Mohon tunggu...
Agus JullyAwan
Agus JullyAwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Suka Olahraga, Otomotif, Game, Seni dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Konsep Tri Hita Karana pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali

17 November 2022   21:10 Diperbarui: 17 November 2022   21:33 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

IMPLEMENTASI KONSEP TRI HITA KARANA PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) DI BALI

Oleh :

Agus Jully Awan CS

(Mahasiswa S2 Prodi Ilmu Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha)

Lembaga Perkreditan Desa atau yang lebih familiar kita kenal dengan sebutan LPD merupakan sebuah lembaga keuangan mikro yang berada di dalam tatanan Desa Adat di Bali. LPD dibentuk tidak terlepas dari nilai-nilai budaya, adat istiadat dan tradisi yang berlaku pada masyarakat Bali. 

LPD dibentuk bertujuan untuk dapat menopang pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat, khususnya masyarakat desa adat  (krama desa adat / pakraman). Sejalan dengan tujuan tersebut, maka sebagai lembaga keuangan milik Desa Adat, LPD diharapkan mampu untuk terus tumbuh dan berkembang serta menjaga eksistensinya di dalam dunia usaha.

Oleh karenanya, LPD dituntut untuk mampu adaptif terhadap berbagai situasi dan kondisi dalam menjalankan usahanya, tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya, adat istiadat dan tradisi yang telah mengakar kuat.

Sejak dicetuskan pada tahun 1984 melalui Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Bali Nomor 972 Tahun 1984 hingga sekarang, LPD mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan tersebut tidak saja dari sisi kuantitas melainkan juga berkembang dari sisi kualitas. Melihat perkembangan yang cukup positif tersebut, Pemerintah dalam hal ini berupaya memperkuat posisi LPD dengan menerbitkan beberapa regulasi.

Regulasi terakhir yang diterbitkan berupa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa dan dijabarkan kembali melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 44 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa.                                   

Selain diperkuat pengaturannya secara yuridis, LPD juga memperkuat organisasinya melalui penerapan konsep-konsep yang memiliki nilai budaya, adat istiadat dan tradisi yang telah diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Bali secara umum. 

Salah satu pondasi yang digunakan LPD dalam menjalankan usahanya ialah konsep kearifan lokal yaitu Tri Hita Karana. Tri Hita Karana adalah salah satu konsep budaya Bali yang intinya mengajarkan tentang keseimbangan. 

Keseimbangan dimaksud berupa hubungan antara manusia dengan Tuhan (parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungannya (palemahan). Implementasi dari nilai-nilai Tri Hita Karana telah tercermin dalam setiap budaya kerja LPD itu sendiri. 

Budaya kerja tersebut dapat terlihat dari standar perekrutan karyawan, perilaku kerja karyawan, etika rapat (paruman), promosi produk layanan, kebersihan lingkungan usaha dan pemanfaatan laba usaha.

Dari beberapa implementasi nilai Tri Hita Karana di atas, pemanfaatan laba usaha merupakan penerapan yang paling dirasakan oleh masyarakat (krama adat / pakraman).

Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa, pembagian laba diatur dengan komposisi antara lain cadangan modal sebesar 60 %, dana pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa sebesar 20%, jasa produksi sebesar 10%, dana pemberdayaan sebesar 5% atau paling banyak Rp. 300.000.000 ,- dan dana sosial sebesar 5%.  

Pembagian laba berupa dana pembangunan dan pemberdayaan masyarakat serta dana sosial dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam menopang berbagai aktivitas masyarakat (krama adat / pakraman). Aktivitas tersebut dapat berupa penyelenggaraan prosesi upacara keagamaan umat Hindu di Pura (dewa yadnya), penyelenggaraan prosesi upacara kremasi masal (ngaben), dan pembangunan fasilitas keagamaan (pura) dan lainnya, yang mencerminkan nilai parahyangan. 

Selanjutnya aktivitas yang dapat mencerminkan nilai pawongan contohnya ialah pelaksanaan pembinaan organisasi kepemudaan atau yang kita kenal dengan sebutan Sekeha Teruna, pembinaan organisasi pemuka agama (pemangku), organisasi kesenian dan masih banyak organisasi-organisasi lainnya. 

Selain itu bentuk bantuan kredit usaha dengan bunga kompetitif bagi masyarakat adat, juga merupakan salah satu impelementasi nilai pawongan itu sendiri.

Implementasi nilai palemahan dalam aktivitas LPD dapat kita ketahui melalui adanya bantuan pengelolaan sampah melalui bank sampah  di bawah naungan desa adat, pemeliharaan saluran irigasi pertanian dan perkebunan (subak sawah dan subak abian), pemberian bantuan pupuk organik dan subsidi bagi petani, dan bantuan pelaksanaan reboisasi pada hutan desa.

Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, maka dapat kita ketahui bahwa LPD merupakan sebuah lembaga keuangan di bawah naungan desa adat yang secara kontinyu mengimplementasikan nilai-nilai dari konsep Tri Hita Karana dalam usahanya. 

Pengimplementasian konsep tersebut¸ secara tidak langsung mampu membangun iklim yang kondusif antara masyarakat adat dengan keberadaan organisasi LPD. Iklim yang kondusif akan cenderung dapat menjaga eksistensi usaha LPD sehingga dapat tetap memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi masayarakat adat.

    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun