Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sudah Siapkah Konversi ke Kompor Listrik?

22 September 2022   11:56 Diperbarui: 22 September 2022   12:32 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat Harus Diedukasi Keunggulan Menggunakan Kompor Listrik. sumber gambar:www.kompas.com

Siap tak siap, masyarakat harus mampu beradaptasi dan mulai beralih ke inovasi yang akan diberlakukan pemerintah, karena bagaimanapun konversi yang diberlakukan pemerintah harus memerlukan kesabaran, pembiasaan, dan juga uji coba yang membutuhkan waktu agar masyarakat benar-benar paham mana lebih menguntungkan dan mengapa konversi inovasi kebijakan itu penting demi kemaslahatan rakyat Indonesia.

Konversi alias perubahan dari satu sistem pengetahuan ke sistem lain, atau perubahan dari satu bentuk atau sistem ke bentuk atau sistem lain yang lebih simpel dan bermanfaat.

Contohnya konversi dari penggunaan minyak tanah dan kayu bakar sebagai ornamen penting memasak ke pemanfaatan LPG (Liquefied Petroleum Gas) yang sangat membutuhkan waktu yang lama sehingga masyarakat pelan-pelan sadar akan perubahan itu, dimana baru terasa apa manfaat dari perubahan pemanfaatan minyak tanah dan kayu bakar ke LPG, salah satunya tentunya hemat energi dan terjaganya hutan dari pembabatan karena digunakan untuk bahan bakar.

Penetrasi telah sukses hingga sekarang muncul gas elpiji 3 kilogram atau dikenal dengan elpiji melon sebagai konversi dari minyak tanah. Hampir semua keluarga Indonesia menggunakan gas elpiji 3 kilogram untuk rakyat menengah ke bawah dan 12 gram untuk kalangan atas.

Kini, usai masyarakat sudah merasa nyaman dengan gas elpiji 3 kilogram dan 12 kilogram, konversi dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas telah berhasil memberikan manfaat tak hanya kepada ibu-ibu rumah tangga, juga para nelayan dan petani, mulai dari efisiensi harga, dimana harga bahan bakar gas lebih murah dibandingkan dengan BBM, juga resiko yang ditimbulkan di lapangan juga lebih minim dengan pemakaian Bahan Bakar Gas alias BBG.

Kompor Listrik Siap Gantikan LPG?

Ketika masyarakat sudah nyaman dengan penggunaan LPG, sekarang pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan melalui PT. PLN lagi gencar-gencarnya melakukan uji coba konversi gas LPG 3 kilogram ke Kompor Listrik 1.000 watt.

Memang selama Presiden Jokowi, Pemerintah gencar-gencarnya mengalihkan penggunaan bahan bakar minyak dan gas ke penggunaan atau pemanfaatan energi listrik.

Pemerintah sedang galak-galaknya mengembangkan kendaraan ramah lingkungan, kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Pemerintah juga sedang merancang peta jalan penggunaan kendaraan listrik sebagai alat transportasi nasional di tengah-tengah masyarakat.

Pemerintah juga terus mendorong percepatan penggunaan mobil listrik di tanah air. Bahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik (Mobil Listrik) juga telah diteken oleh oleh Presiden Joko Widodo. Perpres tersebut merupakan landasan bagi pelaku industri otomotif di Indonesia untuk membangun dan mengembangkan mobil listrik.

Kebijakan Pemerintah ini didasarkan atas potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia. Menurut Presiden, 60% komponen mobil listrik kuncinya ada di baterainya. Indonesia memiliki cadangan untuk membuat komponen utama mobil listrik, yaitu baterai tersedia melimpah di Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden berharap strategi bisnis tentang pengembangan mobil listrik di negara ini harus segera dimulai dan dapat dirancang dengan baik yang murah dan kompetitif dengan negara lain.

Sembari berjalan mewujudkan mimpi mobil listrik, kini pemerintah juga disebutkan sedang gencar-gencarnya sosialisasi konversi dari tabung gas ke Kompor Listrik. PLN alias PT Perusahaan Listrik Negara akan membagikan gratis sekitar 5 juta Kompor Listrik berdaya 1.000 wat sebagai pengganti tabung elpiji 3 kilogram tahun depan.

Dan tahun ini, program konversi dari tabung gas ke Kompor Listrik sudah mulai di uji coba, mulai di beberapa kota, seperti kota Solo, Jawa Tengah; Denpasar, Bali; dan Sumatera yang masing-masing diberikan ke 1000 rumah tangga dengan kapasitas daya listrik antara 450 -- 900 VA.

Seperti dilansir dari sumber ini, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan dari uji coba itu pemerintah ingin mengetahui: Apakah biaya yang akan dikeluarkan oleh masyarakat pengguna Kompor Listrik akan lebih besar atau lebih kecil, dibandingkan dengan penggunaan gas elpiji 3 kilogram atau 12 kilogram?

Apakah Kompor Listrik ini yang digadang-gadang memang lebih menghemat atau mengirit biaya benar-benar terwujud? Atau malah makin membuat kantong makin tipis dengan mengisi token listrik lebih sering?

Kedua, yang ingin diketahui adalah kecepatan dan waktu memasak, apakah dengan menggunakan Kompor Listrik waktu memasak lebih cepat atau lebih singkat? Atau malah lebih lama dengan menggunakan gas elpiji? Apakah dengan menggunakan Kompor Listrik masakan jadi lebih cepat masak?

Dalam uji coba ini, rumah tangga yang memiliki kompor listrik dipasangi jaringan baru yang khusus dipakai untuk memasak. Kompor itu pun diklaim bisa mencatat konsumsi listrik yang terpakai. Dan jika uji coba pertama ini berjalan mulus, kata Dadan, maka uji coba yang lebih besar akan dilakukan untuk 300.000 rumah tangga dan tidak menutup kemungkinan bakal dijadikan program nasional.

Alasan Logis Pemerintah Konversi ke Kompor Listrik

Lantas mengapa harus konversi ke Kompor Listrik? Tak dapat dipungkiri, selama ini pemerintah selalu mengeluh akan besarnya subsidi negara atas beban impor, termasuk subsidi impor LPG alias Liquified Petroleum Gas yang konon katanya sampai menyentuh angka 80 triliun Rupiah.

Presiden Jokowi kembali buka-bukaan bahwa selama ini nilai subsidi dari impor LPG sampai ke masyarakat menyentuh angka Rp. 60 - 70 triliun per tahunnya, bisa dibayangkan bukan?

Bagaimana membengkaknya anggaran subsidi kita, sementara negara kita kaya akan sumber daya alam dan kita punya bahan bakunya, raw material-nya, yaitu Batu Bara yang dapat diubah atau dilakukan proses gatifikasi menjadi DME alias Dimethyl Ether, punya Sumber Daya Manusia yang berlimpah dan juga anggaran yang dapat dialihkan untuk membuat DME sebagai pengganti LPG.

Selain untuk menghemat anggaran belanja negara, pemanfaatan Kompor Listrik ini juga sangat bermanfaat karena lebih ramah lingkungan, dapat mengurangi emisi karbon. Apalagi program ini sebagai wujud nyata dari energi terbarukan versi Indonesia sebagai wujud nyata dari sumbangsih negeri sebagai tuan rumah Presidensi G20.

Namun masalahnya apakah rakyat Indonesia sudah siap untuk menerima konversi LPG ke Kompor Listrik? Apakah PLN sanggup memberi suplay aliran listrik untuk seluruh rakyat Indonesia ketika sudah menggunakan Kompor Listrik?

Ini yang perlu dipikirkan, apalagi Kompor Listrik yang akan dibagikan ke 300.000 rumah tangga sebagai program awal ini katanya berdaya 1.000 watt. Lah, terus rumah tangga yang menggunakan listrik dengan kapasitas 450 sampai 900 VA harus dinaikkan semua?

Apakah biaya kenaikan tarif dari 450 sampai 900 itu menjadi 2.200 VA atau 3.300 VA itu gratis atau dibebankan kepada rumah tangga?

Jika dibebankan ke rumah tangga, maka akan banyak rumah tangga yang menolak. Hanya dengan daya listrik 900 VA saja, sekarang sudah banyak rumah tangga yang harus hemat listrik karena membengkaknya pengeluaran akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, konon lagi menggunakan Kompor Listrik, mau berapa lagi hitung-hitungan listrik yang harus dikeluarkan?

Sah-sah saja konversi ke Kompor Listrik, asalkan memang benar-benar untuk kepentingan dan kesejahteraan warga negara Indonesia...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun