahmat bagi alamsemesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun