Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Chinese Food, Santapan Wajib Minimal Satu Kali dalam Seminggu

24 Januari 2023   16:09 Diperbarui: 24 Januari 2023   16:17 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Chinese Food Gampang Didapat dan Familiar dengan Lidah. Sumber Gambar: www.gobatak.com

Sudah seperti kewajiban atau keharusan bagi sebahagian besar warga di ibukota, Medan ini dimana minimal satu kali dalam seminggu itu, biasanya diakhir pekan bisa di hari Sabtu atau hari Minggu sepulang ibadah, maka ritual yang dilakukan, pastinya singgah di rumah makan Chines atau warkop-warkop yang berjejer di Simpang Pos, Pringgan ataupun sekitaran Padang Bulan untuk sekedar makan bersama dengan anggota keluarga.

Sudah menjadi tradisi umum dan ditularkan hingga jadi kebiasaan turun temurun untuk makan di rumah makan yang menyediakan masakan tradisi Chines yang memang memiliki daya pikat tersendiri, sehingga banyak keluarga yang awalnya coba-coba saja untuk sekedar ikut-ikutan singgah, makan pangsit ataupun masakan chines lainnya, hingga jadi kebiasaan yang susah untuk dilewatkan.

Daya pikat masakan atau makanan chines sudah tak diragukan lagi di Kota Para Ketua ini, karena memang agak aneh, siapapun orangnya kalau disebut dengan 'ketua', pasti akan naik kupingnya dan merasa paling dihargai kalau sudah dipanggil dengan 'ketua'.

Bahkan sekarang tenar dengan sebutan 'ketua limpol', artinya siapapun yang memanggil dia dengan sebutan 'ketua' pasti akan mendapatkan uang lima puluh ribu, tak percaya? Silahkan cari 'ketua limpolnya' dan sapa, maka Anda akan mendapatkan uang sebesar lima puluh ribu rupiah...

Kembali ke Chines Food, memang tak dapat dipungkiri, Kota Medan, kota terbesar di Indonesia ketiga setelah Surabaya dan DKI Jakarta ini memang dulunya adalah Kota Perdagangan, tempat berkumpulnya para saudagar dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari China.

Bukti-bukti sahih berupa mata uang dari berbagai negara dapat dilihat di Museum Situs Cotta Cinna di Marelan, yang masih tersimpan rapi, di antaranya koin yang Cola (India Selatan), koin Sinhala (Sri Langka) dan koin China dari berbagai dinasti.

Selain ribuan koin dari berbagai negara yang ditemukan sebagai bukti adanya transaksi perdagangan, di utara Medan, juga ditemukan ratusan ribu fragmen keramik, tembikar, manik manik dari India Selatan, China, Siam, Jawa, juga kaca asal Timur Tengah.

Sementara komoditi lokal yang dibutuhkan pasar internasional dari Kota Medan, persisnya di Cotta China saat itu antara lain gading gajah, hasil hutan seperti damar, kemenyan, kapur barus, cendana, dan jenis rempah-rempah lainnya.

Terdeteksi juga bahwa emas menjadi salah satu komoditi utama yang diambil dari Kota berjuluk Tanah Deli ini, terbukti dengan ditemukannya Ratusan cepuk tembikar sebagai wadah untuk melebur emas dan tersimpan rapi di Museum Situs Kota Cina yang ada di Marelan ini, yang mengindikasikan ramai-nya wilayah Medan Utara sebagai pusat industri peleburan emas sejak zaman kuno. 

Ada 40 fragmen ceceran dari pengrajin emas yang dikoleksi museum sebagai bukti munculnya Medan Utara sebagai pusat peleburan dan perdagangan emas dunia.

Cerita tentang keberadaan etnis Tionghoa atau Cina di Medan tak akan habis-habisnya, jadi fokusnya tulisan saya tentang bagaimana nikmat, gampang dan enaknya beragam masakan khas Chinese yang memang menggugah selera dan bikin lidah tak bosan-bosannya.

Saya pertamakalinya merasakan masakan khas Chinese, khususnya Pangsit ketika bersekolah di Pematang Siantar. Kala itu saya mengecap pendidikan di Seminari Menengah Pematang Siantar, tamat SLTP atau setingkat Sekolah Menengah Pertama alias SMP.

Berawal dari Godaan Pangsit Siantar

Ketika kanak-kanak sampai menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama alias SMP dikampung, kami memang jarang menemui etnis Chinese, palingan kalau diajak Mamak atau orangtua ikut belanja ke Pajak Sumbul setiap hari pekan yang jatuh di hari Selasa, itupun tidak setiap minggu diajak, palingan saat disuruh mengambil jatah beras atau membawa buah kopi yang banyak, maka jatah setelah menjual hasil kopi dan belanja, diajak mamak makan pangsit.

Namun karena jarangnya makan pangsit, sehingga waktu itu makanan khas Chinese lainnya masih makanan mahal dan sulit didapat, lebih sering makan Bakso atau Mie Ayam yang ada di pajak kampung yang dihelat setiap hari Jum'at itu ataupun karena mulai maraknya orang kita Jawa yang membuka kedai Bakso atau Mie Ayam atau masakan khas Jawa lainnya.

Atau ketika Mamak mengajak saya ikut belanja obat-obatan ataupun peralatan Puskesmas lainnya ke Sidikalang, maka bisa makan pangsit ataupun Cap Cay, tentunya usai belanja atau keliling pajak ataupun Apotik langganan Mamak.

Baru sekitar tahun 1996 keatas, lidah saya mulai familiar dan tak lengkap rasanya kalau tidak makan Pangsit Siantar. Ya, kala itu saya lulus dan berhak untuk mengecap Pendidikan di Seminari Menengah Pematang Siantar yang di depan Rumah Sakit Harapan.. Bukan Promosi yah...

Nah, ada kebiasaan jikalau hari Minggu usai mengikuti Ibadah atau Perayaan Ekaristi, kami semua Seminaris -- julukan bagi warga sekolah di Seminari Menengah -- diberi waktu untuk berjalan-jalan keliling kota Siantar alias acara bebas sampai jam makan siang.

Kami yang ada di Asrama tentunya akan sangat senang dengan keadaan itu, keadaan merasakan hari Kemerdekaan setelah satu minggu penuh dikungkung di asrama.

Setiap pergi keluar dari Asrama, maka kami para Seminaris itu pastinya tidak ada yang pergi sendiri-sendiri, tapi selalu berteman antara tiga orang sampai lima orang, bahkan lebih, semakin ramai maka semakin baik dan semakin aman dan nyaman, tau kenapa?

Ya, karena Kota Siantar itu terkenal dengan tukang palaknya atau tukang kompasnya, sehingga kalau anak Seminari itu berkelompok jalan -- karena ada aturan bahwa kami Siswa Seminari itu wajib jalan kaki, bukan naik angkot, apalagi kendaraan pribadi -- karena saat itu memang masih jarang angkot atau kendaraan pribadi.

Maka para pemalak alias tukang palak akan berpikir dua kali kalau mau malakin atau 'ngompas' -- minta uang dengan paksa -- kepada para Seminaris yang berjalan berkelompok atau berdua-dua, belum lagi waktu itu para Seminaris juga ada kegiatan di luar jam sekolah yang namanya Pencak Silat atau Taekwondo atau olahraga bela diri lainnya.

Nah, ketika keluar dari gerbang dan sebelum menuju tempat yang dituju masing-masing, maka langkah pertama yang saya lakukan dan teman-teman adalah singgah dulu ditempat makan Chinese Food di sekitar tempat kami, tujuannya untuk mengisi lambung yang dua jengkal ini agar kuat berjalan keliling Kota Siantar City.

Dan makanan yang tepat untuk disantap tentunya Pangsit Siantar yang terkenal itu. Warga yang bukan dari Siantar, tentunya akan merasa senang sekali dikenalkan oleh teman-teman dari kota Siantar untuk mencoba pangsit siantar yang memang terkenal dari mulut ke mulut itu.

Bagaimana tidak terkenal? Pangsit Siantar tak mengenal tempat, pokoknya karena enaknya pangsit dari Siantar ini bagi para pendatang? Maka buru-buru ke Siantar untuk merasakan pangsit siantar yang ternyata memang di segala tempat enak.

Usaha dagang yang sampai sekarang masih diburu orang, pangsit yang memang tiada duanya, karena ketika kita coba dan membandingkan dengan yang ada di Medan maupun di Sidikalang ataupun kota-kota lainnya, Pangsit Siantar ini memang beda cita rasanya dari pangsit-pangsit lain, maka tak jarang di Medan juga ada buka usaha dagang Chinese Food bermerek Pangsit Siantar, namun pasti ada bedanya dari yang aslinya, Pangsit Siantar...

Masih ingat kala itu, selama tiga tahun mengecap pendidikan di Siantar, terutama di hari Minggu itu -- hari Kebebasan -- kadang sampai tiga kali makan Pangsit Siantar.

Pertama tadi pas mau keluar untuk jalan-jalan atau belanja perlengkapan ke Pajak Horas, makan Pangsit dulu di simpang Lapangan Bola Atas. Lalu usai belanja, makan pangsit di sekitaran Pajak Horas -- saya lupa namanya apakah Mie Pangsit Akun atau Awai -- namun pastinya enak dan jadi langganan dan sudah mendunia, karena sudah buka cabang dimana-mana.

Lalu sorenya, terkadang mencuri-curi untuk keluar -- lompat pagar -- untuk makan Pangsit atau Mie Kuah atau Mie Hun di kantinnya Rumah Sakit Harapan. Itulah kenangan indah saat makan masakan Chinese di Pematang Siantar yang membuat lidah ketagihan dan menjadi santapan rutin ketika pindah ke Medan.

Sampai sekarang, kalau lewat Siantar, pastilah singgah untuk makan Pangsit Siantar, akhir tahun 2022 kemarin, ketika kami akan ke Humbang Hasundutan, melewati Kota Siantar. Sambil bernostalgia, kami singgah ke Mie Pangsit Awai yang ada di Jalan Surabaya yang terkenal itu.

Tempat makan Chinese Food paling terkenal dan sudah melegenda itu memang selalu ramai dan beruntung kami dapat tempat tanpa harus ngantri lama, walau harus diakui untuk mendapatkan tempat parkir kendaraan roda empat sekarang sangat begitu susah di Siantar, terutama di lokasi Pangsit Awai ini, setelah beberapa kali mencoba masuk parkir, beruntung ada kendaraan yang keluar pas saat kami sedang melambat cari parkir.

Cita rasanya memang tak jauh beda dari ketika tahun 1995 sampai 1999 saya makan di tempat ini. Cuma harganya yang sudah cukup mahal menurut saya, yaw ajar dibandingkan waktu tahun 90-an.

Tentunya resep bumbu dan kebersihan tempat menjadi modal bagi pemilik Chinese Food yang sekarang yang tentunya diwariskan turun temurun dari pendahulunya.

Itulah secuil pengalaman saya akan kuliner Chinese Food yang melegenda dan cocok di lidah kita warga Indonesia. Kuliner Chinese Food yang tentunya akan eksis karena memang kita suka dan enak di lidah kita...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun