Lantas, mengapa Wajik sebagai menu utama dari Warung Peceren ini yang notabene adalah menu makanan ciri khas dari masyarakat Jawa dapat sampai ke Berastagi yang mayoritas dihuni oleh Masyarakat Karo?
Sejarah Desa Peceren
Desa Sempa Jaya atau disebut juga dengan Peceren merupakan sebuah desa kecil di pinggiran kota Berastagi dan didiami oleh kurang lebih 700 keluarga dan berjarak kurang lebih dua kilometer dari Berastagi.
Peceren sendiri berasal dari bahasa Jawa, yang biasanya digunakan untuk menyebut air selokan, limbah, atau air buangan bekas mencuci, dan di Peceren, Sukut Etnis Jawa bermigrasi ke Tanah Karo sekitar tahun 1950, menjadi pekerja atau buruh tani di ladang ataupun perkebunan masyarakat Karo di sekitaran Desa Peceren.
Lantas ibu-ibu dari suku Jawa yang bermigrasi ini mencoba peruntungan dengan membuka usaha sampingan berjualan Pecel dan Wajik, makanan Khas Tradisional Jawa untuk menambah penghasilan mereka.
Mereka berjualan berkeliling dari rumah warga yang satu ke rumah warga yang lain, mulai mengenalkan makanan khas Jawa, Pecel, Kue Wajik, dan kue-kue tradisional lainnya.
Usaha berjualan dari pintu ke pintu itu akhirnya membuahkan hasil, masyarakat di Tanah Karo dan sekitarnya mulai terbiasa dengan menu Pecel dan Wajik Peceren ini, hingga berkembang dan berkembang menjadi seperti sekarang ini.
Kue Wajik Peceren menjadi ciri khas makanan di Peceren yang paling ikonik, karena paling digemari, hingga mereka membuka usaha rumah makan bernama Warung Wajik Peceren.
Sekarang kita melihat tidak hanya warung, tapi sudah menjadi toko-toko besar yang menyediakan tempat yang luas bagi pengunjung yang akan singgah untuk makan Pecel, Wajik Peceren, hingga menu-menu lainnya dan menjadi Oleh-Oleh Khas Wajik Peceren yang melegenda dan menjadi Buah Tangan apabila singgah di Toko Wajik Peceren.
Meningkatkan Ekonomi Rakyat
Sebenarnya, tidak hanya Kuliner Tradisional yang disuguhkan oleh Warung Wajik Peceren yang menjadi daya pikat dan mengapa para pengunjung harus singgah sebentar di Desa Sempajaya ini, namun ada juga beberapa Rumah Adat Tradisional Karo yang sudah berumur panjang, namun masih kokoh dan kuat, serta masih dapat ditempati hingga sekarang, walau sudah berumur 120 tahun.