Kebijakan Pemerintah ini didasarkan atas potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia. Menurut Presiden, 60% komponen mobil listrik kuncinya ada di baterainya. Indonesia memiliki cadangan untuk membuat komponen utama mobil listrik, yaitu baterai tersedia melimpah di Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden berharap strategi bisnis tentang pengembangan mobil listrik di negara ini harus segera dimulai dan dapat dirancang dengan baik yang murah dan kompetitif dengan negara lain.
Sembari berjalan mewujudkan mimpi mobil listrik, kini pemerintah juga disebutkan sedang gencar-gencarnya sosialisasi konversi dari tabung gas ke Kompor Listrik. PLN alias PT Perusahaan Listrik Negara akan membagikan gratis sekitar 5 juta Kompor Listrik berdaya 1.000 wat sebagai pengganti tabung elpiji 3 kilogram tahun depan.
Dan tahun ini, program konversi dari tabung gas ke Kompor Listrik sudah mulai di uji coba, mulai di beberapa kota, seperti kota Solo, Jawa Tengah; Denpasar, Bali; dan Sumatera yang masing-masing diberikan ke 1000 rumah tangga dengan kapasitas daya listrik antara 450 -- 900 VA.
Seperti dilansir dari sumber ini, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan dari uji coba itu pemerintah ingin mengetahui: Apakah biaya yang akan dikeluarkan oleh masyarakat pengguna Kompor Listrik akan lebih besar atau lebih kecil, dibandingkan dengan penggunaan gas elpiji 3 kilogram atau 12 kilogram?
Apakah Kompor Listrik ini yang digadang-gadang memang lebih menghemat atau mengirit biaya benar-benar terwujud? Atau malah makin membuat kantong makin tipis dengan mengisi token listrik lebih sering?
Kedua, yang ingin diketahui adalah kecepatan dan waktu memasak, apakah dengan menggunakan Kompor Listrik waktu memasak lebih cepat atau lebih singkat? Atau malah lebih lama dengan menggunakan gas elpiji? Apakah dengan menggunakan Kompor Listrik masakan jadi lebih cepat masak?
Dalam uji coba ini, rumah tangga yang memiliki kompor listrik dipasangi jaringan baru yang khusus dipakai untuk memasak. Kompor itu pun diklaim bisa mencatat konsumsi listrik yang terpakai. Dan jika uji coba pertama ini berjalan mulus, kata Dadan, maka uji coba yang lebih besar akan dilakukan untuk 300.000 rumah tangga dan tidak menutup kemungkinan bakal dijadikan program nasional.
Alasan Logis Pemerintah Konversi ke Kompor Listrik
Lantas mengapa harus konversi ke Kompor Listrik? Tak dapat dipungkiri, selama ini pemerintah selalu mengeluh akan besarnya subsidi negara atas beban impor, termasuk subsidi impor LPG alias Liquified Petroleum Gas yang konon katanya sampai menyentuh angka 80 triliun Rupiah.
Presiden Jokowi kembali buka-bukaan bahwa selama ini nilai subsidi dari impor LPG sampai ke masyarakat menyentuh angka Rp. 60 - 70 triliun per tahunnya, bisa dibayangkan bukan?
Bagaimana membengkaknya anggaran subsidi kita, sementara negara kita kaya akan sumber daya alam dan kita punya bahan bakunya, raw material-nya, yaitu Batu Bara yang dapat diubah atau dilakukan proses gatifikasi menjadi DME alias Dimethyl Ether, punya Sumber Daya Manusia yang berlimpah dan juga anggaran yang dapat dialihkan untuk membuat DME sebagai pengganti LPG.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!