Air di pagi hari begitu dingin, namanya masih anak-anak pastinya masih ada rasa malas, namun Omak selalu menasehati dengan kata-kata, "kalau besar nanti, merantau, biar tidak diejek mamak dan bapakmu ini, nanti dibilang orang tak ngerti apa-apa, nga diajari pekerjaan-pekerjaan rumah yang biasa dikerjakan, maka dibiasakanlah kerja dari sekarang biar terbiasa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kecil." begitulah nasehat Omak sambil masak.
Nasehat dan juga ajaran yang sangat bermafaat hingga sekarang, dan juga kelak kutularkan kepada anak-anakku dengan membiasakan mereka untuk mencuci piring, menyapu rumah, menyapu halaman, merawat bunga, peka terhadap situasi dan kondisi, contohnya, kalau ada gelas di ruang makan yang tertinggal, bukan dilewatkan begitu saja, namun diambil dan diletakkan ke dapur.
Mengajarkan hal-hal kecil, contohnya melipat kain yang berserakan, habis bangun pagi membiasakan diri berdoa pagi, membersihkan tempat tidur, melipat selimut dan membantu ibu di dapur, minimal menyapu rumah, kebiasaan kecil yang mungkin sudah abai bagi sebahagian orangtua di rumah.
Namun saya bersyukur, Ibu di rumah (isteri) masih peka dan mengajarkan serta membiasakan anak-anak di pagi hari ikut ambil peran, anakku laki-laki menyapu rumah, sementara kakaknya membantu ibu dengan mencuci piring dan memperhatikan ibunya memasak, lalu mandi dan bersiap-siap ke sekolah.
Memang akibat derasnya arus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini membuat orangtua abai dalam mendidik anak-anak untuk peka dan terbiasa akan keadaan lingkungan sekitar. Saya melihat sendiri banyak anak-anak tak peduli lagi dengan orangtuanya, jadi wajar saja jika tak peduli akan lingkungan sekitar atau orang sekitar kita.
Untuk itulah maka dibutuhkan peran penting orangtua terutama Ibu dalam mendidik dan mengajarkan anak agar peka dan peduli. Rasa kepedulian itu agar kita pupuk kembali, mulai dari pendidikan di keluarga. Peduli yang dimaksud adalah mampu melihat dan memperbaiki, bukannya membiarkannya atau malah memperdebatkannya.
Yang kita lihat kenyataan sekarang seperti itu, ada kejadian di depan mata, namun kita malah asyik merekam dan menonton, bukannya berusaha menolong atau membantu, ya begitulah kisah beda era dan beda juga pengajaran orangtua kepada anak-anaknya.
Warisan Ibu Tak Lekang Waktu
Kini Omakku sudah tua, berumur 70 tahun lebih, sudah mulai banyak penyakit yang menggerogoti fisiknya, apalagi sakit rematik yang dia derita membuat Omakku kadang susah berdiri dan jongkok. Ini akibat dari kerja kerasnya selama menjadi Omak sekaligus jadi Bidan Desa yang paling berjasa di kampung kami di tahun 90-an hingga sebelum Omakku pensiun.
Teringat kembali masa-masa itu, Omakkulah satu-satunya bidan desa yang bertugas di Puskesmas itu dan juga otomatis buka praktek dirumah menerima warga yang berobat dengan berbagai jenis penyakit dan keluhan.
Omakku dengan setia akan menerima mereka dengan senyuman khasnya yang kadang membuat Ayah atau Bapak saya cemburu dengan keramahan Omak dan juga cara pelayanan Omak terhadap warga yang berobat. "sahit (sakit) apa amang/ito?", begitulah sapaan Omak sambil mempersilahkan pasiennya untuk rebahan di tempat tidur pasien, dan mulai cek sekitaran badan pasien menggunakan stetoskop yang selalu melingkar di leher Omak.