Mohon tunggu...
Agus Arwani
Agus Arwani Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Membaca adalah petualangan tanpa batas yang dijalani dalam diam, menulis adalah ekspresi jiwa yang tercurah dalam kata. Keduanya membentang jembatan antara imajinasi dan realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Ibadah Ramadhan Konteks Makna 'Robbil 'Alamin': Perspektif Bahasa, Fikih, Filsafat dan Tasyawuf (Sufi)

17 Maret 2024   17:30 Diperbarui: 17 Maret 2024   17:39 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Melalui Perspektif Filsafat, puasa dianggap sebagai perjalanan intelektual dan spiritual yang mendalam, di mana umat Islam diundang untuk mempertanyakan dan memperdalam pemahaman mereka tentang keberadaan, kebebasan, tujuan hidup, dan hubungan mereka dengan Allah sebagai "Rabbil 'Alamin".

Makna 'Rabbil 'Alamin' Perspektif Sufi dalam Konteks Puasa

Dalam Perspektif Sufi, pemahaman "Rabbil 'Alamin" dalam konteks puasa lebih menekankan pada aspek spiritual dan pencarian ketuhanan yang lebih dalam. Bagi para sufi, puasa bukan hanya soal menahan diri dari makan dan minum, tetapi merupakan jalur untuk mendekatkan diri kepada Allah, memurnikan jiwa, dan meningkatkan kesadaran spiritual. Konsep "Rabbil 'Alamin" di sini dimaknai sebagai Tuhan yang tak hanya menciptakan alam semesta, tetapi juga sebagai sumber cinta dan kasih sayang yang mendalam bagi seluruh ciptaan-Nya.

Para sufi melihat puasa sebagai latihan untuk mengendalikan nafsu rendah dan egosentris. Melalui puasa, seseorang diajak untuk melepaskan ikatan-ikatan material dan fokus pada pertumbuhan rohani. Ini adalah praktik untuk mengalihkan perhatian dari kepuasan fisik menuju pencarian kepuasan rohani. Dalam proses ini, konsep "Rabbil 'Alamin" menjadi penting sebagai pengingat bahwa sumber kepuasan sejati bukanlah dari dunia materi, tetapi dari kedekatan dengan Allah.

Puasa dalam tradisi sufi juga dianggap sebagai cara untuk meningkatkan empati dan solidaritas dengan mereka yang kurang beruntung. Dengan merasakan lapar dan haus, seseorang menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain, mendekatkan diri secara spiritual kepada Allah, yang dipandang sebagai "Rabbil 'Alamin", Tuhan yang merasakan dan mengetahui segala penderitaan dan kebutuhan umat-Nya.

Dalam tafsir sufi, puasa dianggap sebagai simbol dari perjalanan rohani manusia menuju Allah. Seperti seseorang yang menahan lapar dan haus selama puasa, demikian pula perjalanan spiritual memerlukan pengorbanan dan penahanan dari keinginan duniawi. "Rabbil 'Alamin" dalam konteks ini dilihat sebagai tujuan akhir dari perjalanan tersebut, di mana jiwa bertemu dan bersatu dengan Sang Pencipta dalam keadaan kesucian dan cinta yang sempurna.

Terakhir, dalam Perspektif Sufi, puasa adalah kesempatan untuk merenungkan dan merasakan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Melalui puasa, seseorang belajar untuk melihat tanda-tanda kehadiran Allah dalam hal-hal kecil dan memahami bahwa setiap momen adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada "Rabbil 'Alamin". Puasa menjadi lebih dari sekadar ritual, melainkan pengalaman transformatif yang menghubungkan jiwa dengan realitas spiritual yang lebih luas.

Dalam Perspektif Sufi, puasa dilihat sebagai pengalaman mendalam yang menghubungkan individu dengan Allah sebagai "Rabbil 'Alamin", menawarkan jalan untuk pemurnian jiwa dan pencapaian kedekatan spiritual. Puasa menjadi sarana untuk merefleksikan, mengasah, dan merayakan hubungan batiniah antara manusia dan Sang Pencipta.

Kesimpulan 

Dalam perspektif madzab bahasa, "Rabbil 'Alamin" mengajak umat Islam untuk menghayati hubungan mereka dengan Allah dalam aspek fisik dan linguistik ibadah puasa. Allah sebagai pemelihara dan pengatur mengingatkan tentang kekuasaan-Nya dalam menentukan waktu dan aturan puasa, serta keteraturan alam semesta yang merupakan bagian dari kebijaksanaan-Nya. Dari sudut pandang fikih, "Rabbil 'Alamin" mencerminkan kepatuhan dan pengamalan hukum syariah dalam ibadah puasa. Hukum-hukum syariah yang ditetapkan oleh Allah sebagai pengatur mengatur detil praktik puasa, menunjukkan bahwa kepatuhan kepada perintah Allah adalah bentuk ibadah yang penting dan merupakan ekspresi ketakwaan. Melalui lensa filsafat, puasa dianggap sebagai medium untuk mempertanyakan dan merenungkan tentang keberadaan manusia, kehendak bebas, tujuan hidup, dan hubungan mereka dengan Allah sebagai "Rabbil 'Alamin". Ini membuka ruang bagi refleksi eksistensial dan pencarian makna yang lebih dalam dalam praktik puasa. Dalam tafsir sufi, puasa dilihat sebagai jalan untuk mencapai kedekatan spiritual dengan Allah. Puasa menjadi sarana untuk pembersihan jiwa, meningkatkan empati dan solidaritas, serta sebagai simbol perjalanan rohani menuju pertemuan dengan "Rabbil 'Alamin". Puasa dianggap sebagai pengalaman transformatif yang menghubungkan jiwa dengan realitas spiritual yang lebih luas

Semoga Bermanfaat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun