Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perppu Cipta Kerja, Buah Simalakama, Juga Munculkan Ketidakpastian

1 Februari 2023   20:24 Diperbarui: 1 Februari 2023   20:27 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perppu Cipta Kerja, Antara Kegentingan dan Kepentingan Siapa? Sumber gambar: www.elshinta.com

Pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja di tanggal 30 Desember 2022 lalu, banyak bermunculan suara-suara skeptis dari masyarakat, baik itu pencari kerja, maupun pemberi kerja, karena dianggap bagaikan pedang bermata dua, disatu sisi menguntungkan satu pihak, namun disisi lain sangat merugikan.

Ibarat buah simalakama, dimakan ibu mati, tak dimakan ayah mati. Pun dengan keberadaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, disatu sisi, formula penghitungan gajinya dapat menguntungkan para pekerja, namun disisi lain dianggap dapat membawa ketidakpastian bagi iklim perusahaan yang berimbas pada nasib para karyawan yang dikontrak.

Salah satu yang paling meresahkan tentunya, jika benar akan diterapkan dan sudah ada dalam undang-undang cipta kerja tersebut adalah penghapusan penerimaan karyawan tetap. Sungguh sangat tidak etis apabila perusahaan atau lembaga pemberi kerja hanya akan memperbaharui kontrak karyawannya tanpa mengangkat karyawan tersebut menjadi karyawan tetap.

Akan sangat banyak kerugian yang akan didapat oleh pencari kerja atau karyawan tak tetap apabila aturan karyawan kontrak seumur hidup diberlakukan. Akan bagaimana nasib para karyawan yang dikontrak seumur hidup?

Apakah mereka akan mendapatkan pesangon ketika suatu waktu dipecat? Sungguh tak dapat dibayangkan ketika tiba-tiba isteri saya yang sekarang bekerja di salah satu konveksi tiba-tiba dipecat karena perusahaan tak butuh karyawan lagi, atau karena berbagai alasan. Hak-hak karyawan sungguh diujung tanduk jika undang-undang ini benar diberlakukan.

Perppu memang mengubah Pasal 88D yang menyatakan bahwa formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu, yang menguntungkan bagi pekerja, dimana jika disamakan dengan aturan di Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 18/2022 yang mempertimbangkan "koefisian alfa" dengan rentan 0,1 -- 0,3, yang dapat membuka ruang negosiasi antara pemerintah daerah dan dewan pengupahan dalam proses penetapan upah minimum.

Dengan pemberlakuan rumus koefisien alfa ini maka dapat menghasilkan persenase kenaikan upah minimum lebih tinggi, namun pada Pasal 88F yang mengatur bahwa dalam keadaan tertentu, justru pemerintah dapat menetapkan formula yang berbeda dari Pasal 88D.

Hal ini tentunya sangat kontraproduktif dan terkesan plin-plan yang dapat merugikan pengusaha maupun pekerja, sehingga Perppu Nomor 2 Tahun 2022 masih perlu direvisi, dan sejalan dengan dinamika formula upah minimum ini, maka Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) masih mengajukan gugatan uji formil atau uji materi Perppu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Para pemohon meminta agar MK alias Mahkamah Konstitusi menggugurkan Perppu Cipta Kerja dengan alasan tidak sesuai dengan perintah putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, yang artinya Pemerintah dan DPR diperintahkan untuk memperbaiki dalam waktu dua tahun dengan memperhatikan partisipasi publik yang bermakna.

Publik yang dimaksud disini adalah sekelompok orang yang memiliki hak suara untuk didengarkan, dipertimbangkan pendapatnya, dan mendapat penjelasan.

Lagipula, belum ada kegentingan yang terjadi yang memaksa negara kita harus menerapkan Undang-Undang Perppu Cipta Kerja ini, sehingga cukup wajar jikalau MK masih menolak dan meminta agar Undang-Undang ini diperbaiki lagi.

Jalan Panjang Perppu Cipta Kerja

Membaca banyak sekali artikel-artikel tentang Perppu Cipta Kerja ini dan juga begitu getolnya pemerintah agar undang-undang ini disahkan dan menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, maka muncul pertanyaan di benak saya, 'Sebenarnya Perppu ini diciptakan untuk siapa?".

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa hal mendasar yang diatur dalam PP dan Perpres tersebut adalah perubahan untuk kemudahan dan kepastian dalam perizinan serta perluasan bidang untuk investasi, sejalan dengan maksud dan tujuan UU Cipta Kerja. Sumber berita disini...

Namun apakah benar untuk mempermudah perizinan dan terbukanya serta perluasan lapangan kerja? Entahlah, karena sampai sekarang untuk mencari kerja masih susah dan semakin diperketat dengan segala tetek bengek administrasi yang membuat si calon pekerja alias pencari kerja hampir menyerah.

Sengkarut Perppu Cipta Kerja masih berlanjut karena tentunya jikapun MK masih menolak, tentunya dengan catatan perbaikan, sementara setelah itu tentunya akan dibawa ke DPR untuk disahkan. Dan perlu diingat bahwa di DPR sekarang ada koalisi partai politik yang mayoritas adalah pendukung pemerintah, sehingga pembuat Perppu ini tak yakin apabila DPR akan menolak keberadaan Perppu Cipta Kerja ini.

Lantas apakah MK akan menolak Perppu yang bakal menjadi Undang-Undang ini? Yang ada mungkin adalah Putusan Sela yang artinya akan menunda pemberlakuan Perppu Cipta Kerja sehingga DPR tak akan dapat membahasnya sampai ada putusan MK yang mengikat.

Sebenarnya jikalau untuk dunia kerja yang lebih baik dan sama-sama menguntungkan, Perppu Cipta Kerja ini tak akan ditolak apalagi sampai harus turun ke jalan ramai-ramai melakukan aksi demonstrasi bukan?

Artinya, masih ada yang perlu diperbaiki dari Perppu Cipta Kerja ini, sehingga tak menimbulkan ketidakpastian hukum karena DPR sudah menyetujui lebih dahulu Perppu ini, lalu setelah diundangkan ternyata ada revisi terhadap sejumlah pasal karena ternyata merugikan berbagai pihak.

Lalu pihak yang dirugikan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, setelah MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional, maka inilah yang menciptakan dan memperpanjang ketidakpastian hukum yang ujungnya bisa mengusik target pemerintah dalam memburu peningkatan investasi di dalam negeri, plus menimbulkan riak-riak ditengah-tengah masyarakat pekerja maupun pemberi kerja.

Akhirnya karena ketidakpastian akibat putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, muncul keraguan untuk berinvestasi dan publik tidak percaya lagi dan kecewa terhadap kinerja pemerintah dan DPR RI sebagai wakil rakyat.

Semoga Pemerintah mampu memperbaiki Perppu Cipta Kerja ini demi kemaslahatan rakyat Indonesia yang butuh pekerjaan dan penghasilan yang tetap serta karir yang baik....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun