Itu sebabnya untuk mengontrol transaksi uang elektronik, BI membatasi kepemilikan asing dalam kepemilikan bisnis uang digital. Dimana WNI atau Badan Hukum Indonesia minimal menguasai 51 persen. Namun aturan seperti ini seringkali bisa diakali oleh pelaku usaha. Biasalah karena uang dan pelicin masih berkuasa di negeri ini.
Karena itulah dalam membuat keputusan terkait merger OVO-DANA ini bank sentral sebagai otoritas moneter harus mengaji secara matang dan jauh kedepan. Dan tentu saja harus mengedepankan  kepentingan dan kedaulatan nasional. Jangan hanya karena tergoda dengan investasi besar Softbank dan kroni-kroninya kita menyerahkan masa depan bangsa ini ke negeri Tiongkok.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H