Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal dan Tradisi Penolakan-Nya

27 Desember 2022   13:02 Diperbarui: 27 Desember 2022   13:17 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Natal, Bersukacita dalam kesederhanaan. sumber gambar:www.cnnindonesia.com

Habis FPI dibubarkan, eh sekarang bukannya penyakit penolakan perayaan natal sudah tidak ada lagi, tapi malah tetap ada dan dapat kita lihat bersama.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Bogor baru-baru ini, dimana ada video yang bertaburan di Twitter saya maupun di Instagram saya bagaimana sekelompok orang, mendatangi lokasi perayaan natal yang dilakukan oleh umat kristiani.

Dalam video yang direkam oleh seorang ibu jemaat gereja yang akan melakukan ibadah natal itu, sekelompok orang tampak mengerumuni dan melarang perayaan natal yang dilakukan oleh salah satu jemaat HKBP Betlehem Cilebut di rumahnya.

Duduk perkaranya dari berbagai sumber yang saya rangkum bahwa oknum-oknum di desa Cilebut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor yang viral itu, tidak suka dan tidak terima jika warga kristen merayakan natal di salah satu rumah warga, bukan di gereja. Jadi mereka menolak perayaan natal di rumah dan menurut mereka harus dirayakan di gereja.

Bahkan salah satu warga yang mungkin provokatornya malah mengajari umat kristen yang merayakan natal, bahwa natal di rumah itu nga sah, yang sah itu kalau di gereja. Parahnya lagi, mereka keberatan klo ada acara natal di rumah, lah apa ruginya?

Natal Cuma sebentar saja dan tidak pake toa, palingan hanya pasang musik kecil, nyanyi, bacaan liturgi Natal dan puncaknya makan-makan doank...

Itupun diprotes? Sungguh aneh memang, semakin dunia luar maju dan menghargai perbedaan? Semakin di negeri kita ini terlihat sekat-sekat perbedaan agama itu. Perayaan Natal yang sejatinya kita rayakan menghargai perbedaan, menghargai kesetaraan yang dibuktikan dengan lahirnya Yesus itu dikandang domba, bukan di istana, lahirnya dibalut dengan kain lampin atau swaddling clothes, bukan dengan kain sutra dan diletakkan di palungan domba, bukan di kasur empuk.

Sebagai Raja, dia hanya dijenguk oleh para gembala, kelompok dianggap paling hina dan rendah atau bahkan kelompok terbuang di zaman itu, namun itulah makna kelahiran, menunjukkan bahwa Yesus hadir bagi semua orang, tidak ada pembeda-bedaan golongan, kedudukan, warna kulit bahkan kekayaan.

Perayaan Natal juga seperti itu, tak perlu harus dirayakan di gereja atau di mal-mal atau digedung-gedung bertingkat, namun dapat dirayakan di rumah, paling penting di dalam hati kita.

Mampu berdamai dengan hati, mampu berdamai dengan orang lain yang beda agama, golongan, suku dan jabatan adalah makna natal yang sesungguhnya. Natal itu dimulai dari dalam diri, keluarga, masyarakat dan negara.

Jadi kalau masih ada oknum yang melarang perayaan natal dengan alasan karena melanggar aturan, harus digereja, merasa terganggu, apalagi mengatur-atur tata cara ibadah ataupun perayaan hari-hari keagamaan agama lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun