Meskipun struktur ini sesuai dengan prinsip syariah, hal ini menimbulkan ketidakpastian mengenai pengembalian deposito, yang dapat menyebabkan penarikan dana oleh deposan selama periode tekanan keuangan. Perilaku ini dapat memicu kekurangan likuiditas dan menambah tekanan pada kemampuan bank untuk mengelola likuiditas.
Untuk mengatasi tantangan ini, bank syariah harus berinovasi dan mengembangkan instrumen manajemen likuiditas yang sesuai dengan syariah. Salah satu solusi potensial adalah meningkatkan pasar Sukuk, yang dapat menyediakan instrumen yang lebih likuid dan mudah diakses untuk mengelola likuiditas.Â
Pemerintah dan badan pengatur harus mendukung pertumbuhan pasar uang syariah dengan menerbitkan lebih banyak Sukuk dan mendorong perkembangan pasar sekunder. Pasar Sukuk yang lebih aktif dan likuid akan memungkinkan bank syariah untuk lebih baik mengelola kebutuhan likuiditas jangka pendek mereka.
Selain itu, pengembangan alternatif yang sesuai dengan syariah untuk fasilitas pemberi pinjaman terakhir sangat penting. Bank sentral di negara-negara dengan kehadiran perbankan syariah yang signifikan harus bekerja menuju pembentukan fasilitas likuiditas syariah. Fasilitas ini dapat disusun menggunakan mekanisme bagi hasil atau struktur Murabahah komoditas, yang sesuai dengan hukum syariah. Fasilitas semacam ini akan memberikan bank syariah jaring pengaman yang setara dengan bank konvensional selama krisis likuiditas.
Bank syariah juga dapat mengeksplorasi penggunaan mekanisme bagi hasil sebagai mekanisme berbagi risiko dalam manajemen likuiditas. Dengan menjalin kemitraan dengan lembaga keuangan syariah lainnya, mereka dapat membuat perjanjian berbagi likuiditas yang memungkinkan dukungan bersama selama masa kesulitan keuangan. Ini akan mengurangi ketergantungan pada sumber likuiditas eksternal dan menciptakan ekosistem keuangan yang lebih tangguh bagi bank syariah.
Pendekatan lain untuk meningkatkan manajemen risiko likuiditas di bank syariah adalah melalui integrasi yang lebih baik dengan sistem keuangan global. Meskipun keuangan syariah beroperasi di bawah seperangkat prinsipnya sendiri, kolaborasi yang lebih besar dengan lembaga internasional dapat membantu bank syariah mengakses alat manajemen likuiditas yang lebih beragam.Â
Misalnya, kemitraan dengan bank pembangunan multilateral yang menawarkan produk-produk yang sesuai dengan syariah dapat menyediakan sumber likuiditas alternatif bagi bank syariah pada saat dibutuhkan.
Bank syariah juga harus fokus pada peningkatan praktik manajemen risiko likuiditas internal mereka. Ini termasuk mengadopsi kerangka kerja pemantauan risiko likuiditas yang kuat yang dapat secara akurat menilai kebutuhan likuiditas dan kerentanan.Â
Dengan meningkatkan kemampuan mereka untuk memproyeksikan kebutuhan likuiditas, bank syariah dapat mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengurangi potensi kekurangan likuiditas. Selain itu, mereka harus meningkatkan praktik uji ketahanan mereka untuk mengidentifikasi potensi tantangan likuiditas dalam berbagai skenario pasar.
Regulator juga memiliki peran dalam meningkatkan manajemen risiko likuiditas bagi bank syariah. Mereka harus mengembangkan kerangka peraturan yang mengakomodasi karakteristik unik perbankan syariah sambil memastikan bahwa buffer likuiditas yang memadai dipertahankan. Ini mungkin melibatkan pengaturan rasio cakupan likuiditas (LCR) yang disesuaikan dengan struktur produk perbankan syariah, memastikan bahwa bank syariah memiliki aset likuid yang cukup untuk menutupi liabilitas jangka pendek.
Pendidikan dan pelatihan tentang manajemen risiko likuiditas dalam perbankan syariah harus diprioritaskan. Profesional keuangan syariah perlu memahami praktik manajemen likuiditas konvensional dan syariah untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh kepatuhan syariah.Â