Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kisah di Balik Repotnya Mempersiapkan Ujian Nasional Berbasis Komputer

14 November 2024   05:16 Diperbarui: 15 November 2024   06:57 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Pelaksanaan UNBK tahun 2018 | Kompas/Wawan H Prabowo

Wacana mengembalikan Ujian Nasional alias UN menjadi perdebatan di kalangan pendidik, praktisi pendidikan, hingga menjadi topik pilihan di Kompasiana untuk mengetahui, seperti apa pendapat para Kompasianer yang malang melintang di blog keroyokan ini. Apakah setuju UN dikembalikan? Atau malah tidak setuju?

Dipecahnya Kemendikbudristek menjadi tiga bagian kementerian di era Pak Prabowo memang membawa perdebatan. Ada yang pro dan kontra tentang kualitas pendidikan kita saat ini tanpa ujian nasional yang digantikan dengan Assesmen Nasional, bahkan berbasis Komputer alias ANBK.

Jadi sebenarnya tetap ada ujian nasional, namun kali ini di eranya pak Nadiem Makarim, formatnya diganti.

Jika tahun sebelumnya atau di tahun terakhir dilaksanakannya Ujian Nasional Berbasis Komputer, yaitu tahun 2020 hingga tahun ke bawahnya, format ujian nasional berbasis komputer ditujukan bagi seluruh siswa kelas dua belas di tingkat SMA dan SMK, kelas sembilan di tingkat SMP, serta kelas enam di tingkat Sekolah Dasar, maka di eranya pak Nadiem Makarim, nama dan formatnya diganti.

Format baru yang dilakukan pak Nadiem adalah mengganti namanya dari UNBK, menjadi ANBK (Asessmen Nasional Berbasis Komputer). Dari namanya saja sudah beda bukan?

Lantas apa perbedaan dari ujian nasional berbasis komputer dengan asessmen nasional berbasis komputer? Ok, satu-satu kita jelaskan di sini.

Jika Ujian Nasional Berbasis Komputer, adalah sistem ujian yang digunakan untuk menilai hasil belajar siswa pada akhir jenjang pendidikan tertentu, seperti SMP, SMA, dan SMK. Lalu tujuan utamanya UNBK, untuk menentukan kelulusan siswa dan memeringkat sekolah berdasarkan hasil ujian tersebut, plus UNBK dilakukan secara serentak untuk semua siswa di seluruh Indonesia dan menggunakan format soal pilihan ganda serta isian singkat.

Maka, ANBK alias Asessmen Nasional Berbasis Komputer, tujuannya adalah sistem evaluasi yang digunakan untuk memetakan mutu pendidikan di Indonesia, sehingga hasil ANBK bukan berfungsi sebagai penentu kelulusan siswa, melainkan untuk mengevaluasi input, proses, dan hasil pembelajaran di sekolah. Asessmen juga mencakup berbagai instrumen penilaian, termasuk Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

Jadi jelas ada perbedaan nyata dan mendasar dari kedua Ujian ini, di mana UNBK berfokus pada penilaian hasil belajar individu yang berhubungan langsung dengan kelulusan siswa, dimana di tahun-tahun itu banyak siswa yang stress, cemas, dan depresi akibat harus mempersiapkan diri dan mencari-cari jawaban ataupun bocoran soal, agar nilainya tidak anjlok dan agar lulus ujian.

Sementara di tahun-tahun ketika UN masih berbasis kertas, kita masih mengingat banyaknya kecurangan yang terjadi, di mana saat perjalanan dari pusat ke daerah-daerah, kita mendengar bahwa soal sudah bocor di tengah jalan dan adanya penjualan kunci jawaban oleh oknum-oknum yang bekerjasama dengan guru untuk membahas soal-soal UN yang sudah bocor itu.

Lalu atas dasar itulah -- banyaknya kebocoran soal dan kecurangan yang terjadi -- maka UN yang awalnya berbasis kertas ditingkatkan menjadi UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) dengan harapan meminimalisir kecurangan yang terjadi, di mana siswa dan guru tidak bisa menebak, soal tentang topik apa yang keluar, apalagi juga setiap komputer soalnya diacak, sehingga kecil kemungkinan soalnya bisa sama dan kebocoran soal juga sangat kecil kemungkinannya.

Kerja Keras Agar UNBK Sukses

Namun, jelas UN yang sebelumnya berbasis kertas, ditingkatkan menjadi Ujian Nasional Berbasis Komputer membuat sekolah 'pontang-panting' dalam penyediaan sarana dan prasarana berupa ruangan laboratorium komputer.

Kenapa? Karena tidak semua sekolah memiliki ruangan laboratorium komputer yang didalamnya berisi komputer yang sesuai dengan speck ataupun ketentuan miminum yang dipersyaratka untuk dapat digunakan agar pelaksanaan UNBK berlangsung dengan lancar jaya tanpa kendala.

Contohnya di sekolah tempat saya mengajar, yang ada hanya satu ruangan laboratorium komputer, sementara siswa kelas dua belas ada 12 ruangan. Coba dikalikan dua belas kelas dikali tiga puluh enam siswa, maka jumlah siswa yang harus menggunakan komputer sebanyak 432 siswa, belum lagi komputer cadangan.

Personal Komputer atau PC yang digunakan juga harus pakai standar atau speck, dimana Komputer Server harus PC, bukan laptop, tetapi PC dengan jenis PC/Tower/Dekstop dengan processor minimal 4 core, dan clock rate minimal 1.6 Ghz (64 bit). Lalu RAM-nya minimal 8 GB, DDR 3. Sementara Harddisk  250 Gb dan sistem operasi yang digunakan Windows Server (64 bit)/ Windows 8/Windows 7 /Linux Ubuntu 14.04.

LAN Card yang digunakan NIC tipe 2 unit support dengan GigaByte, serta harus menyediakan UPS atau Uninterruptible Power Supply yang tahan 15 menit untuk berjaga-jaga mana tahu PLN mengulah dengan pemutusan aliran listrik yang tiba-tiba tanpa pemberitahuan.

Lalu jumlah server mengikuti rasio satu berbanding empat puluh, artinya satu server hanya bisa menangani atau menampung empat puluh client, jadi satu ruangan hanya maksimal empat puluh peserta atau pc. Itu sih standardnya, namun ada juga yang memaksakan satu server atau satu ruangan itu 43 atau 45 siswa.

Nah, bagaimana dengan sekolah yang minim sarana ruangan laboratorium komputernya, sementara siswanya banyak seperti yang kami alami?

Solusi yang pernah kami buat selama mengikuti UNBK, adalah pertama, bekerjasama dengan sekolah-sekolah yang memiliki ruangan laboratorium yang banyak seperti SMK tetangga kami.

Karena begitu dulu peraturannya, bagi sekolah yang tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai dalam pelaksanaan UNBK, maka bisa bekerjasama dengan sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang bagus, pilihan jatuh ke SMKN 7 adalah tempat yang pas, karena dekat dengan sekolah, jaraknya juga cuma radius lima kilometer dan memiliki sarana ruangan laboratorium komputer yang sangat memadai. Jadi istilahnya 'numpang'.

Lantas enak apa ngga ketika numpang?

Yang namanya numpang tak akan pernah enak. Enaknya di lima belas menit pertemuan pertama, saat kenalan, tapi ketika menyampaikan tujuan dan maksud? Maka mulai para operator disekolah tujuan numpang UNBK mulai mengerenyutkan dahi dan 'kurang memberi hati' ketika mempersiapkan ruangan UNBK, termasuk menginstal Exambro, baik itu server maupun client.

Kedua, kepala sekolah yang menggantikan kepala sekolah yang lama membuat gebrakan dengan menyewa komputer atau PC sebanyak 145 perangkat untuk 36 satu ruangan dengan 4 ruangan, 3 sesi sesuai dengan jumlah siswa. Server sudah lengkap, tinggal komputernya, maka kepsek meminta saya untuk mencari rekanan yang mau menyewa komputer sebanyak itu.

Sayapun berselancar tanya teman-teman yang buka rental komputer, cari informasi dari googling, hingga dapatlah rekanan yang kebetulan satu gereja yang mampu menyewakan komputer sebanyak lima ruangan. Dan ujian UNBK pun dapat dilaksanakan dengan tiga sesi, dan repotnya adalah menginstalasi ruangan secepat mungkin agar jaringan LAN dapat terbangun di ruangan-ruangan kelas yang tiba-tiba disulap jadi ruangan Ujian UNBK dapat terkoneksi ke jaringan LAN dan Internet karena UNBK kami laksanakan dalam format semi-online.

UNBK atau ANBK yang Berdampak Bagi Pendidikan?

Nah, rekan-rekan di atas sudah saya ceritakan bagaimana 'repotnya' mempersiapkan pesta ujian Akhir bernama UNBK.

Bagi sekolah yang fasilitas laboratorium komputernya lengkap dengan personal komputer yang memadai, tidak masalah dengan ANBK, namun bagi sekolah seperti kami yang hanya memiliki satu lab. Komputer dan fasilitas komputer-nya tidak memadai, serta tidak pernah mendapatkan bantuan komputer? Maka akan berulang kembali kondisi seperti saya ceritakan diatas.

Itu masih dari segi kesiapan fisik UNBK? Belum lagi faktor psikologi yang harus dihadapi anak-anak, seperti yang saya ceritakan di atas, ada tekanan harus mampu menjawab pertanyaan dengan baik agar lulus.

Sementara bicara tentang ANBK? Maka kita melihat perspektif lain dari pak Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam menyikapi fenomena UNBK.

Pak Menteri melihat bahwa alasan seperti diatas, ketidakmerataan sarana, serta terjadinya Diskriminasi Sosial, di mana siswa dari keluarga mampu cenderung mendapatkan nilai lebih tinggi karena dapat mengakses bimbingan belajar, sementara siswa dari latar belakang ekonomi rendah tidak memiliki akses yang sama, sehingga dari nilai UNBK, yang tidak memiliki nilai bagus, tidak dapat diterima di perguruan tinggi negeri idamannya.

Maka Pak Menteri mengganti UN dengan AN, dimana Asessment Nasional dirancang untuk mengevaluasi sistem pendidikan secara menyeluruh, termasuk input, proses, dan hasil pembelajaran. 

Ini berbeda dengan UN yang lebih menekankan pada hasil individu siswa. AN bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih holistik tentang mutu pendidikan di setiap satuan pendidikan, dengan adanya rapor pendidikan di setiap sekolah, sehingga sekolah dapat memacu diri dan membuat perubahan dari dalam diri sekolah itu sendiri, artinya semua warga sekolah harus melakukan langkah-langkah positif agar nilai rapor pendidikan dapat menjadi hijau.

Dengan menghapus UN, pak Menteri Nadiem berharap dapat mengurangi tekanan akademis yang dialami siswa. AN tidak akan menentukan kelulusan dan dilaksanakan di tengah jenjang pendidikan, sehingga memberikan kesempatan bagi sekolah untuk melakukan perbaikan sebelum siswa lulus.

Namun, begitu-pun juga faktanya ketika siswa terpilih namanya menjadi peserta UNBK? Masih ada yang menolak dengan alasan bermacam-macam, itu kami alami sendiri kok, di mana ada beberapa siswa bermental 'tempe' dengan tidak mau jadi peserta UNBK, sehingga namanya digantikan oleh cadangan, bahkan saking banyaknya siswa yang menolak, kita harus mencari siswa lain yang memiliki mental petarung.

AN menggunakan instrumen seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan survei karakter untuk menilai kemampuan literasi dan numerasi siswa, serta karakter mereka. Ini bertujuan untuk mendorong pengembangan kompetensi yang lebih relevan dengan kebutuhan abad ke-21.

Pertanyaan-pertanyaan dari mulai Simulasi hingga saat hari H penyelenggaraan ANBK, pertanyaan-pertanyaan yang muncul memang dirasakan siswa sendiri sulit, sehingga tidak jarang guru mapel diturunkan untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit. Itu terjadi karena sekolah tidak diharuskan membuat semacam bimbingan belajar dalam menghadapi UNBK ini.

Hal paling menarik dari ketiadaan ANBK adalah kala pak Menteri Nadiem memberikan kebebasan kepada guru dan sekolah dalam merancang penilaian yang sesuai dengan konteks lokal mereka. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran di tingkat sekolah.

Di satu sisi hal ini sangat penting. Mengapa? Karena kemampuan setiap sekolah itu kan pastinya berbeda-beda, sehingga tidak adil donk, kalau setiap sekolah di tanah air menerima soal yang sama, padahal materi yang diterima setiap sekolah berbeda-beda.

Jadi apakah UNBK dan ANBK bermanfaat? Saya pribadi jawabannya dua-duanya bermanfaat...

Salam Blogger Persahabatan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun