Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal dan Tradisi Penolakan-Nya

27 Desember 2022   13:02 Diperbarui: 27 Desember 2022   13:17 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Natal, Bersukacita dalam kesederhanaan. sumber gambar:www.cnnindonesia.com

Natal tidak hanya perayaan semata, namun ada tradisi yang selalu dan akan dirayakan setiap tahunnya ditanggal 24 malam sampai dengan tanggal 25 Desember. Lantas mengapa Natal harus dirayakan setiap tahunnya dengan segala tradisi dan kemegahannya? Dan mengapa pulak di setiap perayaan natal akan selalu mengalami penolakan?

Ini pertanyaan simpel yang akan selalu dipertanyakan karena memang faktanya begitu. Ketika menjelang natal, maka kita akan dibeberkan dengan fakta akan cerita natal itu sendiri. Cerita Natal akan lengkap apabila kita mengetahui akan sejarah bagaimana Natal itu harus dirayakan setiap tahunnya dan tak akan lengkap apabila tak ada bumbu-bumbu cerita penolakan, karena memang sejak awal cerita kelahiran sang Yesus itu tak akan lekang dari penolakan.

Diceritakan di Kitab Suci bahwa setelah Maria menerima kabar gembira dari Malaikat yang mengatakan bahwa dia (Maria atau Maryam) akan mengandung tanpa noda, Maria bingung dan bertanya-tanya, 'bagaimana bisa aku mengandung?' Padahal terang-terangan dia masih bertunangan dengan Yusuf atau Yosep yang berprofesi sebagai tukang kayu itu? Namun Maria hanya bisa berpasrah diri sembari berkata, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMU".

Singkat cerita, Yusuf atau Yosep-pun sebenarnya enggan dan menolak, serta berniat untuk pergi meninggalkan Maria secara diam-diam yang sedang mengandung itu, namun kembali Malaikat Tuhan menampakkan diri di mimpi Yosep dan menjelaskan semuanya itu akan terjadi seturut kehendak Tuhan, hingga akhirnya Yosep tersadar dan setia menemani Maria hingga tibalah waktunya Maria akan melahirkan Putera Daud itu, namun disaat bersamaan itu juga, ada perintah dari Kaisar Agustus dari Kekaisaran Romawi untuk mengadakan sensus penduduk, tak terkecuali di daerah Yudea.

Maka Kirenius yang menjadi gubernur Siria kala itu memerintahkan agar seluruh penduduk yang tersebar di seluruh negeri agar kembali ke daerah asalnya untuk mendaftarkan diri, tak terkecuali Maria dan Yoseph. Mereka meninggalkan Nazareth berjalan kaki ke kota Yudea, Kota Daud yang disebut Betlehem, karena mereka masih keturunan Daud.

Yesus Harus Lahir di Kandang Domba

Tibalah saat itu bulan kesembilan, bulan dimana Maria harus melahirkan putera yang dititipkan dirahimnya. Maka Yoseph mulai mencari tempat-tempat penginapan. Dari pintu ke pintu, Yoseph dengan sabarnya mengetuk pintu-pintu penginapan, namun tidak ada yang memberikan mereka kamar dengan alasan penginapan sudah penuh.

Yah wajar saja memang mengingat di Kota Daud itu sedang dilakukan sensus penduduk, sehingga penginapan sudah penuh, namun rumah-rumah penduduk-pun tak ada yang mau memberikan tumpangan, semua menolak. Masa ia ketika itu rumah-rumah penduduk pada penuh semua? Masa ia dari ratusan rumah, tak ada yang mau memberikan rasa iba dengan memberi tumpangan untuk Maria agar dapat bersalin dengan baik?

Inilah mungkin penolakan yang paling 'sadis' yang harus dialami oleh Yoseph dan Maria, bahkan oleh Yesus sendiri sebagai keturunan Daud, semenjak dikandungan ditolak di tanah leluhurnya sendiri. Hingga akhirnya Yoseph memutuskan untuk menginap di kandang domba yang dia lihat tak berpenghuni itu.

Dan Yesus lahir dengan selamat, kabar sukacita itu, kabar kelahiran Sang Juru Selamat yang lahir di palungan anak domba itu langsung sampai kepada para gembala lewat pewartaan Malaikat yang menampakkan diri kepada mereka ditengah-tengah padang yang sedang menjaga domba-domba mereka.

Ajaibnya, para gembala itu langsung dapat menemukan bayi yang terbaring di palungan itu, begitu juga para Majus dari Timur yang langsung dapat menemukan Yesus tanpa harus banyak bertanya-tanya yang mana Anak Daud itu, namun tanda-tanda yang diberikan oleh Tuhan mampu dikonversikan menjadi sebuah petunjuk resmi untuk bertemu dengan Yesus.

Penolakan Terhadap Yesus

Banyak rangkaian penolakan-penolakan yang kita baca atau lihat sampai sekarang dari kisah kelahiran Yesus itu sendiri.

Selain penolakan dari rakyat di Betlehem kala itu, kita juga dapat membaca bagaimana bengis dan kejamnya Herodes Agung, Raja Yahudi yang mengetahui akan kelahiran Yesus melalui nubuat yang dibawa oleh Tiga Majus dari Timur. Seperti kita ketahui, tanda kelahiran Yesus sampai kepada tiga orang Bijak yang mampu membaca tanda-tanda di langit.

Bintang Natal sebagai simbol kelahiran Yesus dapat mereka baca dan mereka datang ke Yerusalem dengan membawa emas, kemenyan dan mur yang akan dipersembahkan kepada bayi Yesus.

Mereka rela berjalan berpuluh-puluh mil dan berjumpa dengan Herodes serta menceritakan maksud baik kedatangan mereka, namun membuat Herodes ketakutan akan kehilangan kekuasaannya sehingga berusaha menggali informasi akan keberadaan bayi Yesus untuk dibunuh.

Beruntung Malaikat datang dalam mimpi Tiga Raja dari Timur dan mengajari mereka agar menempuh jalur lain sehingga tak bertemu dengan Herodes lagi. Namun, akibatnya membuat Herodes marah besar dan mengeluarkan maklumat agar semua anak laki-laki yang baru lahir agar dibunuh.

Itulah penolakan-penolakan terhadap kehadiran Yesus, belum lagi ajaran-ajaranNya yang membawa perubahan besar di dunia ini yang tentunya mendangkan kebaikan, namun tak jarang juga mendapatkan perdebatan hingga penolakan.

Sekarang Natal Juga Ditolak

Pun dengan sekarang, perayaan Natal yang artinya perayaan Kelahiran Yesus, juga masih mendapatkan penolakan. Kalau dulu ada FPI yang sangat terang-terangan menolak segala ornamen natal, bahkan sampai mal-mal dan juga tempat hiburan tak boleh memasang ornamen-ornamen natal.

Mereka getol sekali untuk melarang adanya ucapan 'selamat natal' dari yang non-kristen kepada saudaranya yang kristen, kata mereka kalau mengucapkan natal maka otomatis mereka akan jadi kristen, apakah benar demikian? Brarti kalau begitu, klo saya mengucapkan 'Selamat Hari Pahlawan?", maka saya otomatis akan menjadi Avenger donk? Aya-aya wae...

Habis FPI dibubarkan, eh sekarang bukannya penyakit penolakan perayaan natal sudah tidak ada lagi, tapi malah tetap ada dan dapat kita lihat bersama.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Bogor baru-baru ini, dimana ada video yang bertaburan di Twitter saya maupun di Instagram saya bagaimana sekelompok orang, mendatangi lokasi perayaan natal yang dilakukan oleh umat kristiani.

Dalam video yang direkam oleh seorang ibu jemaat gereja yang akan melakukan ibadah natal itu, sekelompok orang tampak mengerumuni dan melarang perayaan natal yang dilakukan oleh salah satu jemaat HKBP Betlehem Cilebut di rumahnya.

Duduk perkaranya dari berbagai sumber yang saya rangkum bahwa oknum-oknum di desa Cilebut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor yang viral itu, tidak suka dan tidak terima jika warga kristen merayakan natal di salah satu rumah warga, bukan di gereja. Jadi mereka menolak perayaan natal di rumah dan menurut mereka harus dirayakan di gereja.

Bahkan salah satu warga yang mungkin provokatornya malah mengajari umat kristen yang merayakan natal, bahwa natal di rumah itu nga sah, yang sah itu kalau di gereja. Parahnya lagi, mereka keberatan klo ada acara natal di rumah, lah apa ruginya?

Natal Cuma sebentar saja dan tidak pake toa, palingan hanya pasang musik kecil, nyanyi, bacaan liturgi Natal dan puncaknya makan-makan doank...

Itupun diprotes? Sungguh aneh memang, semakin dunia luar maju dan menghargai perbedaan? Semakin di negeri kita ini terlihat sekat-sekat perbedaan agama itu. Perayaan Natal yang sejatinya kita rayakan menghargai perbedaan, menghargai kesetaraan yang dibuktikan dengan lahirnya Yesus itu dikandang domba, bukan di istana, lahirnya dibalut dengan kain lampin atau swaddling clothes, bukan dengan kain sutra dan diletakkan di palungan domba, bukan di kasur empuk.

Sebagai Raja, dia hanya dijenguk oleh para gembala, kelompok dianggap paling hina dan rendah atau bahkan kelompok terbuang di zaman itu, namun itulah makna kelahiran, menunjukkan bahwa Yesus hadir bagi semua orang, tidak ada pembeda-bedaan golongan, kedudukan, warna kulit bahkan kekayaan.

Perayaan Natal juga seperti itu, tak perlu harus dirayakan di gereja atau di mal-mal atau digedung-gedung bertingkat, namun dapat dirayakan di rumah, paling penting di dalam hati kita.

Mampu berdamai dengan hati, mampu berdamai dengan orang lain yang beda agama, golongan, suku dan jabatan adalah makna natal yang sesungguhnya. Natal itu dimulai dari dalam diri, keluarga, masyarakat dan negara.

Jadi kalau masih ada oknum yang melarang perayaan natal dengan alasan karena melanggar aturan, harus digereja, merasa terganggu, apalagi mengatur-atur tata cara ibadah ataupun perayaan hari-hari keagamaan agama lain?

Maka dipastikan bahwa itu adalah oknum yang memang tidak menghargai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara kita...Selamat Natal...Semoga kejadian seperti ini tak terulang kembali, salah satu harapan kita tentunya dalam hidup Berbangsa dan Bernegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun