Kesal campur bete, pokoknya campur sarilah suasana hati rakyat Indonesia yang sangat mencintai Timnas Merah Putih alias Timnas Indonesia yang baru saja mendapatkan hasil paling memalukan di awal tahun 2023 ini.
Harapan akan ada gelar pelipur lara atas insiden paling memilukan yang terjadi di bulan Oktober tahun 2022 lalu. Tragedi yang menewaskan setidaknya 130 orang itu dikenal dengan tragedi Kanjuruhan Malang, sampai sekarang masih menjadi catatan kelam yang memaksa Liga 1 bergulir tanpa penonton dan juga kasus yang sampai sekarang belum dapat diselesaikan.
Tragedi terjadi pasca pertandingan sarat rivalitas antara Arema FC kontra Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) yang kala itu dimenangkan oleh tim tamu Bajul Ijo, julukan tim kesayangan Persebaya Surabaya yang juga sekaligus mematahkan rekor buruk Persebaya selama 23 tahun tak pernah menang saat melawan Singo Edan, julukan untuk Arema FC.
Sontak, kekalahan tuan rumah ini memicu kemarahan suporter tuan rumah Arema FC yang memang dikenal sangat militan saat mendukun tim kesayangannya bertanding, begitu juga dengan Bonek Arek-Arek Suroboyo juga sangat militan saat mendukung Persebaya bertanding.
Sudah tepat bahwa Bonek tidak diperkenankan masuk stadion Kanjuruhan saat pertandingan menghindari terjadinya bentrok antar suporter, sehingga suporter ataupun penonton yang hadir distadion saat kerusuhan adalah suporter Arema semua.
Dilansir dari berbagai sumber, kapasitas jumlah penonton Stadion Kanjuruhan seharusnya hanya 45 ribu orang, namun saat pertandingan Arema FC kontra Persebaya, tercatat jumlah penonton yang memadati stadion berjumlah 42.588 orang atau sebanyak 102 persen dari jumlah stadion. Artinya jumlah penonton lebih banyak dari kapasitas yang disediakan di stadion.
Lantas bagaimana bisa jumlah penonton lebih banyak dari kapasitas stadion? Jawaban yang masih jadi misteri dan Presiden Jokowi dengan tegasnya telah memberikan ultimatum;
'Jangan sampai ada lagi tragedi kemanusiaan seperti ini di masa yg akan datang, meminta Menteri Kesehatan dan Gubernur Jawa Timur untuk memonitor khusus pelayanan medis bagi korban yang sedang dirawat di rumah sakit agar mendapatkan pelayanan terbaik, Khusus kepada Kapolri saya minta melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus ini, meminta Menpora, Kapolri dan Ketum PSSI untuk melakukan evaluasi menyeluruh tentang pelaksanaan pertandingan sepakbola. Selain itu, Jokowi memerintahkan agar Liga 1 disetop sementara.' Seperti dilansir dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (02/10).
Apakah semua instruksi Presiden Republik Indonesia ini telah dilasakanan dengan baik dan jelas? Entahlah..kembali ke hasil Piala AFF 2023...
Tragedi pilu itu harusnya menjadi cambuk bagi PSSI dan timnas yang bertanding untuk memenangkan gelar yang belum pernah diraih, Piala AFF lambang supremasi negara terkuat di Asia Tenggara.
Namun apa daya? Lagi-lagi Shin Tae-yong mencari-cari alasan mengapa timnas kita kalah dan tersingkir. Memang sudah kebiasaan pelatih-pelatih asing untuk mencari alasan kekalahan agar tidak dianggap 100 persen gagal.
Kali ini alasan lapangan jadi biang keladi kekalahan memalukan 2-0 dari Vietnam yang menjadi lawan di semifinal leg kedua yang dilangsungkan di Stadion My Dinh Senin (9/1/2023). Â
Harusnya hasil imbang 0-0 saat leg pertama di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Jumat (6/1/2023) sore WIB, jadi peluang besar untuk lolos ke final dengan hanya menang 1-0.
Namun apa daya? Skuad yang saya prediksi bakalan memang nga bakal mampu meraih final, karena diisi pemain-pemain bintang dan punya ego tinggi itu bakalan tak akan mampu menampilkan kerjasama tim yang bagus untuk meraih kemenangan.
Pemain-pemain pilihan coach Shin kebanyakan pemain yang tidak mau bekerjasama dan sama-sama bekerja untuk kemenangan tim. Pemain yang malas mengambil bola yang lepas dari kaki mereka, pemain yang hanya pengen menerima bola atau umpan dan langsung mengiring bola sendirian tanpa mau membagi bola ke rekannya yang bebas. Pengen jadi pahlawan kesiangan dengan mencetak gol sendiri. Itulah yang saya lihat...
Memang susah mencari dan memadukan pemain-pemain yang sudah merasa level tinggi, masih susah untuk belajar dari Argentina sang juara Piala Dunia 2022 dengan komposisi pemain yang mampu bekerjasama, bekerja keras, dan mau belajar dan diajari oleh sang maestro Lionel Messi.
Tidak adanya sosok panutan di lapangan hijau seperti Boaz Salossa ataupun El Loco Gonzales ataupun sosok gelandang elegan seperti Bima Sakti membuat permainan timnas kita amburadul, tak tertata, tak mampu mengontrol permainan dan tidak ada pemandu atau komposer di lapangan hijau membuat instruksi ataupun arahan ataupun taktik coach Shin tak dapat diterapkan dengan baik di lapangan hijau.
Benar saja, ibarat permainan lato-lato yang lagi trend itu, timnas Indonesia tak dapat berbuat banyak saat bertanding di stadion My Dinh kandangnya Vietnam.
Baru dua menit usai peluit pertandingan dibunyikan wasit asal Jepang, Araki Yasuke timnas Indonesia sudah diajak para pemain Vietnam bermain lato-lato dengan kecepatan tinggi.
Ya, permainan cepat lato-lato yang dimainkan oleh tangan itu kita lihat di layar televisi seperti benar-benar terjadi. Para pemain Vietnam dengan semangatnya tak gentar menghadapi pasukan coach Shin.
Pertandingan baru berjalan dua menit, umpan lambung pemain bernomor punggung 8, Do Hung Dung dari tengah garis lapangan memaksa pemain belakang Indonesia berlomba lari dengan striker Vietnam bernomor punggung Nguyen Tien Linh yang jadi momok menakutkan bagi linin belakang timnas kita.
Lomba lari terjadi, Nguyen dikejar dua pemain belakang kita dan mencoba mempersempit ruang gerak Nguyen, namun lomba lari itu dimenangkan oleh Nyuyen, tampak di layar lambat pemain bernomor punggung 4 timnas kita, Jordi Amat sukses mendekat, namun tidak untuk pemain bernomor punggug 5, Rizky Ridho yang kalah satu langkah dan terlambat mengamankan bola yang mengarah tepat ke Nguyen yang langsung sepersekian detik menendang bola lambung itu setelah terlebih dahulu memberikan badannya ke Jordi Amat yang tidak melakukan apa-apa, bola tendangan tersebut datar dan meluncur tanpa dapat dihalau kiper Nadeo Argawinata.
Skor 1-0 untuk Vietnam yang membuat coach Shin makin stress, sementara pelatih asal Korea lainnya di kubu Vietcong ini tampak gembira dan berjingkrak-jingkrak di pinggir lapangan.
Bagaikan momok paling menakutkan, striker Nguyen kembali menunjukkan ketajamannya. Menit ke-47 kembali berhasil membobol gawang Nadeo kedua kalinya, lewat skema tendangan sudut atau pojok. Bola lambung sepakan Do Hung Dung berhasil mendarat di kepala Nguyen yang langusng menyundul bola ke gawang Nadeo yang tidak mampu menjangkau dan gol...
Dua pemain Vetcong, Hung Dung dan Nguyen menjadi hantu balau bagi pertahanan timnas kita yang kita kira sudah begitu kuat, kokoh dan tangguh dengan bergabungnya Jordi Amat.
Namun jelas kita lihat bagaimana tak mampunya mereka mengantisipasi pergerakan Nguyen di proses gol kedua yang datang tiba-tiba dan mampu membaca arah bola sepakan Hung Dung, sementara ada delapan pemain kita tak mampu membaca arah bola dan juga pergerakan Nguyen yang tiba-tiba sudah menyundul bola dan meluncur deras ke gawang Nadeo yang tak dapat menjangkaunya.
Selama 90 menit waktu normal pasukan kita dipaksa bermain lato-lato, dipaksa bermain cepat dan umpan lambung menjadi senjata The Golden Stars untuk mengalahkan Timnas Merah Putih.
Paling parah lagi, statistik pertandingan menunjukkan anak asuh coach Shin tak ada satupun dari 9 kali tembakan yang tepat mengarah ke gawang Dang Van Lam, kiper Vietnam.
Walau timnas kita mampu menguasai bola sepanjang dua kali 45 menit pertandingan, namun faktanya anak asuh Park Hang-seo sukses membungkam Shin Tae-yong dengan skor 2-0, yang menjadi bukti bahwa racikan skema 3-5-2 lebih ampuh dan sukses dibandingkan skema 4-2-3-1 ala Shin.
Taktik lama dengan menempatkan empat bek di era sepakbola modern seperti sekarang ini memang sudah usang dan jarang diterapkan, namun memainkan 5 gelandang dengan berbagai watak, bek yang diperankan ditengah sebagai jangkar atau pemain yang bertugas merebut bola dan juga gelandang pengangkut air dengan daya jelajah tinggi serta pemain playmaker untuk menyuplai bola langsung kepada striker terbukti sukses dan juga zona marking yang ketat ditengah terbukti ampuh menutup lobang ataupun jarak antar pemain.
Namun dengan penempatan empat bek dan hanya dua pemain bertahan ditengah membuat lini tengah kita kerepotan dan melebarkan jarak antar pemain sehingga mampu dimanfaatkan pemain Vietchong untuk mencuri bola dan langsung mengalirkannya ke lini depan yang sudah ditempati striker berkecepatan tinggi seperti Nguyen yang langsung menghukum dengan dua golnya.
Yah, akhirnya Vietnam bermain seperti lato-lato yang tak mampu diimbangi pemain timnas Indonesia. Apa boleh buat nasi sudah jadi bubur, kita kalah dan tersingkir.
Yang ada pastinya evaluasi, itupun jika PSSI mau mengevaluasi dan mau berbenah dengan membenahi timnas kita. Lihat apa yang salah? Koreksi bagaimana metode dan kinerja pelatih kita.
Kalau memang layak diganti, ya sudah mari kita ganti dengan pelatih lokal atau kalau memang masih ngotot mau pake pelatih asal Korea juga? Tak apa kalau kita mencoba Park Hang-seo yang terbukti racikannya lebih ampuh dan mungkin dapat meraih gelar Piala AFF..
Itu saja..tak akan ada prestasi tanpa kemauan untuk merubah organisasi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H