"Sudah ya Mas, saya kira apa yang sudah saya sampaikan tadi sudah jelas, dan kami mohon maaf masih ada banyak tugas yang harus saya kerjakan." Pak Sekdes segera berdiri pertanda ingin mengakhiri pertemuan.
Hardi keluar dan meninggalkan kantor desa dengan perasaan kecewa. Hardi yang semula berharap bahwa pihak desa ada upaya untuk membantu, setidak-tidaknya bersedia melaporkan ke pemerintah daerah ataupun ke instansi terkait, siapa tahu memang ada kekeliruan dalam meng-input data. Namun ternyata harapannya hampa, pihak desa seakan tak mau dibikin ribet.
Perjuangan Hardi tak sampai di sini saja, Hardi semakin penasaran dan ingin memperoleh sebuah jawaban dan kebenarannya. Hardi bertekad akan datang langsung ke Kantor Dinas Sosial Kabupaten.
Hardi memang sosok yang keras, dia akan lebih berani kalau diabaikan. Walaupun dia seorang disabilitas yang berasal dari keluarga berlatar belakang pas-pasan dan bukan dari golongan anak berpendidikan namun itu semua sama sekali tak membuatnya minder.
Selang satu hari berikutnya Hardi benar-benar datang ke Kantor Dinas Sosial Kabupaten. Di sana Hardi menyampaikan masalah yang sama seperti apa yang pernah dia laporkan ke pihak desa. Setelah melalui beberapa kali pengecekan ternyata data kartu keluarga Hardi yang baru belum di-upgrade sehingga data yang ada di DTKS masih data yang lama. Kemudian Dinas Sosial berjanji akan membantu menyelesaikan masalah ini.
Informasi yang didapat Hardi dari Dinas Sosial cukup membuatnya lega karena sudah menjawab sebagian dari semua unek-unek yang selama ini mengganjal di otaknya. Namun memunculkan satu pertanyaan baru. Kenapa pula datanya tidak segera di-upgrade? Apa kendalanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H