"Tidak akan pernah!" Airin mengambil ponsel dari saku dasternya, "Aku akan menghubungi polisi dan memasukkanmu ke penjara. Kita tidak akan pernah bersama."
"Tidak, tidak akan aku biarkan itu terjadi!" sang ayah bangkit menghampiri Airin dan berusaha merebut ponsel dari tangan anaknya itu. "Kau tidak boleh meninggalkan ayah lagi!"
"Lepaskan!" Airin berusaha kuat menahan ponsel di tangannya dari sang ayah. "Aku tidak sudi tinggal bersamamu."
"Tidak, jangan bicara seperti itu! Kau tidak boleh melakukan ini pada Ayah! Ayah sangat merindukanmu, Ayah tidak ingin kau tinggalkan lagi."
"Aku tidak peduli!"
"Kumohon, jangan, jangan membenciku!" sang Ayah memohon dengan wajah memelas di hadapan Airin, dan Ia terus berusaha merebut ponselnya. "Aku menyayangimu, Anakku!"
"Tidak! Aku bukann anakmu. Dan kau bukan ayahku. Aku tidak pernah mempunyai ayah sepertimu!"
Tiba-tiba, sang ayah terdiam. Ia menatap wajah Airin dengan mata melotot mengerikan. "Kau..." sang ayah mundur perlahan dengan tubuh gemetar, "Tidak punya ayah sepertiku katamu?" diambilnya pisau yang tergeletak di lantai dekat mayat Doni, suami Airin, dengan tiba-tiba.
"Ma...Mau apa Kau? Apa yang akan kau lakukan?" Airin nampak panik dan ketakutan. Ia berpikir bahwa ayahnya akan membunuhnya sekarang.
"Kau tidak mau menganggapku sebagai ayahmu lagi?" sang ayah mengacungkan pisau yang digenggamnya itu ke arah Airin.
"A...Apa yang akan kau lakukan?"