Tembakau Deli menjadi alasan Belanda melakukan penetrasinya, sementara Serdang dan Batubara dapat ditaklukkan, namun tidak untuk Asahan dan Temiang masih melakukan perlawanan bergerilya yang baru dua puluh tahun kemudian dapat ditaklukkan.
Kala Deli, Langkat dan Serdang dirasa sudah aman untuk dieksploitasi, maka Sultan Deli mengeluarkan sewa tanah untuk jangka waktu 90 tahun kepada perusahaan tembakau Van den Arends/Nienhuys pada tanggal 8 April 1867, diikuti tak lama kemudian masuknya perusahaan-perusahaan tembakau lain untuk membuka perkebunan seperti di Sunggal (1869), Sungai Bras dan Klumpang (1875).
Tahun 1868 keuntungan dari penjualan tembakau Deli di Eropa sangat mengejutkan, sehingga banyaklah perhatian dari perusahaan-perusahaan asing lainnya untuk menanamkan modal mereka di Deli.
Awal Masuknya Etnis Cina di Deli dan Sekitarnya
Seorang Kontelir alias Kontrolir Belanda -- sebuah jabatan pemerintahan di masa Hindia Belanda yang bertugas sebagai penghubung Belanda dan rakyat jelata -- bernama Cats Baron de Raet menulis di buku hariannya, "...... secara bertahap makin banyak orang China berdiam di Deli, mereka kini berjumlah lebih 1000 orang".
Seluruh perusahaan-perusahaan baru yang bergabung di Deli mengikuti perusahaan Nienhuys, mempekerjakan orang-orang China untuk menanam tembakau, sementara orang-orang India selalu dipekerjakan untuk tugas rutin.
Tahun 1869, Deli Maskapai sendiri membawa 900 orang China dari Penang ketika memulai operasinya, sementara di tahun 1872 saja jumlah orang China di Deli sudah menanjak ke melebihi di angka 4000 orang.
Pada masa itu, Belanda sendiri sedang sibuk-sibuknya memberantas Pemberontakan Sunggal yang dipimpin oleh Datuk Kecil.
Di dalam Pasukan Ekspedisi Belanda itu ratusan kuli China digunakan sebagai alat pengangkut peralatan militer, antara tahun 1870 sampai 1880 ribuan kuli China dibawa dari Malaya untuk menunjang perluasan ekonomi yang begitu hebat di kawasan Asia Tenggara ini.
Perusahaan-perusahaan tembakau di Deli memperoleh Kuli Cina melalui sistem Kongsi, dimana Kepala Kongsi diberikan setapak tanah hutan dengan sejumlah bibit, dan daun tembakau yang berhasil akan dibeli dari mereka pada akhir tahun.
Tapi sistem ini diganti menjadi sistem kontrak langsung antara seorang Manajer Eropa dibnatu oleh "Centen" (Tindals) orang China atau "Kang Thao" dalam bahasa Hokkian atau "Kung Theeu" dalam bahasa Hakka dengan Kuli China yang akan dikontrak.